Forum Ortax › Forums › Perpajakan Internasional › Invoice dari luar negeri yang tidak pernah dibayarkan..apakah terutang PPh?
Invoice dari luar negeri yang tidak pernah dibayarkan..apakah terutang PPh?
Dear all,
Mohon bantuannya,
Perusahaan kami menerima invoice dari luar negeri(hongkong) setiap 2 bulan sekali atas Management cost & interest. Namun atas invoice2x tersebut kami tidak pernah membayarkan ke luar negeri..karena kami masih merugi.
pertanyaannya;
1) Apakah hal diatas terutang pph.26 ? karena jika saya membaca di uu pph..saat terutang pph.26 yaitu pd saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya..sedangkan kami tidak termasuk atas syarat2x tersebut.
2) bagaimana perbedaan perlakuan hal diatas dengan UU.36/2008 dan UU pph sebelumnya.. apakah ada perbedaan perlakuan?Mohon tanggapannya dan Terimakasih sebelumnya.
menurut saya terutang PPh pasal 26 pada saat pembayaran, sedangkan perbedaan UU lama dan UU baru terletak hanya pada,
1. Pasal 26 ayat (1) huruf h,
2. Pasal 26 ayat 1a, ketentuan lebih lanjut SE-03/PJ/2008
3. Pasal 26 ayat 2a, ketentuan lebih lanjut PMK no. 258/PMK.03/2008- Originaly posted by hary_hary:
menurut saya terutang PPh pasal 26 pada saat pembayaran
Terimakasih tanggapannya pak Hary,
cuma yang jadi masalah,tagihan tsb tidak pernah dibayarkan.. dan kami catat sebagai biaya..salah gak yaa,.. dalam accounting komersial, memang benar biaya tersebut harus dicatat sebagai biaya, nah pada saat membuat SPT Badan, jangan lupa biaya tersebut harus dikoreksi fiskal.
Rekan yang lain mungkin bisa kasih opini ?..
- Originaly posted by hary_hary:
dalam accounting komersial, memang benar biaya tersebut harus dicatat sebagai biaya, nah pada saat membuat SPT Badan, jangan lupa biaya tersebut harus dikoreksi fiskal.
saya sependapat ; jika dimasukkan akan ditanya pph 26 yang sudah dipotong, karena kewajiban potongnya adalah pada saat disediakan untuk dibayarkan.
Menambahkan pendapat Rekan Juni,
Bila beban pembayaran tsb sudah dicatat sebagai biaya, maka dapat dikatakan sudah terutang PPh Pasal 26 dan paling lambat disetorkan tanggal 10 bulan berikutnya.
Sependapat dgn rekan Juni & Prima
Terimakasih semuanya,
mengenai masalah itu kami sedang diperiksa,..aduh jadi bingung deh..mau kasih argumen apa ke pemeriksa… Ada saran gak?
trim'sSepertinya memang tidak ada alasan untuk mengelak.
Mungkin perlu dipersiapkan juga tax exposure PPN atas management cost (PPN pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean).
- Originaly posted by prima07:
Mungkin perlu dipersiapkan juga tax exposure PPN atas management cost (PPN pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean).
Nanya jg yah… kapan terutang PPN nya?? n kapan jatuh tempo pembayarannya??
thx.. dijalani saja rekan tanu.
ngaku khilaf atau terang-terangan sama saja hasilnya kan?. SKPKB dengan sanksi kenaikan 100% dari pajak yang tidak dipotong atau tidak disetor. ke depan, supaya tidak kena SKPKB lagi, biayanya ndak usah dibayarkan dulu (karena masih merugi), tapi PPh 26 tetap disetor. SKPKB tidak terbit untuk ituSalam
PPN yang terutang sama dengan PPh Pasal 26.
Hanya saja, paling lambat disetorkan p.l. tgl 15 bulan berikutnya dan dapat diperlakukan sbg PM yg dikreditkan.
Pemeriksa biasanya akan melihat terhutangnya pada saat sudah dicatat sebagai biaya. Pemeriksa akan mengenakan PPh pasal 26 terlebih lagi tidak ada tax treaty antara Indonesia dan Hongkong, maka dari biaya tersebut akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20%, dan terhutang PPN JLN sebesar 10%,,ditambah dengan denda 2% atas kurang bayar dan 2% atas keterlambatan bayar.