Forum Ortax Forums PPh Badan PKP Final dan Non Final Agen Elpiji

  • PKP Final dan Non Final Agen Elpiji

     Mr D updated 1 year, 6 months ago 3 Members · 11 Posts
  • abain ataif

    Member
    2 July 2023 at 4:39 am

    Agen Elpiji 3Kg Pertamina, Penjualan Final 13 Milyar, HPP 12 Milyar. Laba kotor Final 1 Milyar.

    Selain itu ada Non Final yaitu Fee Transportasi 4 Milyar, tidak ada HPP, langsung laba kotor 4Milyar.

    Biaya operasional keseluruhannya 3 milyar.

    Yang saya mau tanyakan, bisakah biaya biaya operasional dibebankan semua ke Non Final?

    PKP nya menjadi 1 Milyar.

    Kalau tidak bisa, bagaimana menentukan proporsionalnya, mengingat HPP untuk fee transportasi tidak ada.

    Jika dari Fiskus pembebanan proporsionalnya dibuatkan berdasarkan laba kotor, bisakah kita berkeberatan?

  • Mr D

    Member
    3 July 2023 at 10:58 am

    Tidak bisa rekan jika semua biaya operasional tsb dibebankan ke Non Final, pada dasarnya biaya-biaya operasional tsb perlu di-split (final dan non-final). Jika tidak dapat diidentifikasi, maka dianggap biaya bersama (joint cost) dan perlu diproporsionalkan. Terkait dasar penentuan proporsionalnya, di Pasal 27 ayat (2) PP 94 Tahun 2010 tidak dijelaskan secara rinci dan jelas, hanya mencontohkan berdasarkan penghasilan bruto. Jadi, default penghitungan proporsionalnya berdasarkan penghasilan bruto, karena memang sudah dicontohkan di penjelasan atas PP 94 Tahun 2010.

    Namun, di Surat Penegasan No S-338/PJ.31/2004 di angka 4 huruf b, ditegaskan bahwa proporsional dapat ditentukan dari jumlah penghasilan bruto, jam kerja/jam pakai, atau perbandingan lainnya yang relevan dan lazim. Dari sini fiskus menggunakan perbandingan lainnya yaitu laba kotor.

    Silahkan rekan ajukan keberatan terkait dasar penentuan proporsi oleh fiskus jika penghitungan perbandingan laba kotor tsb tidak relevan dan lazim. #cmiiw

  • Johnson

    Member
    7 July 2023 at 6:15 pm

    Justru saya sebelum membantah fiskus, saya coba hitung dulu mana pajak lebih sedikit antara metode proposional Omset atau proposional Laba Kotor, dari contoh anda tadi, menurut saya lebih sedikit pajak yang dibayar dengan proposional Laba Kotor, karena Biaya Operasional terkait Ph Final itu bersifat Non-Deductible. kalau di alokasi banyak ke Penghasilan Non-Final maka lebih baik, karena PPH Non Final akan menjadi lebih sedikit. (sedangkan PPH FInal kan sudah fixed terhadap omset tidak peduli biaya operasional berapa)

  • abain ataif

    Member
    9 July 2023 at 8:32 pm

    Kasusnya begini:

    Harga penebusan ke Pertamina RP. 11.550.

    Pertamina menetapkan margin agen RP. 1.250.

    Pertamina memberikan fee Transportasi Rp. 2.750.

    Total Penebusan LPG adalah 1.000.000.

    Untuk Pendapatan Final yang PPh 22 nya dipotong Pertamina Rp. 11.000.000.000. x 0.3% = Rp. 33.000.000.

    Laporan Perusahaan

    Pendapatan Final Penjualan Rp. 12.800.000.000. HPP 11.000.000.000.

    Laba Kotor Rp. 2.800.000.000.

    Untuk pendapatan Non Final Fee Transportasi Rp. 2.750.000.000.

    Biaya langsung transportasi, Bahan Bakar, Supir dan kernet, Pemeliharaan kendaraan, Biaya Bongkar Muat Rp. 1.250.000.000.

    Laba Kotor RP. 1.500.000.000.

    Total Laba Kotor Rp 4.300.000.000.

    Total Biaya Operasional Rp. 3.300.000.000.

    Total Laba Rp. 1.000.000.000.

    ==========================================

    Perusahaan membebankan Biaya Operasional RP. 3.000.000.000. berdasarkan penetapan margin dari Pertamina yaitu :

    1.250/4.000 = 31% ke pendapatan final dan 2.750/4.000 = 69% ke pendapatan Non Final

    Laba Rugi Pendapatan Final RP. 2.800.000.000. – (31% x 3.300.000.000.= Rp. 1.023.000.000.) = Laba Rp. 1.777.000.000.

    Laba Rugi Pendapatan Non Final Rp. 1.500.000.000. – (69% x Rp. 3.300.000.000. = Rp. 2.277.000.000.) = Rugi Rp. 777.000.000.

    Fiskus Memasukkan semua Biaya Operasional ke Pendapatan Final

    Laba Rugi Pendapatan Final Rp. 2.800.000.000. – Rp. 3.300.000.000. = Rugi Rp. 500.000.000.

    Laba Rugi Pendapatan Non Final Rp. 1.500.000.000.

    Kemudian membebankan kembali Biaya Operasional sebesar Rp. 3.300.000.000. x (2.800.000.000./4.300.000.000. = 65%) = Rp. 2.149.000.000. dan menambahkannya sehingga Rugi Pendapatan Final Rp. 2.149.000.000.000. +500.000.000. = RP. 2.649.000.000.

    Sebaliknya, untuk Pendapatan Non Final Dibebankan lagi Rp. 1.151.000.000. sehingga Laba Pendapatan Non Final menjadi Rp. 1.500.000.000. – Rp. 1.151.000.000. = Rp. 349.000.000.

    =============================================

    Cara perhitungan Fiskus dengan Pembebanan Proporsional Biaya Operasional saya rasa aneh dan tidak wajar. Ketidak wajarannya jelas ketika Pendapatan Non Final menjadi Rugi sebesar RP. 2.649.000.000. padahal Pemerintah/Pertamina telah memperhitungkan Margin Rp. 1.250. per tabung LPG pasti memberikan keuntungan kepada Agen.

    Pertanyaan saya:

    1. Apakah Kantor Pajak akan menerima perhitungan perusahaan dengan membagi biaya Proporsional berdasarkan margin yang ditetapkan Pertamina?

    – Biasanya pembebanan proporsional berdasarkan penghasilan tetapi tidak akan memberikan gambaran usaha yang sebenarnya karena perusahaan Agen LPG pada dasarnya adalah perusahaan Distribusi/Transportasi.

    2. Apakah rugi pada Pendapatan Non Final dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya mengngat secara keseluruhan perusahaan mendapatkan laba.

    Terimakasih sebelumnya untuk jawaban yang diberikan.

  • abain ataif

    Member
    9 July 2023 at 8:37 pm

    Maaf, Harga penebusan Pertamina Rp. 11.550. sehingga jumlah penebusan 1.000.000. menghasilkan Rp. 11.550.000.000. Tapi intinya pertanyaan saya adalah cara membebankan Biaya Operasional secara proporsional yang dilakukan Kantor Pajak rasanya aneh dan tidak wajar/Tidak masuk akal.

  • abain ataif

    Member
    9 July 2023 at 8:58 pm

    @Johnson

    Saya setuju konsepnya, bahkan jika Biaya Operasional pada pendapatan Final dibuat 0 pun seharusnya tidak masalah karena Pemerintah sebenarnya tidak peduli lagi berapa Laba Rugi Perusahaan. Yang Non Final untuk Fee Transportasi, Pertamina memotong PPh 23 sbeesar 2% artinya, diluar pendapatan final, seharusnya biaya biaya yang dikeluarkan perusahaan semuanya adalah biaya operasional untuk memindahkan LPG dari Pertamina ke Pangkalan, dalam hal ini AGen adalah jasa trasportasi.

    Btw, kertas kerja Fiskus juga salah perhitungan pada kasus di atas dengan menambahkan pendapatan transportasi berdasarkan bukti potong Pertamina.

    Pendapatan Fee Transportasi 2.750. x 1.000.000. = Rp 2.750.000.000. ditambahkan lagi oleh Fiskus sebesar Rp. 1.600.000.000. berdasarkan Faktur Keluaran.

    Jadi Fiskus membuat total Pendapatan Non Final Rp. 3.350.000.000.

    Seharusnya salah satu Rp. 2.750.000.000. berdasarkan jumlah LPG sesuai laporan Perusahaan atau Rp. 1.600.000.000. berdasarkan Faktur Keluaran.

    Menurut saya sih Fiskusnya kacau banget, tetapi takut protes karena pencatatan Perusahaannya juga ngga beres/amburadul (PT tapi dikelola keluarga dan asal asalan saja)

  • abain ataif

    Member
    9 July 2023 at 9:23 pm

    @dedyrahmatsaleh

    Pertamina menetapkan margin 1.250. Untuk pendapatan Final dan fee Transportasi 2.750. untuk pendapatan Non Final.

    Bisa ngga Beban Operasional dibebankan Proporsionalnya berdasarkan margin yang ditetapkan yaitu 1.250/4.000 atau 31% biaya Operasional Pendapatan Final dan 2.750./4000 atau 69% ke biaya Operasional Pendapatan Non Final?

    • Mr D

      Member
      10 July 2023 at 10:53 am

      Menurut pribadi saya seharusnya tidak bisa, karena perbandingan fiskus tidak “apple to apple”, margin Rp 1.250 yang dijadikan perbandingan adalah laba kotor sedangkan fee transport Rp 2.750 masih pengh. bruto. Harusnya perbandingannya yaitu:

      – Margin dan fee transport setelah biaya langsung (sama sama laba kotor); atau

      – jumlah penjualan LPG dan jumlah fee transport (sama sama pengh. bruto)

      Namun, perbandingan fiskus malah menguntungkan pihak WP karena menghasilkan porsi biaya non-finalnya lebih besar. Hanya saja, fiskus melakukan penghitungan lagi yg menurut pribadi saya “mengada ngada” yang seharusnya tidak dilakukan lagi tapi dihitung kembali. Seharusnya penghitungan proporsional atas biaya operasional stop di 31% (final) dan 69% (non final). Artinya, SPT Tahunan rekan ada kerugian sebesar Rp 777.000.000, dan menurut saya dapat dikompensasikan ke tahun selanjutnya karena kerugian tsb bukan dari penghasilan yg dikenakan final (Angka 4 huruf f SE-03/PJ.31/2004)

      #cmiiw

      • Mr D

        Member
        10 July 2023 at 1:30 pm

        * Mohon maaf, saya nangkapnya ini fiskus yg menghitung perbandingan margin Rp 1.250 (31%) dan fee transport Rp 2.750 (69%).

  • Johnson

    Member
    9 July 2023 at 11:58 pm

    Oke saya ngak baca detail yang panjang itu, tapi kalau pertanyaannya apakah hitungan fiskus dapat dikatakan aneh atau tidak. Jawab nya tidak. karena fiskus menggunakan metode yang diakui oleh peraturan perpajakan. Tinggal masalahnya apakah kasus Anda tepat menggunakan metode proposional?

    Kalau WP tidak setuju metode proposional, maka WP harus memajukan/menawarkan metode yang akurat dan dapat diterima umum. Anda sajikan setiap biaya yang timbul diasosiasikan ke Omset yang mana (biaya mana utk Omset Non-FInal, biaya mana utk Omset Final). Kalau WP juga mengajukan metode yang berdasarkan taksiran juga, maka biasanya fiskus ga mau menerima itu.

    Perhitungan Tujuan Perpajakan bisa berbeda dengan Perhitungan Komersial. itu dulu harus dapat diterima. Kemudian, tidak ada metode yang paling benar, Intinya fiskus mau WP setor pajak. Anda bahas dan sepakati dengan fiskus cara hitung pajak yang dapat diterima kedua belah pihak dan sesuai peraturan yang sah.

  • abain ataif

    Member
    10 July 2023 at 3:26 am

    @Johnson

    tapi kalau pertanyaannya apakah hitungan fiskus dapat dikatakan aneh atau tidak. Jawab nya tidak. karena fiskus menggunakan metode yang diakui oleh peraturan perpajakan.

    ===========================

    Angka angka yang disepakati Perusahaan dan Fiskus sama, seharusnya total laba juga sama, yaitu laba kotor Rp. 4.300.000.000. – Biaya Operasional Rp. 3.300.000.000. = Laba Rp. 1.000.000.000.

    Yang aneh itu, Fiskusnya 2 kali membebankan biaya operasional sehingga total biaya operasional dalam laporan adalah 3.300.000.000 x 2 = 6.600.000.000. sehingga secara total perusahaan jadi Rugi Rp. 2.300.000.000.


Viewing 1 - 9 of 9 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now