Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Apakah Surat (S) bisa dijadikan acuan?

  • Apakah Surat (S) bisa dijadikan acuan?

     NIC updated 16 years ago 14 Members · 31 Posts
  • Rewa

    Member
    19 May 2009 at 4:44 pm
    Originaly posted by lingling:

    Kami diberi order oleh PT. A untuk memasang iklan di Media. Trus kami memasang iklan tsb di Koran X. Setelah Iklan tsb tayang lanjutnya Koran X menagih kami sebesar Rp 1jt. Kami lalu meneruskan tagihan tersebut ke PT. A ditambah Fee kami sebesar Rp 21rb (dua puluh satu ribu rupiah saja) sehingga total tagihan adalah 1jt + 21 rb = Rp 1.021.000. Oleh PT. A tagihan kami dibayar sebesar 1.021.000 dikurang 2% dari 1.021.000. Sedangkan kami ngotot minta dipotong 2% dari Rp 21 rb. Bisa dibayangkan, hasil kami jadi negatif!!!! dengan Peraturan baru ini.

    kenapa anda juga tidak memotong atas jasa iklan dari koran x?

  • lingling

    Member
    19 May 2009 at 4:51 pm

    Rekan rewa…
    Pihak koran pasti juga akan kami potong. Biasanya setelah kami dibayar oleh pengorder, barulah kami membayar ke media.
    Tidak masuk akalnya, sekarang mua pemberi order memotong dari bruto (cost plus fee) dan hal ini terjadi ke hampir semua perusahaan iklan (kecuali si pengirim "S" itu tentunya)

  • hanif

    Member
    19 May 2009 at 5:55 pm

    rasanya ndak ada yang aneh mbak.
    jumlah tagihan ke pengorder 1.021.000
    PPh 23 2% x 1.021.000 20.420
    diterima besih 1.00.580
    dibayar ke koran 1.000.000 – (2% x 1.000.000) 980.000
    Penerimaan bersih 20.580

    hasilnya kan sama juga dengan 21.000 – (2%x 21.000) = 20.580

    salam

  • hanif

    Member
    19 May 2009 at 5:58 pm

    agar pph 23 yang dipotong atas penghasilan yang betul-betul anda peroleh (21.000), pisahkan tagihannya.
    caranya, untuk tagihan koran, minta koran tersebut membuat tagihannya atas nama perusahaan pengorder, bukan atas nama perusahaan anda. selanjutnya untuk tagihan fee anda baru perusahaan anda yang membuat sebesar fee yang anda bebankan. dengan demikian dalam laporan keuangan anda, penghasilan yang dilaporkan hanyalah yang 21.000. tidak termasuk tagihan dari perusahaan koran.

    Salam

  • begawan5060

    Member
    19 May 2009 at 6:45 pm
    Originaly posted by hanif:

    rasanya ndak ada yang aneh mbak.
    jumlah tagihan ke pengorder 1.021.000
    PPh 23 2% x 1.021.000 20.420 –
    diterima besih 1.00.580
    dibayar ke koran 1.000.000 – (2% x 1.000.000) 980.000 –
    Penerimaan bersih 20.580
    hasilnya kan sama juga dengan 21.000 – (2%x 21.000) = 20.580

    Maaf rekan Hanif, sekilas penghitungan tsb benar, tetapi yang benar adalah :
    Diterima bersih = 1.021.000 – (2% X 1.021.000) = 1.000.580
    Dibayar ke koran = 1.000.000 – (2% X 1.000.000) = 980.000
    Setor ke negara (potongan PPh 23) = 20.000
    Sisa uang = 1.000.580 – 980.000 – 20.000 = 580

    Dapat duit = 21.000
    Sisa = 580
    Potongan Pajak = 21.000 – 580 = 20.420

  • hanif

    Member
    19 May 2009 at 8:08 pm

    iya ya. jadi dua kali dong pph 23nya disetor. trims rekan begawan.

    agar pph 23 yang dipotong atas penghasilan yang betul-betul anda peroleh (21.000), pisahkan tagihannya.
    caranya, untuk tagihan koran, minta koran tersebut membuat tagihannya atas nama perusahaan pengorder, bukan atas nama perusahaan anda. selanjutnya untuk tagihan fee anda baru perusahaan anda yang membuat sebesar fee yang anda bebankan. dengan demikian dalam laporan keuangan anda, penghasilan yang dilaporkan hanyalah yang 21.000. tidak termasuk tagihan dari perusahaan koran.

    Salam

  • NIC

    Member
    20 May 2009 at 11:11 am

    Surat (S) bukanlah dasar hukum. Surat hanyalah jawaban atas pertanyaan WP. Hierarki yang paling rendah sbg dasar hukum adalah SE. Walaupun demikian, Surat bisa dijadikan rujukan jika ada kasus lain yang sama.

  • Budianto

    Member
    20 May 2009 at 1:19 pm
    Originaly posted by lingling:

    Rekan rewa…
    Pihak koran pasti juga akan kami potong. Biasanya setelah kami dibayar oleh pengorder, barulah kami membayar ke media.
    Tidak masuk akalnya, sekarang mua pemberi order memotong dari bruto (cost plus fee) dan hal ini terjadi ke hampir semua perusahaan iklan (kecuali si pengirim "S" itu tentunya)

    rekan Lingling, surat "S" dari pihak lain tsb terbit tahun berapa ya ?
    mungkin kalau bisa di share disini.
    biar lebih jelas……. begitu lho.

  • EDDYPRASETYO

    Member
    20 May 2009 at 1:31 pm

    bisa dijadikan dasar hukum

  • lingling

    Member
    20 May 2009 at 3:52 pm

    Persis…
    Sedih…dari penghasilan yang hanya Rp 21rb tsb: diambil negara Rp 20.420 (yang katanya hanya untuk sementara) dan yg tersisa buat kami hanya Rp 580 (sedih).
    Oh ya perlu diberitahukan bahwa Deskripsi Invoice sudah sedemikian jelas memisahkan antara Cost dan Fee. Tetapi hampir semua Orang2 Tax lawan transaksi kami keukeuh bahwa DPP PPh Ps.23 adalah Nilai DPP PPN.
    Tentang Surat tersebut saya sudah membaca langsung tertanggal 30 April 2009 diterbitkan oleh KPP Madya di Jakarta. Saya hanya agak Khawatir apakah akan melanggar hukum jika saya mereleasenya di Forum ini….(soalnya saya pake nama asli neh). Jika tiba waktunya saya pasti akan sebutkan dalam waktu yang sangat dekat ini.
    Anyway thank you very much atas penjelasan seluruh rekan-rekan. Agaknya kepasrahan dan ke legowoan dalam menyumbang negara ini masih diperlukan ya.

  • akinya_najmee

    Member
    22 May 2009 at 2:22 pm
    Originaly posted by lingling:

    menunjukkan Surat DJP ke salah satu perusahaan yg sejenis yg menyatakn bahwa jika memenuhi syarat tertentu maka dipotong hanya dari Fee nya saja. Apakah Surat tsb bisa dijadikan Acuan?. Tqs

    miturut saya, ini mah;
    surat dirjen pajak teh… bisa atuh di buat acuan…
    hirearki.. (weleh2.. maksud saya tingkatan) acuan dari dirjen pajak itu sbb:
    1 peraturan dirjen pajak
    2 surat keputusan dirjen pajak
    3 surat edaran dirjen pajak
    4 instruksi dirjen pajak
    5 SURAT dirjen pajak

    ke seluruhan 'acuan' dari dirjen pajak itu biasanya memuat dasar hukum yg lebih tinggi hingga akhirnya menjadi kesimpulan dari surat dirjen pajak tsb,… jadi betul kata pak begawan, surat itu bisa jadi yurisprudensi jika saja seluruh kondisinya sama dengan surat dirjen pajak tsb, gitzu lho…

    btw, rekan lingling boleh gak dikasi tau no tgl surat dijen pajaknya?
    kbetulan saya punya 'tax electronic search' dari FLM,
    ane jd pengen tau lebih detil… gitzuu…

  • lingling

    Member
    29 May 2009 at 2:53 pm

    Rekan-Rekan Ortax…
    Semua permasalahan sekarang sudah Clear dengan keluarnya SE-53 tahun 2009.
    Yang bingung, apakah suatu SE berlaku surut?

  • harry_logic

    Member
    30 May 2009 at 2:18 am
    Originaly posted by lingling:

    Yang bingung, apakah suatu SE berlaku surut?

    Gak perlu bingung, dan jangan linglung Sdr lingling…

    (Aduh …kebiasaan buruk para otoritas pajak ini bikin lingling jadi linglung…. he he he)

  • Rike

    Member
    30 May 2009 at 5:34 am

    Jangan gitu dong pak Harry, aturan pajak emang suka gitu, bisa buat org pada linglung

  • gutten

    Member
    30 May 2009 at 5:47 pm

    Setahuku Surat S-dirjend tidak dapat diajukan sebagai dasar hukum, soalnya dalam Putusan Pengadilan Pajak S-dirjend tidak dapat dipertimbangkan..Kalo SE Dirjend Pajak bisa dijadikan dasar…demikian.. mohon koreksi kalo salah

Viewing 16 - 30 of 31 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now