Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPN dan PPnBM USULAN PPN CUKUP DIPUNGUT OLEH PABRIK KEPADA DISTRIBUTOR..

  • USULAN PPN CUKUP DIPUNGUT OLEH PABRIK KEPADA DISTRIBUTOR..

     roberth updated 15 years, 4 months ago 5 Members · 7 Posts
  • roberth

    Member
    26 February 2010 at 4:58 pm
  • roberth

    Member
    26 February 2010 at 4:58 pm

    rekan-rekan ortax,

    Karena mekanisme menghitung Pajak Keluaran – Pajak Masukan terlalu rumit dan perlu didukung oleh bukti faktur pajak yang belum tentu dapat dikeluarkan oleh Penjual kepada Pembeli maka bagaimana pendapat rekan-rekan kalau PPN itu cukup dipungut oleh Pabrik kepada Distributor saja (misalnya PPN dipungut 20 % atau 30 %), supaya para pedagang dibawahnya cukup menjual tanpa perlu menghitung-hitung pajak keluaran – pajak masukan yang pada akhirnya terjadi praktek karang mengarang karena bukti faktur pajak masukannya tidak mencukupi karena waktu membeli barang tidak diperoleh faktur pajak. Bagaimana rekan-rekan??

    Tks salam

  • budisasongko

    Member
    26 February 2010 at 9:29 pm

    rekan robert, PPN adalah pungutan pajak melalui mekanisme pemotongan pada distribusi barang. jadi setiap pembeli otomatis kena PPN. Permasalahanya adalah pada lini satu/distributor dipungut, pasti menjadi harga pokok jualnya, seterusnya hingga ke konsumen. Jadi meurut saya itu lebih ringan menguntungkan konsumen dari pada sekali pungut di distributor, mungkin teman lain menambah……?

    salam kompak

  • hanif

    Member
    26 February 2010 at 9:45 pm
    Originaly posted by budisasongko:

    rekan robert, PPN adalah pungutan pajak melalui mekanisme pemotongan pada distribusi barang. jadi setiap pembeli otomatis kena PPN. Permasalahanya adalah pada lini satu/distributor dipungut, pasti menjadi harga pokok jualnya, seterusnya hingga ke konsumen.

    tidak harus menjadi harga pokok rekan budi….
    Bila pembeli adalah PKP juga, maka, PPN yang dibayarnya bisa diperhitungkan/ dikreditkan dengan pajak keluarannya.

    Mengenai usulan tersebut, adanya kerumitan dalam hal menyediakan FP sebetulnya tidak akan terjadi bila kesadaran menyeluruh telah terjadi dikalangan pelaku bisnis.
    Potensi kerugian negara bila pengenaan PPN hanya sampai pada tingkat distributor pasti akan sangat besar. Sebab, saluran distribusi dari pabrikan sampai ketangan konsumen bisa lebih dari satu.
    Barangkali, hal yang perlu diperbaiki adalah kemudahan dalam pelaksanaannya. Dalam arti bahwa persyaratan yang sangat "rigid" dalam pembuatan faktur pajak yang hanya sedikit kesalahan langsung tidak bisa dikreditkan.
    Satu hal lagi yang perlu dilakukan oleh DJP adalah adanya semcam prosedur sederhana yang sudah terstandar dengan baik sehingga mudah untuk mempedomaninya.
    Yang terjadi sekarang, kalau kita bertanya ke AR, 5 AR bisa lima jawabannya. Inilah yang harus diperbaiki segera.

    Salam

  • begawan5060

    Member
    26 February 2010 at 9:52 pm
    Originaly posted by roberth:

    Karena mekanisme menghitung Pajak Keluaran – Pajak Masukan terlalu rumit dan perlu didukung oleh bukti faktur pajak yang belum tentu dapat dikeluarkan oleh Penjual kepada Pembeli maka bagaimana pendapat rekan-rekan kalau PPN itu cukup dipungut oleh Pabrik kepada Distributor saja (misalnya PPN dipungut 20 % atau 30 %), supaya para pedagang dibawahnya cukup menjual tanpa perlu menghitung-hitung pajak keluaran – pajak masukan yang pada akhirnya terjadi praktek karang mengarang karena bukti faktur pajak masukannya tidak mencukupi karena waktu membeli barang tidak diperoleh faktur pajak. Bagaimana rekan-rekan??

    Pertama kali PPN diundangkan, khan begitu… (UU No 8/1983) sehingga sesuai dengan sebutannya Pajak "Pertambahan" Nilai..
    Tetapi dalam perkembangannya berubah seperti sekarang ini, dengan demikian PPN dapat diartikan Pajak Konsumsi Dalam Negeri dan tujuannya adalah demi peningkatan penerimaan negara…
    Justru

  • junjungansitohang

    Member
    26 February 2010 at 10:11 pm

    pada tahun 1985 melalui SE-01/Pj.3/1985 sudah ada pembatasan antara pabrikan/importir dengan Penyalur(distributor) Utama dan Agen(distributor) Utama dalam kaitannya dengan pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

    Pertimbangan adalah adanya hubungan khusus diantara mereka, yang berpengaruh atas sistem perdagangan dan pemasaran Barang Kena Pajak yang bersangkutan.

    selengkapnya SE tsb sbb:
    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 01/PJ.3/1985

    TENTANG

    PENYALUR UTAMA DAN AGEN UTAMA (SERI PPN – 22)

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari para wajib pajak mengenai pengertian dan batasan Penyalur Utama dan Agen Utama dalam kaitannya dengan pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, maka bersama ini disampaikan penjelasan dan penegasan sebagai berikut :

    1. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a ke 4 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dicantumkan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Penyalur Utama atau Agen Utama dari Pabrikan atau Importir dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan ketentuan ini maka Penyalur Utama atau Agen Utama adalah Pengusaha Kena Pajak. Ditetapkan Penyalur Utama atau Agen Utama dari Pabrikan atau Importir sebagai Pengusaha Kena Pajak didasarkan pada pertimbangan adanya hubungan khusus diantara mereka, yang berpengaruh atas sistem perdagangan dan pemasaran Barang Kena Pajak yang bersangkutan. Pabrikan atau Importir adalah pihak yang menyuruh atau meminta atau memberikan hak kepada Penyalur Utama atau Agen Utama untuk memasarkan Barang Kena Pajak hasil produksinya atau yang diimpornya berdasarkan jenis barang dan/atau wilayah pemasaran tertentu menurut perjanjian bersama. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1983 (Pasal 1 huruf e) ditegaskan bahwa Penyalur Utama atau Agen Utama adalah orang atau badan yang dalam lingkungan usaha atau pekerjaannya, berdasarkan perjanjian dengan Pabrikan atau Importir, mempunyai hak atau kuasa untuk memasarkan Barang Kena Pajak yang dihasilkan atau diimpor Pabrikan atau Importir tersebut.
    2. Dengan demikian tidak semua orang atau badan yang langsung berhubungan (atau memperoleh Barang Kena Pajak yang akan dipasarkan) dengan Pabrikan atau Importir adalah Penyalur Utama atau Agen Utama. Mungkin mereka ini hanya pedagang yang menjadi salah satu Penyalur (Distributor) atau Agen dari suatu Pabrikan atau Importir. Mereka ini sebagai pedagang bisa menjadi Distributor atau Agen dari berbagai Pabrikan atau Importir. Dengan demikian mereka ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak dan karenanya tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    3. Dalam hubungannya dengan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka kelompok pengusaha tersebut hanya dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bila :
    1. Para pengusaha tersebut melaporkan usahanya sebagai Penyalur Utama atau Agen Utama dari suatu Pabrikan atau Importir;
    2. Pabrikan atau Importir dalam formulir bentuk KP PPN IB-2 melaporkan suatu perusahaan sebagai Penyalur Utama atau Agen Utamanya;
    3. Berdasarkan hasil penelitian atau data/alat keterangan ternyata pengusaha tersebut nyata-nyata bertindak selaku Penyalur Utama atau Agen Utama suatu Pabrikan atau Importir. Dalam hal demikian maka kepada pengusaha yang bersangkutan tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

    4. Perlu ditegaskan pula bahwa inisiatif dan aktivitas untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berada sepenuhnya pada wajib pajak sendiri (Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984). Kalau dalam tahap permulaan ini kepada calon atau yang diduga sebagai calon Pengusaha Kena Pajak disampaikan formulir KP PPN 1 A dengan lampirannya, maka hal ini dimaksudkan semata-mata untuk membantu para wajib pajak tersebut untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan agar para wajib pajak ini tidak sampai terkena sanksi sebagai akibat kelalaiannya atau karena memahami peraturan yang berlaku.
    5. Dalam rangka pengukuhan Penyalur Utama atau Agen Utama sebagai Pengusaha Kena Pajak, harap semua formulir KP PPN IB 2 (sebagai lampiran formulir KP PPN 1 A) yang telah Saudara terima kembali dari para wajib pajak diteliti dan selanjutnya nama Penyalur Utama/Agen Utama yang dicantumkan dalam formulir tersebut :
    1. diberi formulir KP PPN 1 B, kalau Penyalur Utama/Agen Utama tersebut terdaftar pada Inspeksi Pajak Saudara;
    2. disampaikan kepada Inspeksi Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan KP-Data-1, kalau Penyalur Utama/Agen Utama tersebut terdaftar pada Inspeksi Pajak lain.

    Demikianlah penjelasan dan penegasan mengenai Penyalur Utama/Agen Utama untuk dimaklumi.

    Harap penegasan ini disampaikan kepada para wajib pajak yang mengajukan masalah ini kepada Saudara.

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG,

    ttd
    Drs. DJAFAR MAHFUD

    salam.

  • roberth

    Member
    27 February 2010 at 4:36 am

    Originaly posted by Hanif,
    Potensi kerugian negara bila pengenaan PPN hanya sampai pada tingkat distributor pasti akan sangat besar. Sebab, saluran distribusi dari pabrikan sampai ketangan konsumen bisa lebih dari satu.

    Rekan Hanif,

    Memang kalau dikenakan PPN 10 % potensi kerugian besar, tapi kalau PPN nya dinaikkan misalnya menjadi 20 %, atau diadakan penelitian untuk menentukan berapa PPN yang harus ditetapkan supaya tidak terjadi kerugian negara kan bisa aja rekan?
    Tks, salam

Viewing 1 - 7 of 7 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now