Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Badan apa yang dimaksud dengan PPh 22 & tarifnya apa aja?

  • apa yang dimaksud dengan PPh 22 & tarifnya apa aja?

     abrahamchandra updated 7 years, 2 months ago 17 Members · 26 Posts
  • becaN70

    Member
    22 March 2010 at 11:35 am

    salam kenal

  • becaN70

    Member
    22 March 2010 at 11:35 am
  • ecooce

    Member
    22 March 2010 at 1:16 pm

    PPh 22 Adalah PPh yang dipungut oleh "
    – bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada
    Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau
    lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya,
    berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
    termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah
    pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi
    yang sama;
    – badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun
    swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
    kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha
    produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen;
    dan
    – Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari
    pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat
    mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu
    ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang
    memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong
    sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun
    harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah,
    apartemen dan kondominium sangat mewah, serta
    kendaraan sangat mewah.
    Dalam pelaksanaan ketentuan ini Menteri Keuangan mempertimbangkan, antara lain:
    – penunjukan pemungut pajak secara selektif, demi
    pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien;
    – tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang; dan
    – prosedur pemungutan yang sederhana sehingga mudah
    dilaksanakan.

    Peraturan terkait beserta tarif
    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 16/PJ.43/1998
    PETUNJUK PEMUNGUT PPh PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN
    DAN PELAPORANNYA
    Klik disini :
    http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=7100&p_tgl=tahun&tahun=1998&nomor=16&q=&q_ do=and&cols=isi&hlm=1&page=show&id=3052

    Salam

  • JUSTINUS NABABAN

    Member
    22 March 2010 at 4:05 pm

    I. Pengertian
    Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
    1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

    2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

    II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
    1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;

    2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;

    3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);

    4. Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;

    5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

    6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.

    7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

    III. Tarif PPh Pasal 22
    1. Atas impor:
    a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
    b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
    c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

    2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak final.

    3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    – Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    – Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    – Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    – Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
    – Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

    4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:

    0.3 % x Penjualan (SPBI Swastanisasi )=Premium, solar & super TT
    0.25 % x Penjualan (SPBU Pertamina ) = Premium, solar & super TT
    0.3 % x enjualan (SPBU Pertamina ) = minyak tanah & LPG

    Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final.

    5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

    IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
    1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
    2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
    3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
    4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
    5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
    6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
    7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
    8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
    9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

    V. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
    1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
    2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
    3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
    4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
    5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

    VI. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
    1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
    2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
    – lembar pertama untuk pembeli;
    – lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
    – lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
    3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
    4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
    5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
    – lembar pertama untuk pembeli;
    – lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
    – lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
    Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

  • ewox

    Member
    22 March 2010 at 4:30 pm

    wah, jelas deh, sangat jelas deh.

  • Simonalim

    Member
    22 March 2010 at 10:14 pm

    Rekan Ecooce, Justinus, dan Ewok.
    Apakah semua tata cara pemungutan di atas masih tetap berlaku pd prakteknya dan pasti? Seperti dg pertamina, hrs byr sendiri bukan kolektif sblm DO.
    Mohon pencerahannya, krn pernah dengar prakteknya beda.
    Thanks.

  • hanif

    Member
    23 March 2010 at 1:16 am
    Originaly posted by justinus nababan:

    – Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)

    rekan justinus…, bukankan penjualan rokok di dalam negeri bukan lagi merupakan objek PPh Pasal 22?

    Salam

  • Robby2009

    Member
    23 March 2010 at 1:23 am
    Originaly posted by hanif:

    rekan justinus…, bukankan penjualan rokok di dalam negeri bukan lagi merupakan objek PPh Pasal 22?
    Salam

    Sependapat dg rekan hanif, sejak tahun 2009, PPh psl 22 utk rokok sudah dihapuskan.
    Salam

  • Simonalim

    Member
    12 April 2010 at 10:14 pm
    Originaly posted by Simonalim:

    Apakah semua tata cara pemungutan di atas masih tetap berlaku pd prakteknya dan pasti? Seperti dg pertamina, hrs byr sendiri bukan kolektif sblm DO.
    Mohon pencerahannya, krn pernah dengar prakteknya beda.

    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 541/KMK.04/2000
    TENTANG
    PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PEMBERIAN ANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

    (7) Pajak Penghasilan Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya dan dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha lain, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN
    NOMOR 184/PMK.03/2007
    TENTANG
    PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK,
    PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN TATA CARA PEMBAYARAN,
    PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PENGANGSURAN
    DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN
    NOMOR 80/PMK.03/2010
    TENTANG
    PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007
    TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN
    PENYETORAN PAJAK , PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN TATA
    CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA
    PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

    (11)
    PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

    Salam Ortax Rekan2.
    Mohon masukan dari Rekan2..
    Apakah WP yg bergerak dalam bidang Produksi Bahan Bakar Minyak tsb adalah Pertamina? Sehingga benar telah dirubah?

  • VmanOrangKereN

    Member
    13 April 2010 at 9:53 am

    yupz.. betul rekan simon..

  • keira87

    Member
    8 November 2011 at 4:14 pm
    Originaly posted by justinus nababan:

    5. Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

    jadi pengenaan PPH 22 industri otomotif itu atas kendaraan motornya saja atau smua yg dijual psh otomotif?
    tolong bantuannya rekan ortax, berdasarkan PER-57/2010 dan PMK/154/2010 pasal 1e: Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
    tp di pasal 2d nomer 3 ada informasi: penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;

    kasus psh saya (X), X jual motor terbit invoice dan FP kena pph22… X jual sparepart dan aksesoris motor terbit invoice dan FP tdk kena PPh22…
    sparepart dan aksesoris motor ini sebenarnya kena PPH 22 tdk?
    thx

  • rosy

    Member
    8 November 2011 at 5:04 pm

    Numpang nanya… Bila ada transaksi dengan pemungut, tetapi pemungut tidak memotong..apakah bisa SSP pemungut disetorkan oleh penjual ?
    Apakah ada konsekuensi yang ditanggung penjual bila menyetorkan ?
    Ada peraturan yang membahas soal ini tidak ?

  • hanif

    Member
    8 November 2011 at 10:20 pm
    Originaly posted by rosy:

    Numpang nanya… Bila ada transaksi dengan pemungut, tetapi pemungut tidak memotong..apakah bisa SSP pemungut disetorkan oleh penjual ?

    Mungkin saja.
    Tapi, yang tanda tangan tetap pemungut

    Originaly posted by rosy:

    Apakah ada konsekuensi yang ditanggung penjual bila menyetorkan ?

    karena mekanismenya dipungut, akan jadi pertanyaan bila setor sendiri. Kecuali SSPnya sesuai dengan ketentuan seharusnya.

    Originaly posted by rosy:

    Ada peraturan yang membahas soal ini tidak ?

    khusus tentang ini tidak ada

    Salam

  • rosy

    Member
    14 November 2011 at 12:59 pm

    Rekan Hanif,

    persoalannya adalah :
    – pembuatan faktur pajak perusahaaan tidak bisa manual (sesuai peraturan bahwa nilai di bawah 1 jt tidak kena PPh 22 dan PPn tidak dipungut), sekali di sistem dibuat dengan kode 02 maka nilai berapapun akan terbit FP dengan klasifikasi pemungut (tidak bisa diubah sewaktu-waktu)
    – tidak hanya itu, walaupun nilainya di atas 1 jt, kadang pelanggan membayar full piutangnya, sedangkan kode faktur pajak adalah 02. Karena kodenya 02, maka di SPT PPN, nilai PPN tidak terutang dan perusahaan tidak membayar atas PPN tersebut. Bagaimana dengan nilai PPn yang diterima, apa perusahaan kembalikan ke pemungut ?

  • usd

    Member
    14 November 2011 at 1:52 pm
    Originaly posted by rosy:

    nilai PPN tidak terutang dan perusahaan tidak membayar atas PPN tersebut.

    maksudnya ap ya rekan belum mudeng ???

    Originaly posted by rosy:

    Bagaimana dengan nilai PPn yang diterima, apa perusahaan kembalikan ke pemungut ?

    Bukannya PPn yg rekang pungut sendiri itu tdk digabung deng PPn yg dipungut oleh pemungut PPn ?

    salam

Viewing 1 - 15 of 26 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now