Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › PPh atas insentif PNS pemda,Final???
PPh atas insentif PNS pemda,Final???
Jika PNS pemda SETIAP BULAN menerima INSENTIF diluar gaji rutin PNS, Kena PPh 21 Final 15% atau tarif PPh 21 pasal 17 (1)a (lapisan tarif). Mohon pendapat teman krn terjadi di semua pemda dan semua bingung,trims
kalo dananya dari APBN/APBD dan dibayarkan kepada PNS gol III keatas maka jelas dikenakann PPh pasal 21 Final 15 %.
nah apabila insentif tersebut diberikan kepada gol II ke bawah maka tidak kena tarif final tersebut diatas tapi masing2 pegawai gol II ke bawah tersebut apabila penghasilannya setahun diatas PTKP dan telah berNPWP maka di SPT tahunan nya insentif tersebut dilaporkan, sehingga SPT tahunannnya tidak nihil, tapi kurang bayar karena ada penghasilan lain berupa insentif tersebut.
nah….kadang2 di akhir tahun PNS gol II kebawah tidak mau melaporkan sPT kurang bayar, tetapi pingin nihil jg dan tiidak mau bayar pajak lagi. itu yang keliru. maka solusinya bendahara ketika bayar insentif ke PNS gol II ke bawah, dipotong PPh saja, biar diakhir tahun PNS tersebut tidak repot BAYAR PAJAK LAGI. tapi motongnya pake tarif terendah sesuai pasal 17 yaitu 5%.
diluar gaji dikenakan 15% final…. dan untuk golongan IId kebawah ditanggung pemerintah istilahnya…
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 45 TAHUN 1994TENTANG
PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
Pasal 1
(1) Atas penghasilan yang diterima oleh :1. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya;
2. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
3. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun ;yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang ditanggung pemerintah.
(2) Atas penghasilan yang diterima Pejabat Negara,Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana disebut pada ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.Pasal 2
(1) Atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dihitung Pajak Penghasilan yang terutang dan ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang tersebut.
(2) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen), dan bersifat final.Pasal 3
(1) Dalam hal Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, maka penghasilan lain tersebut ditambah dengan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1985 tentang Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan Tunjangan-tunjangan Lainnya yang Dibebankan kepada Keuangan Negara, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 26 Desember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di JAKARTA
Pada tanggal 26 Desember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,ttd
M O E R D I O N OLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 74
PENJELASAN
ATASPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 45 TAHUN 1994TENTANG
PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH
UMUM
Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan berupa gaji, upah, uang pensiun, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
Namun mengingat bahwa pemotongan tersebut akan mengurangi gaji, upah, uang pensiun, dan sebagainya yang diterima atau diperoleh para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya,sedangkan pada umumnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah tersebut belum mencapai suatu tingkat yang memadai, maka pemerintah selaku pemberi kerja memandang perlu untuk menanggung Pajak Penghasilan yang terutang oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan pensiunan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 yang ditanggung pemerintah diberikan hanya kepada :1. Pejabat Negara atas gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji kehormatan atau imbalan tetap sejenisnya;
2. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atas gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
3. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya atas uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiunbaik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah selaku pemberi kerja adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan berupa gaji, uang pensiun, dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji dan uang pensiun tersebut yang dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
Apabila Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan merangkap juga sebagai Pejabat Negara, maka penghasilan yang diterima baik berupa gaji atau uang pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, maupun penghasilan berupa gaji kehormatan dan tunjangan lainnya selaku Pejabat Negara sebagaimana tersebut diatas, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang juga ditanggung pemerintah selaku pemberi kerja.
Ayat (2)
Adakalanya Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, disamping menerima penghasilan yang bersifat tetap seperti gaji kehormatan, gaji dan tunjangan lainnya dan uang pensiun sebagaimana diuraikan di atas,menerima pula penghasilan yang sifatnya tidak tetap antara lain berupa honorarium, dan imbalan lain dengan nama apapun dari dana yang dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Oleh karena penghasilan-penghasilan yang sifatnya tidak tetap seperti honorarium dan imbalan lain tersebut hanya diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan tertentu saja, maka atas penghasilan dimaksud dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Namun demikian penghasilan serupa yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tidak dipotong pajaknya oleh karena penghasilan berupa gaji ditambah dengan honorarium dan sebagainya yang diterimanya dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah pada umumnya masih dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).Pasal 2
Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, imbalan dalam bentuk kenikmatan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dari pemerintah, tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan merupakan kenikmatan bagi mereka dan tidak ditambahkan sebagai penghasilan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.Ayat (2)
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) yang diterima Pejabat Negara,Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen) dari penerimaan bruto, dan bersifat final.Pasal 3
Ayat (1) dan ayat (2)
Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya mempunyai penghasilan lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, pengenaan Pajak Penghasilan yang terutang dihitung berdasarkan gunggungan penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) dan penghasilan lain dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) merupakan kredit pajak terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seberdasarkan penjelasan ayat 2 PP yang disampaikan rekan hanif PNS gol II kebawah memang tidak dipotong pajak (bukan pphnya ditanggung pemerintah khan !!!) artinya penghasilan tersebut TETAP TERUTANG pajak HANYA TIDAK USAH DIPOTONG PAJAK SAJA OLEH BENDAHARAWAN. jadi di akhir tahun tetap digunggungkan/ ditambahkan sebagai penghasilan pada SPT tahunan jika gol II ke bawah tersebut berNPWP dan menyampaikan SPT tahunan.
perlu diingatkan bahwa latar belakang kenapa gol II ke bawah tidak dipotong pajak sesuai dengan penjelasan ayat 2 PP diatas adalah
""Namun demikian penghasilan serupa yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tidak dipotong pajaknya oleh karena penghasilan berupa gaji ditambah dengan honorarium dan sebagainya yang diterimanya dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah pada umumnya masih dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)""dengan gaji sekarang PNS gol II rata2 diatas PTKP, jadi mungkin tidak terlalu menyalahi aturan apabila dipotong bendahara, cuma mungkin tidak final dan dikenakan tarif yang terendah saja yaitu 5% biar di akhir tahun PNS tersebut tidak terlalu berat kalo harus bayar pajak lagi atas tambahan honor tersebut…
mohon koreksinya
salam…….Bagi yang berpendapat final argumentasinya begini : insentif itu penghasilan di luar gaji sehingga disamakan dengan honorarium yang diterima PNS dari APBN/D (jelas final).
Bagi yg berpendapat pakai tarif pasal 17 (1)a : intesif itu memang penghasilan di luar gaji, tetapi diterima rutin dan tetap setiap bulan dan sudah dianggarkan di APBD,sehingga merupakan bagian dari penghasilan rutin, ole leh karena itu tidak final,sedangkan yang final itu hanya untuk penghasilan yg diterima insidentil.
Dua-dua pendapat diatas kuat,tp sy cenderung ke tidak final,karena :
"Penjelasan PP 45 Ayat (2)
Adakalanya Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, disamping menerima penghasilan yang bersifat tetap seperti gaji kehormatan, gaji dan tunjangan lainnya dan uang pensiun sebagaimana diuraikan di atas,menerima pula penghasilan yang sifatnya tidak tetap antara lain berupa honorarium, dan imbalan lain dengan nama apapun dari dana yang dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Oleh karena penghasilan-penghasilan yang sifatnya tidak tetap seperti honorarium dan imbalan lain tersebut hanya diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan tertentu saja, maka atas penghasilan dimaksud dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21"
bagaimana pendapat teman2..kalo menurut saya kalo pembayaran honor ke PNS gol III keatas aturannya sudah sangatlah jelas dan tidak bisa ditawar lagi (sesuai pula dengan PP 45 tersebut diatas ) bahwa dikenakan PPH final sebesar 15%.
SAMPAI SEKARANG ATURAN INI BELUM DICABUT.paling yang msh belum jelas bagaimana honor untuk gol II kebawah perpajakannya.
kalo pendapat saya sih untuk kemudahan, dikenakan aja tarif progresif dan tidak final (sesuai dengan argumen saya diatas)mohon koreksinya..
salam……IIIa keatas kena final 15%, 2d kebawah ditanggung pemerintah
kalo 2d kebawah ditanggung pemerintah agak kurang setuju, karena selama ini tidak ada ssp atas pembayaran PPh 21 atas honor diluar gaji yang dibayarkan oleh bendahara untuk menanggung pph 21 PNS gol 2d kebawah.
kalo SSP atas PPh 21 untuk gaji selama ini ada (berarti PPh 21 atas gaji memang ditanggung pemerintah)salam…..
Sebenarnyo pokok permaslahannya pada :
"tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya TETAP dan terkait dengan gaji"
Insentif itu kan tetap (setiap bulan) sehingga harusnya merupakan bagian dari penghasilan rutin sehingga tidak final.
Sedangkan untuk penghasilan tidak rutin seperti honor panitia pengadaan,uang sidang dll, jelas dipotong final 15% bagi gol 3A keatas,sedangkan gol 2D kebawah TIDAK DIPOTONG,namun pada SPT tahunan oleh PNS yg bersangkutan dilaporkan sebagai penghasilan lain2 yang akan menambah Penghasilan Kena Pajaknya. Jadi klo memang karena adanya Penghasilan lain tadi menyebabkan SPT tahunan gol 2D kebawah kurang bayar,baru disetor sendiri pajaknya.
Dengan demikian Pengahsilan PNS itu di bagi 3:
1. Gaji Pokok dan tunjangan2 (istri,anak,beras,suami) : PPh 21 Tidak Final Ditanggung Pemrintah
2. Tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya TETAP dan terkait dengan gaji : PPh 21 Tidak final DIPOTONG (tidak ditanggung pemerintah)
3. Pengahsil berupa honorarium dan imbalan lain yang sifatnya tidak tetap,sekali2 : Final 15% bagi 3A keatas,2D kebawah tidak dipotong,tapi masuk penghasilan lain dalam SPT tahunan. Jadi untuk 2D ga boleh dipotong bendahara karena ga ada aturannya, yang ditunggu kejujuran pegawainya di SPT tahunan.
Itulah pendapat saya,mohon koreksinya tapi mohon dengan dasar hukum yg ada, dan bukan didasarkan pada kebiasaan dan kenyataan sekarang di PNS. Trima kasih sebelumnya.Sebenarnyo pokok permaslahannya pada :
"tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya TETAP dan terkait dengan gaji"
Insentif itu kan tetap (setiap bulan) sehingga harusnya merupakan bagian dari penghasilan rutin sehingga tidak final.
Sedangkan untuk penghasilan tidak rutin seperti honor panitia pengadaan,uang sidang dll, jelas dipotong final 15% bagi gol 3A keatas,sedangkan gol 2D kebawah TIDAK DIPOTONG,namun pada SPT tahunan oleh PNS yg bersangkutan dilaporkan sebagai penghasilan lain2 yang akan menambah Penghasilan Kena Pajaknya. Jadi klo memang karena adanya Penghasilan lain tadi menyebabkan SPT tahunan gol 2D kebawah kurang bayar,baru disetor sendiri pajaknya.
Dengan demikian Pengahsilan PNS itu di bagi 3:
1. Gaji Pokok dan tunjangan2 (istri,anak,beras,suami) : PPh 21 Tidak Final Ditanggung Pemrintah
2. Tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya TETAP dan terkait dengan gaji : PPh 21 Tidak final DIPOTONG (tidak ditanggung pemerintah)
3. Pengahsil berupa honorarium dan imbalan lain yang sifatnya tidak tetap,sekali2 : Final 15% bagi 3A keatas,2D kebawah tidak dipotong,tapi masuk penghasilan lain dalam SPT tahunan. Jadi untuk 2D ga boleh dipotong bendahara karena ga ada aturannya, yang ditunggu kejujuran pegawainya di SPT tahunan.
Itulah pendapat saya,mohon koreksinya tapi mohon dengan dasar hukum yg ada, dan bukan didasarkan pada kebiasaan dan kenyataan sekarang di PNS. Trima kasih sebelumnya.setau saya tunda/tunjangan daerah diberikan tidak terikat/satu paket dengan gaji, mungkin analogi yang dekat dengan uang makan yang diterima oleh PNS, soal alasan kenapa IID tidak dipotong, saya setuju dengan rekan dyzs, alasan di PP yang di bawah PTKP sudah kurang relevan, kalo sudah masuk kantong kan susah buat keluarnya lagi, tp kalo buat motong 5%, saya tidak setuju, tunggu ganti aturannya aj, biar ada kepastian hukum nya…
mohon koreksi,- Originaly posted by gandiwongkito:
Adakalanya Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, disamping menerima penghasilan yang bersifat tetap seperti gaji kehormatan, gaji dan tunjangan lainnya dan uang pensiun sebagaimana diuraikan di atas,menerima pula penghasilan yang sifatnya tidak tetap antara lain berupa honorarium, dan imbalan lain dengan nama apapun dari dana yang dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Oleh karena penghasilan-penghasilan yang sifatnya tidak tetap seperti honorarium dan imbalan lain tersebut hanya diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan tertentu saja, maka atas penghasilan dimaksud dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21"
rekan gandi…
aturannya janga dibaca sepotong-sepotong. Pemahamannya akan berbeda.
coba baca penjelasan pasal 2 dan pasal 3 secara lengkap
untuk penghasilan yang diterima oleh PNS diluar gaji atau tidak terkait dengan gaji yang dananya berasal dari APBN/ APBD akan dipotong PPh 21 dengan tarif 15% final bila diterima oleh PNS dengan golongan III keatas.
Bila penerimanya adalah PNS golongan II kebawah, tidak dipotong PPh 21.Tidak dipotong tidak berarti bukan objek pajak.
Penghasilan tersebut oleh PNS golongan II tersebut harus dilaporkannya dalam SPT Tahunan OPnya. Dengan demikian, bila terjadi pajak kurang bayar, dia yang harus membayarnya sendiri.Satu hal lagi yang harus dpahami adalah bahwa PP 45 Tahun 1994 ini hanya mengatur pengenaan PPh yang diterima oleh PNS dan dananya berasal dari APBN atau APBD.
Diluar itu, maka, yang berlaku adalah ketentuan umum (saat ini adalah PMK 252 Tahun 2008, PERNo. 31 Tahun 2009 sebagaimana telah dirubah dengan PER No. 57 Tahun 2009)Demikian rekan gandi…
mohon koreksinyaSalam
Tambahan
Jangan kaitkan penghasilan tersebut rutin atau tidak rutinnya. Sebab, aturannya tidak begitu.
Aturan yang ada hanya menyatakan bahwa terkait atau tidaknya dengan gaji.
Nah, ukuran yang ada saat ini adalah bahwa penghasilan itu terkait dengan gaji bila masuk dalam aprah gaji. Lain dari itu, dianggap tidak ada kaitannya dengan gaji.KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 636/KMK.04/1994TENTANG
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL,
ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUN ATAS PENGHASILAN
YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAHPasal 1
(1) Penghasilan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa gaji kehormatan gaji atau uang pensiun dan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan ditanggung oleh pemerintah selaku pemberi kerja.
(2) Yang dimaksud dengan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tunjangan yang sifatnya tetap yang diberikan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan, termasuk :1. tunjangan keluarga;
2. tunjangan jabatan struktural dan fungsional;
3. tunjangan pangan;
4. tunjangan khusus, termasuk tunjangan khusus Irian Jaya, tunjangan khusus Timor Timur, dan tunjangan khusus lainnya.Pasal 2
(1) Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang membayarkan gaji kehormatan, gaji, dan uang pensiun, dan tunjangan lain yang terkait dengan gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-Undang tersebut dan mencantumkan dalam daftar gaji, atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lainnya yang berkaitan dengan pemberian imbalan kepada pegawai.
(2) Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang membayarkan penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain selain penghasilan yang dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan, wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto penghasilan tersebut, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
(3) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada penerima penghasilan tersebut.
(4) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.Pasal 3
(1) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah yang dihitung dan tercantum dalam daftar gaji, atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lain yang berkaitan dengan imbalan yang diberikan kepada pegawai, yang diajukan oleh Bendaharawan Pemerintah, Bendaharawan Persero Taspen, dan Bendaharawan ASABRI dan memindahbukukannya sebagai penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21.
(2) Bendaharawan pemerintah wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan mempergunakan Surat Setoran Pajak.
(3) Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia wajib :1. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
2. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.(4) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukannya pemotongan pajak
(5) Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong dan disetor kepada Kantor Pelayanan Pajak, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan dilakukannya pemotongan pajak.Pasal 4
(1) Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya menerima atau memperoleh penghasilan lain selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994, maka penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji atau uang pensiun, dan tunjangan-tunjangan tetap lainnya yang terkait dengan gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
(2) Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, dan uang hadir, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(2)
(3) tidak digunggungkan dengan penghasilan lainnya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Pajak Penghasilan Pasal 21 atas honorarium, uang perangsang, uang sidang, dan uang hadir yang telah dipotong Bendaharawan Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Anggaran baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 6
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 897/KMK.04/1985 tanggal 13 November 1985 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan para Pensiunan atas Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan Tunjangan-tunjangan Lainnya yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 50/KMK.04/1994 tanggal 12 Februari 1994 tentang Tidak dilakukannya Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Honorarium, Uang Perangsang, dan Imbalan Lainnya Yang Dibayarkan Kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d Ke bawah dan Anggota ABRI yang Berpangkat Pembantu Letnan Satu Ke bawah Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,ttd
MAR'IE MUHAMMAD
Salam