Forum Ortax › Forums › PPh Badan › S-123/PJ.42/1989 ada peraturannya atau nggak sih????
S-123/PJ.42/1989 ada peraturannya atau nggak sih????
rekan-rekan semua sebenarnya ada nggak sih S-123/PJ.42/1989 yg ngebahas soal joint operation???
saya udah nyari kemana-mana nggak ketemu juga 🙁
Peraturan Terkait
16 TAHUN 2000 PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
17 TAHUN 2000 PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
18 TAHUN 2000 PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
19 TAHUN 2000 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
6 TAHUN 1983 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
7 TAHUN 1983 PAJAK PENGHASILAN
8 TAHUN 1983 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
24 TAHUN 2002 PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2000
SE – 19/PJ.53/1996 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH/DANA PINJAMAN LUAR NEGERI (SERI PPN 34 – 95)Peraturan Detail :
PrintPerihal : PERMOHONAN PENJELASAN TENTANG PERPAJAKAN DALAM HAL JOINT OPERATION
Tanggal Terbit : Thursday, 24 October 2002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
24 Oktober 2002SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 823/PJ.312/2002TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN TENTANG PERPAJAKAN DALAM HAL JOINT OPERATION
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxxx tanggal 14 Mei 2002 perihal tersebut di atas, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut :1. Dalam surat tersebut antara lain dijelaskan bahwa :
a. PT TSRT, NPWP xx.xxx.xxx.x-xxx.xxx bergerak dalam bidang General Construction, akan
bekerja sama dengan perusahaan Luar Negeri dengan data sebagai berikut :
1) Nama perusahaan : SAP CO.LTD.
2) Join Operation untuk Proyek Pemerintah RI
3) Lama Join Operation : 3 Th
4) Komposisi saham : 30%,70%
5) Pembagian keuntungan : Sesuai komposisi saham
b. SAP Co. Ltd tidak mempunyai kantor perwakilan di Indonesia dan tidak ada hubungannya
dengan kepemilikan saham PT TSRT.
c. Saudara mohon penjelasan serta persyaratan dan kewajiban apa saja untuk melaksanakan
perpajakan di Indonesia.2. Pajak Penghasilan
a. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum,
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
16 Tahun 2000 (UU KUP), yang dimaksud dengan Badan adalah sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan Usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya.
b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh),
yang menjadi Subjek Pajak antara lain adalah badan.
c. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa:
1) Joint Operation (JO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang
sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek
tersebut selesai dikerjakan. Dengan demikian JO bukan merupakan Subjek Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU PPh, dan oleh karenanya pengenaan
PPh atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan
anggota JO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.
2) Kewajiban pajak lainnya yang ada pada JO adalah sebagai Wajib Pajak pemotong/
pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 serta PPN.3. Pajak Pertambahan Nilai
a. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa, kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur
bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang PPN.
b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 diatur bahwa dalam rangka pengukuhan
pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian badan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang PPN, adalah bentuk kerja
sama operasi.
c. Sesuai dengan butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.53/1996 tanggal
4 Juni 1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dalam
Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah/Dana Pinjaman Luar
Negeri ditegaskan bahwa dalam hal proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah/ dana
pinjaman luar negeri dikerjakan oleh kontraktor utama yang merupakan JO, maka berlaku
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) JO dan anggota JO harus terclaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada pemilik
proyek tidak dipungut PPN, namun Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh JO dengan
diberi cap "PPN dan PPn BM tidak dipungut".
3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari anggota JO kepada
JO, terutang PPN dan anggota JO harus membuat Faktur Pajak kepada JO. Bagi
anggota JO, PPN dalam Faktur Pajak itu merupakan Pajak Keluaran dan bagi JO, PPN
tersebut merupakan Pajak Masukan.
4) Atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh anggota JO tetap
terutang PPN yang dapat merupakan Pajak Masukan bagi anggota JO tersebut.
d. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa:
1) JO (bentuk kerja sama operasi) merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 Undang-undang PPN.
2) Apabila dalam transaksinya dengan pihak lain secara nyata-nyata dilakukan atas
nama JO, maka JO harus memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai PKP, yaitu
melaporkan diri untuk dikukuhkan menjadi PKP, memungut, menyetor, dan
melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang melalui Surat Pemberitahuan
Masa PPN.
3) Apabila seluruh transaksinya dengan pihak lain secara nyata-nyata dilakukan atas
nama masing-masing anggota JO, sedangkan JO hanya untuk koordinasi dan secara
nyata-nyata tidak melakukan transaksi penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain, maka
yang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai PKP hanya anggota JO.
4) Jika JO merupakan kontraktor utama dalam proyek pemerintah yang dibiayai penuh
dengan hibah/dana pinjaman luar negeri maka atas penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada pemilik proyek tidak dipungut PPN dan Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh JO harus diberi cap "PPN dan PPnBM tidak dipungut".Demikian agar Saudara maklum.
A.n. Direktur Jenderal
Direktur,ttd.
IGN mayun Winangun
NIP 060041978Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Pajak Penghasilan;
3. Direktur PPN & PTLL.DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
29 Nopember 2001SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 1375/PJ.52/2001TENTANG
ADMINISTRASI JOINT OPERATIONAL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat PT. TJE nomor xxxxxx tanggal 07 September 2001 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa :
PT. PJE bekerja sama dengan DEC Co.Ltd. melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi di Kertapati Coal
Port milik PT. TBBA dengan kondisi sebagai berikut :
1.1. Pengajuan dokumen tender ke PT. TBBA adalah atas nama Joint Operation (JO). JO di sini
sifatnya adalah untuk kepentingan koordinasi dimana PT. TJE dalam hal ini bertindak sebagai
Project Coordinator. Adapun scope pekerjaan dan nilainya secara tegas dipisahkan antara
yang menjadi tanggung jawab PT. THE dan DEC Co.Ltd.
1.2. Pengumuman pemenang tender oleh PT. TBBA menunjuk PT. TJE dan DEC Co.Ltd. sebagai
Joint Operation. Kontrak pekerjaan selanjutnya ditandatangani antara JO PT. TBBA – DEC
Co.Ltd. sebagai kontraktor dan PT. TBBA sebagai pemilik proyek.
1.3. Segera telah PT. TBBA – DEC Co.Ltd. ditunjuk sebagai pemenang, PT. TBBA – DEC Co.Ltd.
masing-masing mengajukan Bank Garansi (Performance Bond) kepada PT. TBBA secara
proporsional sesuai scope pekerjaan masing-masing.
1.4. Perjanjian antara PT. TBBA – DEC Co.Ltd. sendiri hanya menyangkut koordinasi dan
pembagian kerja sesuai dengan scope dan harga yang telah disepakati oleh PT. TBBA.
Dalam perjanjian tersebut sama sekali tidak disebutkan adanya profit sharing (pembagian
laba) seperti pada umumnya Joint Operation karena pada dasarnya kerjasama ini hanya
bersifat administratif untuk kepentingan koordinasi.
1.5. Sehubungan dengan hal tersebut, PT. THE memohon izin pengecualian agar atas kerjasama
ini tidak perlu memperoleh NPWP sebagai Joint Operation.2. Berdasarkan Article 3 Paragraph 3.3. dari kontrak yang bersangkutan dapat diketahui bahwa invoice
harus diterbitkan atas nama Joint Operation.3. Ketentuan yang berkenaan dengan permasalahan tersebut :
3.1. Pajak Pertambahan Nilai
a. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN)
disebutkan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap,
dan bentuk badan lainnya.
b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000
disebutkan bahwa dalam rangka pengukuhan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena
Pajak, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN adalah bentuk kerjasama operasi.
3.2. Pajak Penghasilan :
a. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk memungut
pajak atau pemotong pajak tertentu;
b. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang KUP, yang dimaksud dengan badan
adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, persekutuan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, danan
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya;
c. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
17 Tahun 2000, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan bebas, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,
wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
d. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan, atas penghasilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal tersebut dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan
pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada :
– Wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
– Wajib pajak luar negeri
Dipotong pajak (PPh Pasal 23/26) oleh pihak yang wajib membayarkan.4. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
4.1. Pajak Pertambahan Nilai
Mengingat berdasarkan kontrak invoice harus diterbitkan atas nama Joint Operation, maka
Joint Operation antara PT. TBBA – DEC Co.Ltd. harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
4.2. Pajak Penghasilan
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan, Joint Operation bukan
merupakan Subjek Pajak namun tetap wajib memiliki NPWP apabila memenuhi kriteria
sebagai pemotong pajak yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, maupun PPh Pasal 26.Demikian untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal,
ttd.
Hadi Poernomo
NIP. 060027375Tembusan :
1. Direktur Peraturan Perpajakan
2. Direktur Pajak Penghasilan