Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › ganti metode perhitungan PPh 21
ganti metode perhitungan PPh 21
mohon bantuan rekan ortax
PT A menanggung PPh 21 atas karyawan nya sebagai biaya pajak (karena perusahaan masih rugi)
tahun berikutnya perusahaan sepakat dengan karyawannya
bahwa pph 21 dipotong dari karyawan.
bolehkah ? jika dikoreksi fiskus , atas dasar apa?
trims ya…rekan….tdk dikoreksi fiskus krn kebijakan gross up atau tdk adalah kebijakan internal perush
- Originaly posted by gustian62:
tdk dikoreksi fiskus krn kebijakan gross up atau tdk adalah kebijakan internal perush
Setuju…
DJP tidak mempersoalkan adanya perbedaan kebijakan internal WP.Tetapi perlu diingat yang diperbolehkan itu adalah Tax Planning/Tax Avoidance (mengurangi beban pajak secara legal). TAPI BUKAN Tax evasion (mengurangi beban pajak secara ilegal/melanggar ketentuan.
wassalam
kalau pph 21 di potong dari karyawan, otomatis tidak ada biaya pajak lagi dunk,,jadi tidak ada koreksi,,yg aneh nya kalau emang dipotong PPh 21 dari karyawan tapi di perusahaan masih ada biaya pajak, pasti dikoreksi.
boleh
jadi rekan ..
misal tahun pertama karena masih rugi dan HRD belon ada kesepakatan dg karyawan (pph 21 terpaksa perusahaan yg nanggung) . agar irit kas flow tidak digros up tapi masuk biaya pajak.
trus tahun kedua karena sudah untung (kasflow bagus) PPh 21 digros up
agar hemat di PPh 25.
tahun ke tiga : beban gaji berat , n perusahaan memotong PPh 21 dr karyawan
demikian mohon koreksi…….trim
salam ortax- Originaly posted by raharjo:
misal tahun pertama karena masih rugi dan HRD belon ada kesepakatan dg karyawan (pph 21 terpaksa perusahaan yg nanggung) . agar irit kas flow tidak digros up tapi masuk biaya pajak.
PPh Ps 21 ditanggung pemberi kerja, tidak dapat dibiayakan.
Originaly posted by raharjo:trus tahun kedua karena sudah untung (kasflow bagus) PPh 21 digros up agar hemat di PPh 25.
Harap diingat, gross up di sini dimaksudkan adalah pemberian tunjangan PPh Ps 21 kpd karyawan sebesar pajak terutang, tunjangan ini dapat di biayakan.
Originaly posted by raharjo:tahun ke tiga : beban gaji berat , n perusahaan memotong PPh 21 dr karyawan
Tidak timbul biaya pajak karyawan..
jadi gak pa pa ..pak bengawan? apa tidak dianggap tidak konsisten
jangan jangan nanti pengakuan biaya dan pendapatan juga tidak konsisten
nah nii…..fiskus bisa berpikir seperti ini…Saya mwo numpang kasih pendapat kps rekan raharjo
Berdasarkan ilustrasi pertanyaan dan jawaban (pa Begawan), disini saya lihat tidak ada maksud/upaya untuk menghindari pajak ataupun upaya untuk melanggar pajak coz pers toh masih bayar pajak. Artinya kalo gak kena di pph21 yach kena di PPh badan ataupun sebaliknya…
Perlu diingat dan diperhatikan dalam Tax Planning adalah upaya memperkecil jumlah pembayaran pajak tetapi tetap tidak melanggar ketentuan perpajakan dan secara bisnis masuk akal (bagian dari manajemen pers.).
Pun demikian seandainya dipertanyakan oleh fiskus saya yakin Anda dapat menjawabnya dan saya pun yakin pihak fiskus tidak punya dasar untuk membuat opini sendiri bahwa Anda Telah Melanggar Peraturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 UU KUP tahun 2007.
wassalam
sekedar nambahi aja, asal data ataupun catatan yg kita buat udah memadai dalam bingakai PSAK dan Tax Accountingnya rasanya gak perlu takut fiskus kasih opini apa.
Saya setuju dengan rekan begawan5060
PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan maka bagi pihak pegawai bukan merupakan objek pajak pasal 21, maka jika perusahaan membiayakan PPh Pasal 21 yang ditanggung tersebut maka oleh pemeriksa pajak tentu akan dikoreksi positif. Beda dengan perusahaan memberikan tunjangan PPh Pasal 21 (dengan metode gross up) bagi pegawai tunjangan PPh 21 tersebut akan menjadi objek PPh Pasal 21, sehingga dapat dibiayakan perusahaan.
Maslah ketidakkonsistenan ini, kalo meurut saya bukan masalah selama sesuai dengan ketentuan perpajakn yang berlaku sah2 saja. Tapi ya itu tadi PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan itu tidak boleh dibiayakan.
- Originaly posted by raharjo:
jadi gak pa pa ..pak bengawan? apa tidak dianggap tidak konsisten
jangan jangan nanti pengakuan biaya dan pendapatan juga tidak konsisten
nah nii…..fiskus bisa berpikir seperti ini…Sangat tidak apa-apa…
Konsisten (taat asas) tidak dapat diartikan seperti kasus di atas.
Taat asas antara lain dalam hal metode pembukuan, penilaian persediaan, penyusutan, dsb
Sebagai misal tahun ini ada biaya X, apakah tahun berikutnya harus ada biaya X?