Forum Ortax › Forums › PPh Badan › CSR masuk koreksi fiskal ga…
Corporate Social Responsibility (CSR) boleh masuk biaya ga ya…? ato masuk koreksi fiskal positif… ? klo acuan nya ke UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 tentang PPh pasal 6 (1)… CSR ga ada…..
Tidak dapat dibebankan (non deductible)
setuju dengan saudara bengawan
semestinya para pembuat UU (DPR) memikirkan lebih jauh….
bagaimana perusahaan mau membudgetkan dana u/CSR, apabila tidak bisa dibiayakan…..
bukankah CSR adalah partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kesejahtraan bangsa.
sekedar pendapat.CSR kalo menurut UU PT wajib untuk PT yang usahanya berhubungan dengan lingkungan like pertambngan. Kalo selain itu sih gak wajib. Nah, kalo yg diwajibkan buat CSR apa masih tdk boleh dibiayakan ?????
menurut saya, CSR tidak boLeh dibebankan sebagai biaya, karena CSR tidak berhubungan dengan kegiatan memperoleh, menagih, memelihara penghasilan.. jadi CSR tidak dapt dibebankan sebgai biaya.
terima kasih. mohon koreksi,sampai saat ini belum ada ketentuan apakah CSR ini deductible atau non deductible. cuma saja, karena hal ini diharuskan oleh pemerintah seharusnya boleh
Salam
- Originaly posted by hanif:
sampai saat ini belum ada ketentuan apakah CSR ini deductible atau non deductible. cuma saja, karena hal ini diharuskan oleh pemerintah seharusnya boleh
Salam
Setuju… mudah² ada keberanian kita utk mengimplementasikannya di laporan fiskal kita.
ini saya ada makalah yg berkaitan dengan CSR dan perpajakannya, yg ditulis oleh pak Ronny Irawan (Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya), semoga bermanfaat.
Kepada Bpk. Ronny Irawan, saya mohon ijinnya untuk mengutip makalah bapak, terima kasih.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: TINJAUAN MENURUT
PERATURAN PERPAJAKAN DI INDONESIABy: Ronny Irawan
Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya"Corporate not only should concern about their achievement on profit, but also concern about their social
responsibility to their people and environment. How they can give contributions to the people and their
environment directly by increasing their quality of life. Furthermore, they have to obey the rules and
regulations set by government for their sustainability. The different types of social responsibility
programs need different treatments of their taxation. This paper described the various types of CSR
programs, its patterns and treatments according to tax regulations in Indonesia.
Key words: corporate social responsibility, taxationPENDAHULUAN
Saat ini perusahaan tidak hanya dituntut mencari keuntungan/laba semata, tetapi juga
harus memperhatikan tanggung jawab sosial di masyarakat. Dari segi ekonomi, memang
perusahaan diharapkan mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Tetapi di aspek sosial,
maka perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Seperti kasus yang terjadi di
PT Free port dan PT Newmont, gejolak-gejolak yang terjadi disebabkan karena masyarakat
sekitar tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan masyarakat merasakan dampak
negatif dari beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut.
Dilihat dari aspek investasi, sebenarnya para investor juga memiliki kencederungan
menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap masalah sosial,
atau kepadea perusahaan yang mempunyai standar tinggi dalam masalah sosial dan lingkungan
hidup (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Para investor juga memperhatikan masalah kepedulian
sosial ke dalam proses pengambilan keputusan investasi, karena itu perusahaan-perusahaan yangThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
memiliki kepedulian sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai salah
satu keunggulan kompetitif perusahaan. Manajemen perusahaan saat ini tidak hanya dituntut
terbatas atas pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi dampak yang ditimbulkan
oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial. Tanggung jawab sosial dapat digambarkan
sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi
organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya (Sembiring, 2006). Perusahaan
dapat melaporkan dapat melaporkan informasi tersebut dalam laporan tahunan atau dalam
laporan yang terpisah.
Di aspek hukum, perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara ekonomis dan sosial,
karena perusahaan harus taat atau tunduk kepada peraturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti
keluarnya Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007 (UU PT), disahkan
pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggungjawab
sosial atau corporate social responsibility (CSR). Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan
akan menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya.
Dari aspek perpajakan, ternyata pelaksanaan program CSR ini memerlukan kajian lebih
mendalam dalam penerapannya, karena program CSR yang diterapkan oleh perseroan bisa dalam
berbagai bentuk program. Bentuk program yang dipilih oleh perusahaan menimbulkan masalah
sendiri di aspek perrpajakannya, baik aspek Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai.
Karena itu artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam berbagai bentuk program CSR dan
pola CSR, serta bagaimana aspek perpajakannya menurut peraturan perpajakan di Indonesia.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
PEMBAHASAN
Pengertian dan Jenis CSR
Tanggungjawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan dapat
didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum (Aggraini, 2006).
Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan
kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan
atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam proses pengambilan keuntungan
tersebut seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial
lainnya.
Tanggungjawab sosial mulai muncul pada tahun 1060-an saat dimana negara-negara telah
pulih dari Perang Dunia II. Pada waktu itu, persoalan keterbelakangan dan kemiskinan mulai
mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini mendorong berkembangnya tanggungjawab
sosial sebagai cara untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan tersebut.
Pada tahun 1070-an, muncul sebuah pemikiran bahwa bumi tempat kita tinggal memiliki
daya dukung yang terbatas dimana manusia terus berkembang dan bertambah padat. Oleh karena
itu, ekploitasi perlu dilakukan secara hati-hati (Wibisono, 2007). Pada dasarwarsa tersebut
disadari timbulnya tanggungjawab sosial dengan pemikiran bahwea untuk meningkatkan sektor
produksi perlu didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat. Peningkatan tersebut salah
satunya dapat diperoleh dengan berubahnya masyarakat yang miskin menjadi mampu. Perubahan
ini mungkin dapat dilakukan dengan adanya bantuan dari luar misalnya atas perbaikan sarana
pendidikan dan kesehatan.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan atas bentuk kegiatan sosial dari yang berupa
kegiatan pendermaan menjadi ke arah pemberdayaan masyarakat. Menurut Elkingto dalam
Wibisono (2007) jika perusahaan ingin bertahan maka perlu memperhatikan 3P, yakni bukan
hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat
(people) dan ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Perkembangan signifikan tanggungjawab sosial perusahaan-perusahan di Indonesia
ditandainya dengan adanya Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007
(UU PT), disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan
tanggungjawab sosial (CSR). Pada pasal 74 Undang-Undang Perseroaan Terbatas menyatakan
bahwa perseroaan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dengan adanya ini, perusahaan khususnya perseroaan terbatas yang
bergerak dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan
tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat.
Menurut Wibisono (2007) perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena
menerapkan tanggunjawab sosialnya antara lain: untuk mempertahankan dan mendongkrak
reputasi dan brand image perusahaan; layak mendapatkan ijin untuk beroperasi (social license to
operate), mereduksi risiko bisnis perusahaan; melebarkan akses ke sumber daya;
membentangkan akses menuju market; mereduksi biaya; memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator; dan meningkatkan semangat dan
produktifitas karyawan.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Menurut Gloutie dalam Zuhroh (2003) tema-tema yang diungkapkan dalam wanaca
akuntansi tanggungjawab sosial adalah:
1. Kemasyarakatan, tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni, serta
pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan, tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan
tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
3. Produk dan konsumen, tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara
lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan,
kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan hidup, tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi
sumber daya alam.
Sedangkan menurut Harahap (2002), keterlibatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan
berdasarkan keadaan di negara Indonesia, yaitu:
1. Lingkungan hidup, antara lain: pengawasan terhadap efek polusi, perbaikan
pengrusakan alam, konservasi alam, keindahan lingkungan, pengurangan polusi
suara, penggunaan tanah, pengelolaan sampah dan air limbah, riset dan
pengembangan lingkungan, kerjasama dengan energi, yaitu antara lain: konservasi
dan penghematan energi yang dilakukan oleh perusahaan dalam aktivitasnya.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
2. Sumber daya manusia dan pendidikan, antara lain: keamanan dan kesehatan
karyawan, pendidikan karyawan, kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan,
menambah dan memperluas hak-hak karyawan, usaha untuk mendorong partisipasi,
perbaikan pensiun, beasiswa, bantuan pada sekolah, pendirian sekolah, membantu
pendidikan tinggi, riset dan pengembangan, pengangkatan pegawai dari kelompok
miskin, dan peningkatan karir karyawan.
3. Praktek bisnis yang jujur, antara lain: memperhatikan hak-hak karyawan wanita, jujur
dalam iklan, kredit, service, produk, jaminan, mengontrol kualitas produk,
pemerintah, universitas, dan pembangunan lokasi rekreasi4. Membantu masyarakat lingkungan antara lainnya: memanfaatkan tenaga ahli
perusahaan dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, tidak campur tangan
dalam struktur masyarakat, membangun klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah,
perbaikan desa atau kota, sumbangan kegiatan sosial masyarakat, perbaikan
perumahan desa, bantuan dana, perbaikan sarana pengangkutan pasar.
5. Kegiatan seni dan kebudayaan, antara lain: membantu lembaga seni dan budaya,
sponsor kegiatan seni dan budaya, penggunaan seni dan budaya dalam iklan,
merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olah raga.
6. Hubungan dengan pemegang saham, antara lain: sifat keterbukaan direksi pada semua
persero, peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan,
pengungkapan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
7. Hubungan dengan pemerintah, antara lain: menaati peraturan pemerintah, membatasi
kegiatan lobbying, mengontrol kegiatan politik perusahaan, membantu lembaga
pemerintah sesuai dengan kemampuan perusahaan, membantu secara umumThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, membantu proyek dan kebijakan
pemerintah, meningkatkan produktivitas sektor informal, pengembangan dan inovasi
manajemen.
Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia
(Said dan Abidin, 2004) sebagai berikut:
1. Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung
dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya
menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public
affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan
yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi
yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal,
dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau
media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium, perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan
kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Aspek Perpajakan CSR
Ditinjau dari sudut pandang perpajakan, program CSR yang dilaksanakan di perusahaanperusahaan
dapat terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Dari sudut PPh, perusahaan biasanya harus memilih strategi sehingga semua biaya yang
dikeluarkan untuk program CSR yang dipilih dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi
laba kena pajak. Dari sudut pandang PPN, perusahaan biasanya memilih strategi sehingga barang
atau jasa yang diberikan kepada pihak penerima tidak terhutang PPN atau kalaupun terhutang
terhutang seminimal mungkin. Strategi ini diambil dengan asumsi bahwa semua program CSR
yang dipilih oleh perusahaan adalah benar-benar untuk maksud yang mulia, peningkatan kualitas
sumber daya alam, maupun peningkatan aspek sosial dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian
seyogyanya apapun bentuk program yang dipilih oleh perusahaan mendapat keringanan dan
kemudahan dalam aspek pajaknya.
Berikuti ini akan dibahas berbagai bentuk program CSR dan bagaimana perlakuan
perpajakannya, baik PPh dan/atau PPN.
Kemasyarakatan
Perusahaan dapat melaksanakan program tanggung jawab sosialnya ke masyarakat
berupa aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang dapat
diberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswa-siswa berprestasi ataupun
siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk penyediaan sarana dan prasana sekolah. Di
bidang kesehatan, perusahaan biasanya memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan seperti puskesmas, program khitanan masal, imunisasi untuk masyarakat umum dan
program lainnya.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Apabila program CSR berupa pemberian beasiswa, maka dari sudut Pajak Penghasilan
merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan pada laba perusahaan.
Seperti yang tercantum dalam Undang Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 6 ayat 1 huruf g yang
menyebutkan bahwa beasiswa, magang, dan pelatihan merupakan biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Pemberian program beasiswa ini sangat membantu siswa-siswa
berprestasi ataupun siswa-siswa yang berlatar belakang ekonomi tidak mampu. Karena itu
perusahaan-perusahaan yang akan menerapkan program CSR, pemberian berupa beasiswa
merupakan salah satu pilihan yang terbaik yang dapat dijalankan secara rutin. Dengan program
pemberian beasiswa demikian sangat membantu masyarakat di dunia pendidikan secara
langsung.
Perusahaan yang memilih memberikan sumbangan untuk penyediaan sarana dan
prasarana sekolah dan kesehatan, maka biaya yang dikeluarkan untuk sumbangan ini tidak dapat
dikurangkan pada penghasilan bruto perusahaan (non deductible expenses), ini sesuai dengan
Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 huruf g. Sedangkan bagi pihak penerima
bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak
seperti diatur dalam Undang-Undang No.17 pasal 4 ayat 1 huruf a. Sangat disayangkan jika
sumbangan yang juga membantu negara dalam mengentas kebodohan dan meningkatkan
kesehatan rakyat demikian tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pemerintah
seharusnya memperbolehkan biaya ini dikurangankan dipenghasilan bruto, asalkan jelas kepada
siapa sumbangan itu diberikan. Pemerintah mungkin menyediakan istitusi/organisasi miliki
pemerintah atau non pemerintah yang dapat menampung sumbangan yang demikian.
Bisa terjadi perusahaan memberikan sumbangan berupa barang yang diproduksi sendiri
oleh perusahaan, misalnya berupa komputer, meja, kursi, atau lemari. Dari segi sudut pandangThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Pajak Penghasilan biaya tersebut tetap merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan dilihat dari aspek Pajak Pertambahan Nilai maka
pemberian sumbangan dalam bentuk barang seperti diatas merupakan Obyek Pajak Pertambahan
Nilai seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 251/KMK.03/2002 sebagai
penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain yang
dapat digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak, sehingga perusahaan harus menyetor PPN yang
terhutang kepada kas negara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
Dilihat dari manfaat yang diperoleh oleh masyarakat pemberian sumbangan dalam bentuk
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat besar. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikat
kesejahteraan bangsa, pemerintah belum mampu menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga perlu campur tangan pihak swasta untuk
membantu pencapaian tujuan tersebut. Tetapi merupakan dilema tersendiri bagi perusahaan
karena jika mereka mau memberikan sumbangan tersebut dengan maksud yang tulus ternyata
sumbangan yang mereka berikan ternyata tidak dapat diakui sebagai biaya yang mengurangi
penghasilan bruto mereka. Kecuali sumbangan tersebut diperuntukkan bagi korban bencana alam
gempa bumi yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagia Jawa Tengah
pada tanggal 27 Mei 2006 serta gempa bumi dan tsunami yang terjadi di pesisir pantai selatan
Pulau Jawa pada tanggal 17 Juli 2006 seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No
95/PMK.03/2006. Melalui peraturan tersebut tersirat bahwa fasilitas pajak hanya hanya diberikan
pada bencana alam semata. Hal ini menyebabkan kepedulian sebagian besar perusahaan menjadi
bersifat insidental dan tidak merupakan program yang dilakukan secara terus menerus.The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Ketenagakerjaan
Tema yang dapat diambil dalam program CSR inimerupakan semua aktivitas perusahaan
yang ditujukan pada orang-orang dalam perusahaan sendiri. Aktivitas tersebut meliputi
rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya. Karyawan
merupakan sumber daya penting dalam pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu
perusahaan berkewajiban untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas maupun
kesejahteraan karyawan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah
pengadaan pelatihan-pelatihan baik diselenggarakan sendiri oleh perusahaan maupun
mengikutkan karyawan pada pelatihan atau seminar yang diadakan oleh pihak lain. Aspek
perpajakan apabila pelatihan karyawan yang diadakan sendiri oleh perusahaan, misalnya
mendatangkan pembicara dari luar, maka disini terkait dengan Obyek Pajak Penghasilan
khususnya PPh pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh. Pelatihan yang diberikan oleh
orang pribadi maka perusahaan harus memungut PPh pasal 21/Pasal 26 UU PPh atas honorarium
yang diberikan. Jika pelatihan diberikan oleh badan, maka perusahaan diharuskan memotong
PPh pasal 23/Pasal 26 UU PPh atas honorarium yang diberikan. Dari sudut Pajak Pertambahan
Nilai, atas jasa profesional yang diberikan oleh orang pribadi atau badan terhutang Pajak
Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Nilai penggantian yang diminta atas
jasa yang diberikan.
Perusahaan juga dapat menyertakan karyawan-karyawan untuk peningkatan kualitas
karyawPeningkatan kualitas sumber daya manusia yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah
pengadaan pelatihan-pelatihan baik diselenggarakan sendiri oleh perusahaan maupun
mengikutkan karyawan pada pelatihan atau seminar yang diadakan oleh pihak lain. Aspek
perpajakan apabila pelatihan karyawan yang diadakan sendiri oleh perusahaan, misalnya
mendatangkan pembicara dari luar, maka disini terkait dengan Obyek Pajak Penghasilan
khususnya PPh pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh. Pelatihan yang diberikan oleh
orang pribadi maka perusahaan harus memungut PPh pasal 21/Pasal 26 UU PPh atas honorarium
yang diberikan. Jika pelatihan diberikan oleh badan, maka perusahaan diharuskan memotong
PPh pasal 23/Pasal 26 UU PPh atas honorarium yang diberikan. Dari sudut Pajak Pertambahan
Nilai, atas jasa profesional yang diberikan oleh orang pribadi atau badan terhutang Pajak
Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Nilai penggantian yang diminta atas
jasa yang diberikan.
Perusahaan juga dapat menyertakan karyawan-karyawan untuk peningkatan kualitas
karyawan melalui mengikutikan mereka pada pelatihan yang dilakukan di luar perusahaan. BiayaThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
yang dikeluarkan untuk pelatihan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan,
sesuai yang diatur dalam Undang Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 6 ayat 1 huruf g.
Program CSR perusahaan yang memilih meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui
pemberian tunjangan atau fasilitas tertentu, maka perusahaan harus lebih hati-hati dengan aspek
perpajakan yang terkait. Jika tunjangan tersebut menambah gaji bruto karyawan atau diberikan
dalam bentuk uang, maka merupakan Obyek PPh pasal 21/Pasal 26, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk tunjangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji bruto karyawan atau dalam bentuk
kenikmatan atau natura (tidak merupakan Obyek PPh Pasal 21/Pasal 26), maka biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk tunjangan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto. Ini sesuai dengan prinsip taxability dan deductibility. Tetapi bila program tersebut
berbentuk pemberian fasilitas misalnya perumahan karyawan, maka biaya tersebut merupakan
biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan penggantian atau
imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan seperti yang diatur dalam UU No
17 Pasal 9 ayat 1 huruf e yang berbunyi sebagai beriktut†penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaiatan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuagan†tidak dapat
dikurangkan dari pengahsilan bruto.
Produk dan KonsumenThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau
kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. Perusahaan seharusnya memberikan kualitas produk
dan jasa yang baik kepada masyarakat. Perusahaan tidak semata-mata mencari laba tetapi ada
tanggung jawab etis kepada masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat
menuntut perusahaan jujur dalam iklan atas produk dan jasa yang ditawarkan dan memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Perusahaan dihadapkan dengan beberapa pilihan untuk memberikan tanggungjawab
sosialnya kepada masyarakat. Ada beberapa perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan
dari penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan lain memilih memberikan
produknya secara gratis kepada masyarakat. Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan
sebagian dari hasil penjualannya untuk program CSR dari aspek PPN maka setiap kenaikan
harga dari produk yang dijual karena program CSR terhutang PPN sebesar kenaikan harga dari
produk tersebut. Ditinjau dari aspek Pajak Penghasilan, kenaikan pendapatan karena program
CSR dengan sendirinya menambah penghasilan bruto kena pajak. Ketika dana yang dihasilkan
dibagikan, maka harus diperhatikan dalam bentuk apakah program tersebut akan didistribusikan.
Dalam bentuk apa pendapatan itu dibagikan, maka akan berbeda perlakuan perpajakannya.
Dalam kegiatan ini perusahaan biasanya mengeluarkan banyak biaya untuk iklan atau
promosi. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat dipisahkan mana yang benarbenar
kegiatan iklan atau promosi dan mana yang bukan. Mengacu kepada Penjelasan Pasal 6
ayat 1 Undang-Undang No.17 tahun 200 menyebutkan bahwa †mengenai pengeluaran untuk
promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benari-benar dikeluarkan untuk promosi dengan
biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untukpromosi boleh dikurangkan dari penghasilan brutoâ€. Perusahaan dalam kegiatan promosi dan
iklannya dapat membagi-bagikan produk perusahaan ataupun memberikan hadiah tertentu untuk
mendorong penjualan perusahaan.
Perusahaan yang melakukan promosi dengan membagi-bagikan produknya sebagai sampel
di masyarakat, di aspek Pajak Penghasilan biaya yang dikeluarkan bukan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan pemberian kenikamatan atau natura
seperti yang diatur dalam UU No.17 Tahun 2000 pasal 9 ayat 1 huruf e. Dari aspek PPN
perusahaan juga terhutang PPN atas produk yang diberikan secara cuma-cuma dengan Dasar
Pengenaan Pajak sebesar harga jual dikurangi laba kotor.
Perusahaan juga dapat melaksanakan program tanggung jawab sosial dengan memberikan
pelayanan kepada pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan misalnya dengan
memberikan pelayanan setelah penjualan (service after sales). Misalnya perbaikan produk yang
cacat atau penggantian produk atau sparepart. Biaya service yang dikeluarkan oleh perusahaan
ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena termasuk dalam kategori biaya untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.
LingkunganHidup
Perusahaan dalam menerapkan CSR dengan tema yang berkaitan dengan lingkungan
hidup. Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian
polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan
akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Dilihat dari aspek Pajak
Penghasilan Undang-Undang No.17 tahun 2000 pasal 6 ayat 1 berbunyi†biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biayaThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
berkenaan dengan pekerjaan dan jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan†dapat mengurani
penghasilan bruto. Dengan demikian apabila perusahaan mengeluarkan biaya pengolah limbah
dan pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnisnya serta biaya yang dikeluarkan
untuk pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan usaha
mendapatakan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perlu dicermati bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pegendalian polusi
atau pencemaran lingkungan hidup mungkin sangat terkait dengan Pajak Penghasilan dan PPN.
Sebagai contoh perusahaan harus membuat bak pengolahan limbah untuk mengolah limbah
produksinya, maka semua biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran jasa pengerjaan dan semua
material dapat dibebankan ke penghasilan bruto. Tetapi perlu diketahui bahwa atas pembayaran
jasa atau imbalan akan terhutang PPh Pasal 21/Pasal 26 UU PPh atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh,
sedangkan pengadaan materialnya terutang PPN yang harus dibayar oleh perusahaan.
Model Corporate Social Responsibility
Seperti telah dibahas model CSR pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat
dilakukan melalui: keterlibatan langsung atau melalui yayasan atau organisasi sosial milik
perusahaan, atau tidak terlibat secara langsung tetapi bermitra dengan pihak lain. Apabila
sumbangan untuk program CSR dilakuan sendiri baik keterlibatan secara langsung perusahaan
maupun diwakili oleh yayasan atau organisasi perusahaan, maka tidak ada aspek pemotongan
Pajak Penghasilan yang harus dilakukan. Tetapi ingat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
bukanlah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.Perusahaan dapat memilih pemberian program CSR melalui pihak lain. Jika ini terjadi,
maka terdapat aspek pemotongan PPh atas imbalan atas jasa pertolongan yang diberikan. Disini
bentuk pemotongan PPh tergantung dari jenis jasa yang diberikan dan kepada siapa imbalan jasa
itu diberikan. Jika imbalan jasa tersebut diberikan kepada orang pribadi, maka perusahaan harus
memotong PPh Pasal 21/Pasal 26 UU PPh, sedangkan imbalan tersebut diberikan kepada badan
maka perusahaan harus memotong PPh pasal 23/pasal 26 UU PPh.
KESIMPULAN
Saat ini perusahaan dituntut tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, tetapi
juga dituntut memberikan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan di
sekitarnya. Di pihak lain perusahaan khususnya perseroan terbatas harus mematuhi peraturan
yang berlaku apabila ingin terus beroperasi. Disahkannya Undang-Undang Tentang Perseroaan
Terbatas No 40 Tahun 2007 (UU PT) pada tanggal 20 Juli 2007 mewajibkan perseroan terbatas
yang bergerak dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan
tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat dan lingkungan. Jika perusahaan tidak mematuhi
maka akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Perusahaan dalam menerapkan program CSR harus memperhatikan aspek perpajakan
yang berlaku, baik dari aspek Pajak penghasilan maupun PPN. Suatu hal yang disayangkan jika
bantuan atau sumbangan yang diberikan oleh perusahaan yang bertujuan untuk meningkatan
kualitas kehidupan dan lingkungan ternyata tidak dapat diakui sebagai pengurang dari
penghasilan bruto perusahaan. Di lain pihak pemerintah tidak mampu memenuhi semua
kebutuhan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Memang ada kemungkinan perusahaan akan menyalahgunakanThe 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
peraturan perpajakan mengenai tanggung jawab sosialnya seperti: bantuan atau sumbangan
sehingga mengurangi pajak yang terhutang. Tetapi dengan memperjelas peraturan mengenai
bentuk dan jenis sumbangan yang boleh dikurangkan, daftar nominatif, atau ketentuan lainnya
tidak menghambat perusahaan untuk menunaikan tanggungjawab sosialnya.
Pemerintah harus memperjelas aturan perpajakan yang berkaitan dengan pengeluaranpengeluaran
dari program CRS, sehingga pemerintah mendapatkan banyak perusahaan yang mau
terlibat dalam program ini. Jangan seperti peraturan perpajakan saat ini yang hanya
memperbolehkan bantuan atau sumbangan hanya kalau terjadi bencana alam dan gempa bumi
yang terjadi secara insidentil, seperti yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
sebagia Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 serta gempa bumi dan tsunami yang terjadi di
pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Ini menyebabkan keengganan perusahaan untuk menetapkan
program CSR di dalam anggaran perusahaan yang bersifat bantuan atau sumbangan baik dalam
bentuk uang ataupun barang secara konsisten dan periodik.
DAFTAR REFERENSI
Anggraini, F.R.R., 2006, Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada
Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional
Akuntansi 9 Padang
Anonim, 2007, CSR dan Pajak, Indonesian Tax Review, Jakarta: Smartaxes Publishing, Vol.VI,
Edisi 33/2007
Fitriandi, T. Birowo, danY. Aryanto, 2005, Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap,
Jakarta, Penerbit Salemba Empat
Sembiring, E., 2006, Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi
Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Maksi, Vol.6, No.1,
hal:60-68The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Harahap, S. S., 2002, Teori Akuntansi, Edisi Revisi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007
Wibisono, Y., 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing
Waluyo, 2007, Perpajakan Indonesia, Edisi 7, buku 1, Jakarta, Penerbit Salemba Empat
Waluyo, 2007, Perpajakan Indonesia, Edisi 7, buku 2, Jakarta, Penerbit Salemba Empat
Zuhroh, D., dan I.P.P.H Sukmawati, 2003, Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam
Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor, Simposium Nasional Akuntansi
VIjadi,inti nya bagaimana???