Forum Ortax › Forums › PPh Badan › BARANG RUSAK
Bersama ini kami ingin megajukan beberapa pertanyaan:
1) Perusahan kami bergerak dalam bidang produksi komponen elektronik dimana proses produksinya tergolong rumit dan tingginya prosentase barang rusak selama proses produksi maupun produk jadi yang ternyata tidak berfungsi (produk gagal/waste). Semua barang rusak dan waste tersebut secara nyata tidak dapat digunakan lagi dan tidak bisa (tidak laku) dijual.
Secara perhitungan harga pokok/akuntansi harga pokok barang rusak tersebut sudah dibiayakan/ditanggung oleh barang baik (Misal : produksi = 10; yang rusak = 3 ;yang baik = 7, maka harga pokok dari 3 barang rusak tersebut sudah ditanggung oleh 7 barang yang baik).
Secara laporan akuntansi yang sudah diaudit KAP memang barang rusak sudah tidak ada/tidak tampak di laporan keuangan, karena kita tidak menganggap sebagai persediaan lagi (HPP nya masuk/ditanggung oleh barang baik). Secara fisik barang rusak tersebut masih kami simpan/masih ada (kami packing, beri label barang tidak baik dan kami segel). Dan tentu saja kami simpan terpisah dari barang produksi yang baik.
Perusahaan kami selalu terkendala dalam proses pemeriksaan pajak mengenai perlakuan barang rusak maupun waste tersebut. Pemeriksa (Fiskus) selalu meng-adjust barang rusak maupun waste tersebut sebagai penjualan lokal (Berdampak pada PPh 29 dan PPn K).
Berdasarkan Laporan Keuangan yang sudah diaudit KAP, pihak KANWIL DJP JATIM I menolak keberatan kami atas adjustment pemeriksa (Fiskus) tersebut dan menyarankan kami untuk memusnakan barang rusak dan waste tersebut dengan disertai berita acara pemusnahan serta disaksikan oleh pihak ke 3 (tiga) seperti notaris, atau polisi, atau lurah, atau pihak ketiga lainnya yang bersifat independen.
Dengan ditolaknya keberatan kami di KANWIL DJP JATIM I, maka kami berencana untuk mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Karena secara arus uang, kami sudah benar, hasil pemeriksaan dan yang telah dilaporkan oleh kami sudah sesuai.
Pertanyaan:
a) Apakah sebaiknya kami memusnahkan barang rusak dan waste tersebut sebelum kami mengajukan banding ke pengandilan pajak, tentu saja dilengkapi berita acara pemusnahan dan saksi dari pihak ketiga. Atau kami memusnahkan barang rusak dan waste tersebut ketika sidang di Pengadilan Pajak tersebut berlangsung (mengingat barang rusak tersebut dapat dijadikan barang bukti di Pengadilan Pajak). Mana yang seharusnya kami lakukan?
b) Mohon informasi mengenai tata cara pemusnahan barang rusak dan waste yang benar secara aturan Perpajakan di Indonesia yang masih berlaku hingga saat ini dan dasar aturan atau Undang-Undang-nya (Aturan dan/atau UU Perpajakan pada umumnya).
c) Apakah terdapat perbedaan aturan mengenai tata cara pemusnahan barang rusak dan waste tersebut antara perpajakan pada umumnya dengan aturan atau Undang-Undang yang berlaku di Pengadilan Pajak? Jika terdapat perbedaan, dimanakah letak perbedaannya dan dasar aturan atau Undang-Undangnya (Aturan dan atau UU Pengadilan Pajak)
d) Untuk kedepannya, bagaimana perlakuan pengakuan dan perhitungan secara Akuntansi Perpajakan yang dibenarkan/seharusnya menurut Peraturan Pajak yang berlaku mengenai barang rusak/gagal produksi (waste) tersebut beserta dasar aturan dan Undang-Undang-nya, baik secara Perpajakan pada umumnya maupun secara Pengadilan Pajak?
Demikian hal yang ingin kami tanyakan. Besar harapan kami untuk segera mendapat jawaban yang jelas mengenai peraturan yang berlaku ini. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu kami ucapkan terimakasih.
Terimakasih.
- Originaly posted by KDC:
Pemeriksa (Fiskus) selalu meng-adjust barang rusak maupun waste tersebut sebagai penjualan lokal
rekan kdc, dr mana fiskus bisa tahu ada brg rusak/waste, padahal kan sudah tidak ada
di lap keu??? apa mereka observasi fisik???
salam. kalau menurut saya sih barang waste tadi dimusnahkan setelah hasil pengadilan keluar saja…siapa tahu pada saat pengadilan, diperlukan sebagai barang bukti..daripada salah terlanjur dimusnahkan…
btw…penasaran, kenapa barang waste nya disimpan aja?kok ngga dibuang/dimusnahkan aja?kan ngabis2in tempat di gudang… 🙂- Originaly posted by KDC:
a) Apakah sebaiknya kami memusnahkan barang rusak dan waste tersebut sebelum kami mengajukan banding ke pengandilan pajak, tentu saja dilengkapi berita acara pemusnahan dan saksi dari pihak ketiga. Atau kami memusnahkan barang rusak dan waste tersebut ketika sidang di Pengadilan Pajak tersebut berlangsung (mengingat barang rusak tersebut dapat dijadikan barang bukti di Pengadilan Pajak). Mana yang seharusnya kami lakukan?
tidak perlu
koreksi yang dilakukan pemeriksa menurut saya tidak wajar.
Kenapa?
Barang rusak tersebut toh masih ada dan tidak ada bukti bahwa penjualan telah dilakukan?.
Logika bahwa keberadaan barang rusak tersebut dapat menambah penjualan bisa diterima. Sebab, barang2 tersebut toh memang masih laku dijual walau dengan harga sangat murah.
Namun demikian, karena barangnya masih ada, koreksi yang dilakukan tidak berdasar.
Logika bahwa barang rusak dapat bakal menambah PPN keluaran dapat diterima. Sebab, dijual atau diberikan cuma2 akan menimbulkan PPN K. Masalahnya sekarang, barang rusak tersebut masih ada semua. Koreksi yang dilakukan sangat prematur.Originaly posted by KDC:b) Mohon informasi mengenai tata cara pemusnahan barang rusak dan waste yang benar secara aturan Perpajakan di Indonesia yang masih berlaku hingga saat ini dan dasar aturan atau Undang-Undang-nya (Aturan dan/atau UU Perpajakan pada umumnya).
c) Apakah terdapat perbedaan aturan mengenai tata cara pemusnahan barang rusak dan waste tersebut antara perpajakan pada umumnya dengan aturan atau Undang-Undang yang berlaku di Pengadilan Pajak? Jika terdapat perbedaan, dimanakah letak perbedaannya dan dasar aturan atau Undang-Undangnya (Aturan dan atau UU Pengadilan Pajak)Pakai berita acara yang ditandatangani oleh aparat pemerintahan setempat juga sudah memenuhi syarat kok.
Salam
Sepertinya pihak fiskus juga sedang mencari2 kesalahan, jadi lebih baik dokumen2 yang berkaitan terutama untuk kartu stok mungkin lebih diperketat. Apalagi yang berkaitan dengan mutasi barang di proses produksi.