Forum Ortax › Forums › PPh Badan › stp pph 25
Anda adalah seorang warga negara (Wajib Pajak), punya suatu kewajiban membayar cicilan atas suatu hutang pajaknya.
"Negara menetapkan peraturan untuk menyicil dimaksudkan untuk memudahkan WP dalam pembayaran hutang pajaknya, sehingga WP tidak harus membayar sekaligus"
… Pada pertengahan tahun, anda dipastikan (100%) lebih bayar, sehingga menghentikan cicilan kepada Negara. Negara pun mengiyakan bahwa anda akan Lebih Bayar di akhir tahun pajak.
Namun, anda mendapat surat tagihan dari negara karena tidak lagi melakukan cicilan bulanan.>Menilik bahwa cicilan bulanan adalah membantu WP agar tidak membayar sekaligus, dalam hal ini, sudah dipastikan di akhir tahun akan Lebih Bayar, apakah perlu Negara membuat surat tagihan beserta denda dan sanksi administrasinya,
Tanggapan berdasarkan peraturan, berdasarkan terori, maupun berdasarkan filosofinya, dipersilakan, terima kasih
boleh tidak membayar angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan bahwa akan terjadi LB, tapi ada syaratnya.
Syaratnya adalah ajukan dulu permohonan untuk minta pengurangan atau tidak membayar angsuran.
Kalau sudah diizinkan baru boleh tidak membayar PPh Pasal 25 dan dijamin tidak akan kena STP.
Tanpa ada persetujuan dari Dirjen Pajak, penghentian sepihak pembayaran PPH 25 walau dengan alasan yang disebutkan diatas pasti akan kena STP.Bagaimanapun kita harus mengikuti ketentuan dan prosedur yang sudah ditetapkan.
Salam
rekan hanif, bagaimana prosedur permohonan untuk minta pengurangan atau tidak membayar angsuran, berapa lama kah keputusan disetujuinya, setelah mengirimkan permohonan apakah langsung otomatis diijinkan atau bagaimana
terima kasih
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 38/PJ/2008TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN ANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran pajak, Tata
Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan
Pembayaran pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian
Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak;MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN ANGSURAN ATAU PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK.Pasal 1
(1) Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (Satu) bulan sejak tanggal diterbitkan;
(2) kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi
tidak melebihi batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
(3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus
dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau kekurangan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), yang selanjutnya dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini disebut utang
pajak, dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan diluar kekuasaannya
sehingga Wajib Pajak tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
(4) Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kecuali Surat Tagihan Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua Persen) per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.Pasal 2
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), harus diajukan secara tertulis
paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti
yang mendukung permohonan, serta :
a. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya
angsuran; atau
b. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui dalam hal Wajib Pajak mengalami
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajak tepat
pada waktunya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.Pasal 3
(1) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) harus
memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, kecuali apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti
kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat
deposito.
(3) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memberikan jaminan berupa garansi bank
sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran atau penundaan.Pasal 4
(1) Angsuran atas utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dapat diberikan untuk :
a. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Angsuran
Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dengan angsuran paling
banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak
berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1); atau
b. paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan
angsuran atas kekurangan pembayaran utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(2) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
(2) Penundaan atas utang pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dapat diberikan untuk :
a. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Penundaan
Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), untuk permohonan
penundaan atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1); atau
b. paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan
penundaan atas kekurangan utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).Pasal 5
(1) Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
ditetapkan dalam jumlah utang pajak yang sama besar untuk setiap angsuran.
(2) Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
ditetapkan sejumlah utang pajak yang ditunda pelunasannya.
(3) Bunga yang timbul akibat angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan saldo utang pajak.
(4) Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada
setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pada tanggal pembayaran.
(5) Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan terhadap angsuran atau penundaan atas
pembayaran Surat Tagihan Pajak.Pasal 6
(1) Setelah mempertimbangkan alasan berikut bukti pendukung yang diajukan oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
tanggal diterimanya permohonan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai
dengan permohonan Wajib Pajak;
b. menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai
dengan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak; atau
c. menolak permohonan Wajib Pajak.
(3) Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai
dengan permohonan Wajib Pajak, dan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak atau
Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari
kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.
(4) Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat
Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan menggunakan formulir Surat Keputusan
Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan
Direktur Jenderal Pajak ini atau Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak dengan
menggunakan formulir Surat Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal pajak ini.
(5) Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Angsuran/Penundaan Pembayaran
Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Direktur
Jenderal Pajak ini.Pasal 7
(1) Dalam hal terhadap Wajib Pajak yang sedang mengajukan permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan/atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau
pemberian imbalan bunga tersebut diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) sesuai dengan kwah kurang yah
Klik disini :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=&nomor=&q=pasal%2025&q_ do=macth&cols=perihal&hlm=1&page=show&id=13627http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&i d=1190
Salam
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP – 537/PJ./2000TENTANG
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU
Pasal 7
(1) Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
(4) Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.Salam
walah iya lebih tepat rekan hanif. anda emang oceeee
Betul rekan hanif….memeng PPh Ps 25 bisa diajukan pengurangan dengan alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, tapi biasanya dari persentase pengurangan yang diajukan tidak seluruhnya akan dikabulkan lho….
yaah… namanya juga usaha pakdemang
Salam