Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › metode gross up
metode gross up
mohon bantuannya,
untuk perhitungan pph pasal 21 dengan metode gross up (ditunjang) ada diatur tidak di peraturan perpajakan…..????
Thank
- Originaly posted by geovani:
ada diatur tidak di peraturan perpajakan…..????
Coba rekan pelajari aturan ini
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 94 TAHUN 2010TENTANG
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN
PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALANDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dengan dilakukannya perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan;Mengingat :
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-ÂUndang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.BAB II
OBJEK PAJAKPasal 2
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-ÂUndang Pajak Penghasilan.Pasal 3
Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.
Pasal 4
(1) Agio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai pasar saham dan nilai nominal saham, tidak termasuk objek pajak.
(2) Disagio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan nilai pasar saham, bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto.Pasal 5
(1) Bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya, tidak termasuk sebagai objek pajak.
(2) Ketentuan terhadap bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yang merupakan Subjek Pajak luar negeri.Pasal 6
Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 7
(1) Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan atas surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.Pasal 8
(1) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan:
usaha;
pekerjaan; atau
kepemilikan atau penguasaan.(2) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima, dapat terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak.
(3) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi apabila terdapat hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut.
(4) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan atau penguasaan antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf c terjadi apabila terdapat:penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan.BAB III
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAKPasal 9
(1) Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
(2) Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
tidak termasuk objek pajak,tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
(3) Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
tidak termasuk objek pajak,diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Pasal 10
(1) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-ÂUndang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tersebut:
benar-benar telah dibayar; dan
berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.(2) Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan, harus dikapitalisasi dengan pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Pasal 11
(1) Biaya pengembangan tanaman industri yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun dan hanya 1 (satu) kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan pada saat hasil tanaman industri dijual.
(2) Biaya pemeliharaan ternak yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun dan hanya 1 (satu) kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pemeliharaan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan pada saat ternak dijual.Pasal 12
(1) Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.(2) Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi
- Originaly posted by Zullyanto:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 94 TAHUN 2010TENTANG
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN
PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALANpanjang amat…jadi yg mana pasal yg mengaturnya bung zul? (males baca)
Sekali lagi mohon bantuannya, jadi peraturan yang mana yang mengatur….?????
Thanks
- Originaly posted by geovani:
Sekali lagi mohon bantuannya, jadi peraturan yang mana yang mengatur….?????
Thanks
hanya ini aturan yang pernah memuatnya :
PP No. 138 Tahun 2000
Pasal 4Huruf a
Cukup jelasHuruf b dan huruf c
Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, baik penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan atau pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) maupun penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan, telah diperhitungkan dalam tarif pajak ataupun norma penghitungan yang berlaku untuk penghasilan tersebut. Oleh karena itu, biaya-biaya tersebut tidak boleh lagi dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan berdasarkan tarif umum.Huruf d
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 dapat ditanggung oleh pemberi penghasilan/pemberi kerja. Dalam hal PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi penghasilan/kerja, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, pajak tersebut diperlakukan sama seperti kenikmatan, yaitu sebagai bukan biaya pemberi kerja dan bukan penghasilan pegawai yang menerimanya. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) kecuali dividen yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang pajak tersebut ditambahkan (gross-up) pada penghasilan yang dipakai sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut.Contoh:
PT. ABC membayar bunga pinjaman kepada Bank di luar negeri sebesar Rp 100.000.000,00 yang sesuai dengan perjanjian Pajak Penghasilannya ditanggung oleh badan tersebut. Tarif pemotongan PPh Pasal 26 yang berlaku adalah 20%.
Dasar pengenaan PPh Pasal 26 =100
—–x Rp 100.000.000,00 = Rp 125.000.000,00
80PPh Pasal 26 yang terutang =
20% x Rp 125.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Jumlah biaya bunga yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto PT. ABC adalah sebesar Rp 125.000.000,00 (Rp 100.000.000,00 + Rp 25.000.000,00)Salam
- Originaly posted by geovani:
Sekali lagi mohon bantuannya, jadi peraturan yang mana yang mengatur….?????
kalo sepengetahuan saya sih ga ada, bisa dilogikan kalau pemberian tunjangan pajak itu sama saja dgn pemberian tunjangan lainnya yg dianggap sbg phasilan bagi karyawannya dan dapat dijadikan biaya bagi pemberinya
- Originaly posted by hangsengnikkei:
kalo sepengetahuan saya sih ga ada, bisa dilogikan kalau pemberian tunjangan pajak itu sama saja dgn pemberian tunjangan lainnya yg dianggap sbg phasilan bagi karyawannya dan dapat dijadikan biaya bagi pemberinya
Sependapat…
Gross up di sini artinya memberikan tunjangan pajak (atau menaikkan gaji), bukankah di Per-31 juga ada contoh tunjangan pajak?