Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Tax treaty Singapura

  • Tax treaty Singapura

  • reni_risawati

    Member
    25 May 2010 at 3:04 pm
  • reni_risawati

    Member
    25 May 2010 at 3:04 pm

    Dear all rekan Ortax,

    mohon dibantu, jika saya mendapat invoice dari Singapura untuk Sewa atau Jasa lainnya apakah wajib dipotong PPh 26 dg tarif 20%?
    saya pernah mendengar, jika Pemberi Jasa dari Singapura itu mempunyai Certificate of Domicile (COD), tarif 20% itu tidak perlu diterapkan?
    adakah peraturan yg mengatur hal ini?
    terima kasih sebelumnya…

  • junjungansitohang

    Member
    25 May 2010 at 10:06 pm
    Originaly posted by reni_risawati:

    saya pernah mendengar, jika Pemberi Jasa dari Singapura itu mempunyai Certificate of Domicile (COD), tarif 20% itu tidak perlu diterapkan?
    adakah peraturan yg mengatur hal ini?

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 993/PJ.342/2004

    TENTANG

    PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS IMBALAN JASA KEPADA XYZ

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 07 September 2004 perihal tersebut di atas, dengan
    ini kami sampaikan hal-hal berikut ini :

    1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
    a. PT PQR (selanjutnya disebut sebagai PT ABC) memanfaatkan jasa XYZ (perusahaan
    Singapura) untuk menjadi perantara dalam penjualan 'pulp' di Indonesia sebagaimana
    tercantum dalam lampiran Letter of Agreement. Atas jasa tersebut PT ABC telah membayar
    "marketing fee" pada XYZ dan memotong serta memungut PPh Pasal 26 dengan tarif 15%
    sepanjang tahun 2002 dan 2003.
    b. Persetujuan kerjasama antara PT ABC dan XYZ dilakukan dalam dua tahap, yang pertama
    berlaku mulai 7 Januari – 31 Desember 2002, dengan XYZ sebagai agen pemasaran dan
    perdagangan "pulp" yang ditunjuk oleh PT ABC, selanjutnya PT ABC membayar XYZ,
    "marketing fee" pada tahun 2002 sebesar Rp. 2.055.875.821,00, serta mengenakan PPh Pasal
    26 sebesar 15% atau sejumlah Rp. 308.381.373,00.
    c. Persetujuan kedua antara PT ABC dan XYZ berlaku mulai 1 Januari – 31 Desember 2003,
    dengan PT ABC sebagai agen perdagangan yang ditunjuk oleh XYZ, namun PT ABC masih
    melakukan pembayaran "marketing fee" atas kontrak kedua tersebut pada tahun 2003
    sebesar Rp. 411.065.360,00, serta mengenakan PPh Pasal 26 sebesar 15% atau sejumlah
    Rp. 61.659.804,00.
    d. XYZ berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura
    mengajukan restitusi terhadap pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 15% atas imbalan jasa
    yang dibayar oleh PT ABC pada tahun 2002 dan tahun 2003.
    e. Saudara meminta penegasan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas
    pembayaran "marketing fee" PT ABC kepada XYZ.

    2. Pajak Penghasilan Pasal 26 :
    Pasal 26 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
    dengan UU Nomor 17 Tahun 2000 mengatur hal-hal sebagai berikut :
    a. Pasal 26 ayat (1) :
    "Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
    dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara
    kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
    Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua
    puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
    a. dividen;
    b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan
    jaminan pengembalian utang;
    c. royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    e. hadiah dan penghargaan;
    f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya."

    b. Pasal 26 ayat (4) :
    "Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
    dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
    kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
    Keuangan."

    c. Pasal 26 ayat (5):
    "Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) bersifat
    final, kecuali :
    a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
    dan huruf c;
    b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
    luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
    tetap."

    3. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura :
    a. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf i P3B Indonesia-Singapura, sebagai berikut :

    Article 5 Paragraph 2 (i)
    The term of "permanent establishment" shall include especially :
    "The furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise through an
    employee or other person (other than an agent of an independent status within the meaning
    of paragraph 7) where the activities continue within a Contracting State for a period or periods
    aggregating more than 90 days within a twelve month period".

    Berdasarkan Pasal 5 ayat (7) P3B Indonesia-Singapura diatur hal-hal sebagai berikut :

    Article 5 paragraph 7
    "An enterprise of a Contracting State Shall not be deemed to have a permanent establishment
    in the other Contracting State merely because it carries on business in that other state through
    a broker, general commision agent or any other agent of an independent status, where such
    persons are acting in the ordinary course of their business.

    However, when the activities of such an agent are devoted wholly or almost wholly on behalf
    of the enterprise, he shall not be considered an agent of an independent status within the
    meaning of this paragraph."

    b. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996
    tentang Penerapan P3B antara lain mengatur sebagai berikut :
    a) Butir 2 huruf a dan b :
    Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili
    (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi
    SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang
    membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak
    yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan
    yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat
    kedudukan WPLN tersebut.
    b) Butir 3 huruf a :
    SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra
    runding. Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan
    Pajak tempat WPLN yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan
    dengan SKD yang dibuat Competent Authority.

    4. Permohonan restitusi atas PPh Pasal 26 yang tidak seharusnya dipotong atau dipotong di atas tarif
    yang seharusnya dapat dilakukan jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :
    a. Terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Republik Indonesia dengan
    negara tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan;
    b. Memenuhi ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal
    29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Pajak Berganda (P3B), antara lain :
    1) Menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan
    di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut
    kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar
    penghasilan terdaftar. SKD tersebut diterbitkan oleh Competent Authority atau
    wakilnya yang sah di negara treaty partner;
    2) Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam P3B, atas jasa yang dilakukan di luar negeri
    oleh penduduk negara treaty partner, Indonesia tidak dapat mengenakan PPh atas
    imbalan jasa tersebut.
    c. Melakukan permohonan restitusi sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal
    Pajak Nomor SE-09/PJ.10/1994 tentang Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan
    dengan Ketentuan Dalam P3B, antara lain :
    1) Permohonan dilakukan secara tertulis oleh penerima pembayaran atau pihak lain
    yang diberi kuasa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak
    terdaftar, dengan menggunakan bentuk yang telah ditentukan dalam lampiran
    SE-09/PJ.10/1994, yang dilengkapi dengan nomor rekening bank kemana kelebihan
    pembayaran pajak dipindahkan;
    2) Permohonan dilampiri dengan Surat Keterangan Tarif (SKT) atau Surat Keterangan
    Bebas (SKB) atas objek pajak yang diajukan restitusinya;
    3) Dalam hal tidak ada SKT atau SKB, permohonan tersebut dilampiri :
    a) Surat Keterangan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang/
    competent authority dari negara treaty partner, yang menyatakan bahwa
    pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut pada saat
    penghasilan diterima betul-betul Wajib Pajak dalam negeri di negara treaty
    partner yang bersangkutan;
    b) Surat Kuasa (Power of Attorney) yang khusus untuk pengurusan restitusi
    tersebut, yang harus bermeterai cukup atau telah dilunasi dengan
    pemeteraian kemudian oleh Pejabat Pos, apabila pengurusan restitusi
    tersebut dilakukan oleh pihak lain;
    c) Bukti pemotongan PPh Pasal 26 asli yang dikeluarkan oleh pemotong pajak;
    d) Dokumen pendukung yang berkaitan dengan jenis pembayaran jasa:
    i. Letter of Agreement;
    ii. Surat pernyataan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut bahwa
    perusahaannya tidak mempunyai tempat usaha (fixed place of
    business) tertentu di Indonesia, dan;
    iii. Surat pernyataan dari pihak penerima jasa yang menyatakan bahwa
    jasa tersebut diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari jangka
    waktu yang ditetapkan (time test) dalam P3B antara RI dengan
    negara treaty partner yang bersangkutan.

    5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
    a. Sepanjang jasa yang diberikan oleh XYZ adalah jasa pemasaran yang dilakukan di wilayah
    Indonesia dan dilakukan selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka XYZ
    harus ditetapkan secara jabatan oleh KPP sebagai badan asing yang mempunyai bentuk
    usaha tetap (permanent establishment) di Indonesia., hak pemajakan atas jasa pemasaran
    yang diberikan oleh XYZ kepada PT ABC, dilakukan di Indonesia. Terhadap pembayaran
    "marketing fee"

  • junjungansitohang

    Member
    25 May 2010 at 10:08 pm

    5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
    a. Sepanjang jasa yang diberikan oleh XYZ adalah jasa pemasaran yang dilakukan di wilayah
    Indonesia dan dilakukan selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka XYZ
    harus ditetapkan secara jabatan oleh KPP sebagai badan asing yang mempunyai bentuk
    usaha tetap (permanent establishment) di Indonesia., hak pemajakan atas jasa pemasaran
    yang diberikan oleh XYZ kepada PT ABC, dilakukan di Indonesia. Terhadap pembayaran
    "marketing fee" tahun 2002 antara PT ABC ke XYZ (BUT yang ditetapkan oleh KPP) terutang
    PPh Pasal 23, dan pembayaran antara XYZ (BUT) kepada perusahaan Induknya, XYZ
    Singapura, terutang PPh Pasal 26 sebagai branch tax profit dengan tarif sebesar 15% sesuai
    P3B Indonesia-Singapura;
    b. Sesuai dengan Pasal 5 ayat 7 P3B Indonesia-Singapura sebagaimana tersebut di atas, XYZ
    tidak akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sepanjang perusahaan
    tersebut menjalankan usahanya melalui seorang makelar, komisioner atau setiap agen
    independen, selama pihak-pihak tersebut bertindak bebas. Dalam hal kegiatan PT ABC,
    selaku agen dari XYZ, secara keseluruhan atau sebagian besar diperuntukkan bagi
    kepentingan XYZ, maka PT ABC bukan merupakan agen yang independen, dan dianggap
    sebagai BUT.
    c. Ketentuan dalam P3B antara Pemerintah RI dan Singapura tersebut hanya akan berlaku
    apabila XYZ dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dari pejabat berwenang
    Singapura yang menerangkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 XYZ merupakan penduduk
    Singapura. Apabila XYZ tidak dapat menyerahkan SKD dimaksud, maka atas penghasilan jasa
    tersebut dikenakan PPh Pasal 26;

    Demikian untuk menjadi maklum.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR,

    ttd

    HERRY SUMARDJITO

    salam

  • reni_risawati

    Member
    31 May 2010 at 4:53 pm

    rekan junjungan,

    berarti, jika WPLN itu tdk punya COD, berarti kena tariff 20%
    sedangkan jika WPLN tsb punya COD, hanya kena tariff 10%

  • wannabewongkpp

    Member
    31 May 2010 at 5:31 pm

    sewa itu termasuk active income atau passive income ?

  • junjungansitohang

    Member
    31 May 2010 at 6:32 pm
    Originaly posted by reni_risawati:

    berarti, jika WPLN itu tdk punya COD, berarti kena tariff 20%

    benar, jika jasa pemasaran yg dilakukan WPLN tsb tidak melebihi 90 hari (time test) di Indonesia
    Namun, jilka melebihi time test, maka menjadi objek pemotongan pasal 23 (tarif 2%) , pemotongan pph dilakukan setelah WPLN tsb berubad status menjadi badan asing yg mpy bentuk BUT di Indonesia.

    Originaly posted by reni_risawati:

    sedangkan jika WPLN tsb punya COD, hanya kena tariff 10%

    bukan demikian, dg adanya cod tsb hak pemajakan sepenuhnya berada di s'pore pabila jasa yang diberikan di Indonesia tidak melebihi 90 hari (time test)
    jika melebihi time test, WPLN tsb dianggap sbg BUT dan ph.nya menjadi objek pemotongan pasal 23

    salam

Viewing 1 - 7 of 7 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now