Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Badan S-123/PJ.42/1989 ada peraturannya atau nggak sih????

  • S-123/PJ.42/1989 ada peraturannya atau nggak sih????

     hanif updated 14 years, 2 months ago 2 Members · 4 Posts
  • Gatot Prabowo

    Member
    24 July 2011 at 10:10 pm
  • Gatot Prabowo

    Member
    24 July 2011 at 10:10 pm

    rekan-rekan semua sebenarnya ada nggak sih S-123/PJ.42/1989 yg ngebahas soal joint operation???

    saya udah nyari kemana-mana nggak ketemu juga 🙁

  • hanif

    Member
    24 July 2011 at 11:55 pm

    Peraturan Terkait
    16 TAHUN 2000 PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
    17 TAHUN 2000 PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
    18 TAHUN 2000 PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
    19 TAHUN 2000 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
    6 TAHUN 1983 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
    7 TAHUN 1983 PAJAK PENGHASILAN
    8 TAHUN 1983 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
    24 TAHUN 2002 PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2000
    SE – 19/PJ.53/1996 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH/DANA PINJAMAN LUAR NEGERI (SERI PPN 34 – 95)

    Peraturan Detail :
    Print

    Perihal : PERMOHONAN PENJELASAN TENTANG PERPAJAKAN DALAM HAL JOINT OPERATION

    Tanggal Terbit : Thursday, 24 October 2002

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    24 Oktober 2002

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 823/PJ.312/2002

    TENTANG

    PERMOHONAN PENJELASAN TENTANG PERPAJAKAN DALAM HAL JOINT OPERATION

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxxx tanggal 14 Mei 2002 perihal tersebut di atas, dengan ini
    disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Dalam surat tersebut antara lain dijelaskan bahwa :
    a. PT TSRT, NPWP xx.xxx.xxx.x-xxx.xxx bergerak dalam bidang General Construction, akan
    bekerja sama dengan perusahaan Luar Negeri dengan data sebagai berikut :
    1) Nama perusahaan : SAP CO.LTD.
    2) Join Operation untuk Proyek Pemerintah RI
    3) Lama Join Operation : 3 Th
    4) Komposisi saham : 30%,70%
    5) Pembagian keuntungan : Sesuai komposisi saham
    b. SAP Co. Ltd tidak mempunyai kantor perwakilan di Indonesia dan tidak ada hubungannya
    dengan kepemilikan saham PT TSRT.
    c. Saudara mohon penjelasan serta persyaratan dan kewajiban apa saja untuk melaksanakan
    perpajakan di Indonesia.

    2. Pajak Penghasilan
    a. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum,
    dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
    16 Tahun 2000 (UU KUP), yang dimaksud dengan Badan adalah sekumpulan orang dan atau
    modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan Usaha maupun yang tidak melakukan
    usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
    usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
    koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
    sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
    lainnya.
    b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh),
    yang menjadi Subjek Pajak antara lain adalah badan.
    c. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa:
    1) Joint Operation (JO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang
    sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek
    tersebut selesai dikerjakan. Dengan demikian JO bukan merupakan Subjek Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU PPh, dan oleh karenanya pengenaan
    PPh atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan
    anggota JO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.
    2) Kewajiban pajak lainnya yang ada pada JO adalah sebagai Wajib Pajak pemotong/
    pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 serta PPN.

    3. Pajak Pertambahan Nilai
    a. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
    Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
    telah beberapa, kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur
    bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
    Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
    berdasarkan Undang-undang PPN.
    b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang
    Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
    dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan
    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 diatur bahwa dalam rangka pengukuhan
    pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian badan lainnya
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang PPN, adalah bentuk kerja
    sama operasi.
    c. Sesuai dengan butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.53/1996 tanggal
    4 Juni 1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dalam
    Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah/Dana Pinjaman Luar
    Negeri ditegaskan bahwa dalam hal proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah/ dana
    pinjaman luar negeri dikerjakan oleh kontraktor utama yang merupakan JO, maka berlaku
    ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
    1) JO dan anggota JO harus terclaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada pemilik
    proyek tidak dipungut PPN, namun Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh JO dengan
    diberi cap "PPN dan PPn BM tidak dipungut".
    3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari anggota JO kepada
    JO, terutang PPN dan anggota JO harus membuat Faktur Pajak kepada JO. Bagi
    anggota JO, PPN dalam Faktur Pajak itu merupakan Pajak Keluaran dan bagi JO, PPN
    tersebut merupakan Pajak Masukan.
    4) Atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh anggota JO tetap
    terutang PPN yang dapat merupakan Pajak Masukan bagi anggota JO tersebut.
    d. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa:
    1) JO (bentuk kerja sama operasi) merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 Undang-undang PPN.
    2) Apabila dalam transaksinya dengan pihak lain secara nyata-nyata dilakukan atas
    nama JO, maka JO harus memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai PKP, yaitu
    melaporkan diri untuk dikukuhkan menjadi PKP, memungut, menyetor, dan
    melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang melalui Surat Pemberitahuan
    Masa PPN.
    3) Apabila seluruh transaksinya dengan pihak lain secara nyata-nyata dilakukan atas
    nama masing-masing anggota JO, sedangkan JO hanya untuk koordinasi dan secara
    nyata-nyata tidak melakukan transaksi penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain, maka
    yang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai PKP hanya anggota JO.
    4) Jika JO merupakan kontraktor utama dalam proyek pemerintah yang dibiayai penuh
    dengan hibah/dana pinjaman luar negeri maka atas penyerahan Barang Kena Pajak
    atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada pemilik proyek tidak dipungut PPN dan Faktur
    Pajak yang diterbitkan oleh JO harus diberi cap "PPN dan PPnBM tidak dipungut".

    Demikian agar Saudara maklum.

    A.n. Direktur Jenderal
    Direktur,

    ttd.

    IGN mayun Winangun
    NIP 060041978

    Tembusan :
    1. Direktur Jenderal Pajak;
    2. Direktur Pajak Penghasilan;
    3. Direktur PPN & PTLL.

  • hanif

    Member
    24 July 2011 at 11:56 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    29 Nopember 2001

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 1375/PJ.52/2001

    TENTANG

    ADMINISTRASI JOINT OPERATIONAL

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat PT. TJE nomor xxxxxx tanggal 07 September 2001 hal sebagaimana tersebut pada
    pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa :
    PT. PJE bekerja sama dengan DEC Co.Ltd. melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi di Kertapati Coal
    Port milik PT. TBBA dengan kondisi sebagai berikut :
    1.1. Pengajuan dokumen tender ke PT. TBBA adalah atas nama Joint Operation (JO). JO di sini
    sifatnya adalah untuk kepentingan koordinasi dimana PT. TJE dalam hal ini bertindak sebagai
    Project Coordinator. Adapun scope pekerjaan dan nilainya secara tegas dipisahkan antara
    yang menjadi tanggung jawab PT. THE dan DEC Co.Ltd.
    1.2. Pengumuman pemenang tender oleh PT. TBBA menunjuk PT. TJE dan DEC Co.Ltd. sebagai
    Joint Operation. Kontrak pekerjaan selanjutnya ditandatangani antara JO PT. TBBA – DEC
    Co.Ltd. sebagai kontraktor dan PT. TBBA sebagai pemilik proyek.
    1.3. Segera telah PT. TBBA – DEC Co.Ltd. ditunjuk sebagai pemenang, PT. TBBA – DEC Co.Ltd.
    masing-masing mengajukan Bank Garansi (Performance Bond) kepada PT. TBBA secara
    proporsional sesuai scope pekerjaan masing-masing.
    1.4. Perjanjian antara PT. TBBA – DEC Co.Ltd. sendiri hanya menyangkut koordinasi dan
    pembagian kerja sesuai dengan scope dan harga yang telah disepakati oleh PT. TBBA.
    Dalam perjanjian tersebut sama sekali tidak disebutkan adanya profit sharing (pembagian
    laba) seperti pada umumnya Joint Operation karena pada dasarnya kerjasama ini hanya
    bersifat administratif untuk kepentingan koordinasi.
    1.5. Sehubungan dengan hal tersebut, PT. THE memohon izin pengecualian agar atas kerjasama
    ini tidak perlu memperoleh NPWP sebagai Joint Operation.

    2. Berdasarkan Article 3 Paragraph 3.3. dari kontrak yang bersangkutan dapat diketahui bahwa invoice
    harus diterbitkan atas nama Joint Operation.

    3. Ketentuan yang berkenaan dengan permasalahan tersebut :
    3.1. Pajak Pertambahan Nilai
    a. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana
    telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak
    Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN)
    disebutkan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
    kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
    meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
    Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
    koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
    organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap,
    dan bentuk badan lainnya.
    b. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000
    disebutkan bahwa dalam rangka pengukuhan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena
    Pajak, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN adalah bentuk kerjasama operasi.
    3.2. Pajak Penghasilan :
    a. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
    Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 16 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang
    pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan
    perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk memungut
    pajak atau pemotong pajak tertentu;
    b. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang KUP, yang dimaksud dengan badan
    adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
    melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
    terbatas, persekutuan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
    atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, danan
    pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
    politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
    lainnya;
    c. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
    Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
    17 Tahun 2000, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan
    sehubungan dengan pekerjaan bebas, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam
    bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,
    wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium,
    tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
    yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
    d. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak
    Penghasilan, atas penghasilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal tersebut dengan
    nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan
    pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
    usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada :
    – Wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
    – Wajib pajak luar negeri
    Dipotong pajak (PPh Pasal 23/26) oleh pihak yang wajib membayarkan.

    4. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    4.1. Pajak Pertambahan Nilai
    Mengingat berdasarkan kontrak invoice harus diterbitkan atas nama Joint Operation, maka
    Joint Operation antara PT. TBBA – DEC Co.Ltd. harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
    Pajak.
    4.2. Pajak Penghasilan
    Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan, Joint Operation bukan
    merupakan Subjek Pajak namun tetap wajib memiliki NPWP apabila memenuhi kriteria
    sebagai pemotong pajak yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, maupun PPh Pasal 26.

    Demikian untuk dimaklumi.

    Direktur Jenderal,

    ttd.

    Hadi Poernomo
    NIP. 060027375

    Tembusan :
    1. Direktur Peraturan Perpajakan
    2. Direktur Pajak Penghasilan

Viewing 1 - 4 of 4 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now