Forum Ortax › Forums › PPh Badan › Bonus kepada customer sebagai apa?
Bonus kepada customer sebagai apa?
Rekan2..minta saran nih…
PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
Pertanyaan saya:
1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.Terima kasih
Rekan2..minta saran nih…
PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
Pertanyaan saya:
1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.Terima kasih
Rekan2..minta saran nih…
PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
Pertanyaan saya:
1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.Terima kasih
bonusnya atas jasa apa ?
bonusnya atas jasa apa ?
bonusnya atas jasa apa ?
kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya
kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya
kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya
@ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
@ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…Tks
@ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
@ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…Tks
@ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
@ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…Tks
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
30 Desember 2005SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 1112/PJ.322/2005TENTANG
PERTANYAAN PENGENAAN PPN ATAS INSENTIF/BONUS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 09 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:1. Surat Saudara pada dasarnya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Kenyataan di lapangan pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan yang terjadi pada
beberapa produsen seperti ABC, BCA, PQR, dll kepada dealer/distributornya tidak
diperhitungkan secara jelas dan transparan dengan jumlah yang signifikan. Atas pemberian
insentif/bonus/hadiah dan penghargaan ini tidak dikenakan PPN tetapi hanya dipotong PPh
Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi atau PPh Pasal 23 untuk Wajib Pajak Badan, berdasarkan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi
Kewajiban Pemotong PPh dan PPN Dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan;
b. Saudara memohon penjelasan dan penegasan apakah atas pemberian insentif/bonus/hadiah
dan penghargaan, merupakan objek PPN mengingat margin Laba Kotor yang diperoleh
distributor hanya sekitar 5%. Seringkali terjadi margin tersebut lebih kecil bahkan hingga 0%,
sehingga Pajak Keluaran = Pajak Masukan. Kondisi tersebut menyebabkan PPN terutang lebih
kecil hingga nihil, padahal dealer menerima bonus/insentif/hadiah dan penghargaan.2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain:
a. Pasal 1A ayat (1) huruf d, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena pajak.
Dalam memori penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d disebutkan bahwa pemberian cuma-cuma
diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli.
b. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
– Huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
– Huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian cuma-cuma
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 3, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan
pemberian cuma-cuma adalah Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa
imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
b. Pasal 4:
– Ayat (1), atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak Pertambahan Nilai
dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
– Ayat (5), Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor.
c. Pasal 5 ayat (1), disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas pemakaian sendiri dan
atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak produksi sendiri yang tergolong mewah, juga
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.4. Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan insentif adalah penghargaan yang diberikan
terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan.5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan dari main dealer kepada dealer/distributor
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya atau imbalan prestasi terutang PPN.
b. Dalam hal bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk Barang Kena
Pajak, maka atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut termasuk dalam
kategori pemberian cuma-cuma dan atas penyerahannya terutang PPN dan PPnBM
sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas, serta harus diterbitkan Faktur Pajak.Demikian disampaikan.
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,
ttd.
HERRY SUMARDJITO
NIP 060061993DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
30 Desember 2005SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 1112/PJ.322/2005TENTANG
PERTANYAAN PENGENAAN PPN ATAS INSENTIF/BONUS
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 09 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:1. Surat Saudara pada dasarnya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. Kenyataan di lapangan pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan yang terjadi pada
beberapa produsen seperti ABC, BCA, PQR, dll kepada dealer/distributornya tidak
diperhitungkan secara jelas dan transparan dengan jumlah yang signifikan. Atas pemberian
insentif/bonus/hadiah dan penghargaan ini tidak dikenakan PPN tetapi hanya dipotong PPh
Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi atau PPh Pasal 23 untuk Wajib Pajak Badan, berdasarkan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi
Kewajiban Pemotong PPh dan PPN Dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan;
b. Saudara memohon penjelasan dan penegasan apakah atas pemberian insentif/bonus/hadiah
dan penghargaan, merupakan objek PPN mengingat margin Laba Kotor yang diperoleh
distributor hanya sekitar 5%. Seringkali terjadi margin tersebut lebih kecil bahkan hingga 0%,
sehingga Pajak Keluaran = Pajak Masukan. Kondisi tersebut menyebabkan PPN terutang lebih
kecil hingga nihil, padahal dealer menerima bonus/insentif/hadiah dan penghargaan.2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain:
a. Pasal 1A ayat (1) huruf d, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena pajak.
Dalam memori penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d disebutkan bahwa pemberian cuma-cuma
diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli.
b. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
– Huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
– Huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian cuma-cuma
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 3, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan
pemberian cuma-cuma adalah Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa
imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
b. Pasal 4:
– Ayat (1), atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak Pertambahan Nilai
dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
– Ayat (5), Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor.
c. Pasal 5 ayat (1), disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas pemakaian sendiri dan
atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak produksi sendiri yang tergolong mewah, juga
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.4. Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan insentif adalah penghargaan yang diberikan
terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan.5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan dari main dealer kepada dealer/distributor
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya atau imbalan prestasi terutang PPN.
b. Dalam hal bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk Barang Kena
Pajak, maka atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut termasuk dalam
kategori pemberian cuma-cuma dan atas penyerahannya terutang PPN dan PPnBM
sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas, serta harus diterbitkan Faktur Pajak.Demikian disampaikan.
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,
ttd.
HERRY SUMARDJITO
NIP 060061993