Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Pemotongan/Pemungutan aspek perpajakan paket full board di hotel

  • aspek perpajakan paket full board di hotel

  • ekayanto

    Member
    11 February 2013 at 8:46 am
    Originaly posted by priadiar4:

    Put.31839/PP/M.IX/16/2011

    Boleh dong rekan pri dilampirin putusannya disini……

    biar bisa dibandingkan dengan definisi menurut KMK-418/KMK.03/2003 ato SE – 28/PJ.53/2003 (yg mencabut SE-05/PJ.53/2000)

    Salam

  • priadiar4

    Member
    11 February 2013 at 8:49 am
    Originaly posted by ekayanto:

    Boleh dong rekan pri dilampirin putusannya disini……

    Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.31839/PP/M.IX/16/2011

    Jenis Pajak : PPN

    Masa Pajak : 2006

    Pokok Sengketa :

    bahwa setelah membaca Surat Banding, mempelajari berkas surat menyurat yang berlangsung selama proses penyelesaian keberatan, Uraian Pemandangan Keberatan (Laporan Penelitian Keberatan), Surat Keberatan Pemohon Banding, dengan ini disampaikan analisa pokok sengketa atas Surat Banding dari Pemohon Banding sebagai berikut:

    Pokok Sengketa:

    Menimbang, bahwa pemeriksaan terhadap materi sengketa banding dilakukan dengan mendahulukan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai kompensasi kerugian, tarif pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang hal lainnya, diakhiri dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa tentang sanksi administrasi;

    Menimbang, bahwa pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dimulai dengan menganalisa perkembangan sengketa mengenai objek pajak, dilanjutkan menyimpulkan pokok-pokok sengketa mengenai objek pajak, membahas setiap pokok seng¬keta mengenai objek pajak tersebut, dan diakhiri dengan peni¬laian Majelis terhadap nilai objek pajak menurut keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding sebelum banding ini;

    bahwa Majelis telah menghimpun data untuk menganalisa perkembangan nilai sengketa mengenai besarnya objek pajak, sebagai berikut:

    bahwa menurut pendapat Majelis, Terbanding menggunakan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 7.099.293.000,00 sebagai dasar untuk menerbitkan ketetapan semula, sedangkan Pemohon Banding melaporkan dalam SPT Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 0,00, sehingga selisih Dasar Pengenaan Pajak penyerahan yang harus dipungut sendiri sebelum keberatan adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    bahwa menurut pendapat Majelis, atas ketetapan Terbanding yang menyatakan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 7.099.293.000,00, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan menyebutkan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu sebesar Rp 0,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan keberatan adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    bahwa menurut pendapat Majelis, atas keberatan Pemohon Banding yang menyatakan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 0,00, Terbanding menggunakan nilai Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 7.099.293.000,00 sebagai dasar untuk menerbitkan keputusan atas keberatan Pemohon Banding, sehingga nilai sengketa sebelum banding adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    bahwa menurut pendapat Majelis, atas keputusan Terbanding yang menyatakan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 7.099.293.000,00, Pemohon Banding mengajukan banding dengan menyebutkan besarnya Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu Rp 0,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Banding adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;
    bahwa menurut pendapat Majelis, atas banding Pemohon Banding yang menyatakan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 0,00, Terbanding dalam Surat Uraian Banding berpendapat bahwa besarnya Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00, sehingga nilai sengketa sampai dengan Surat Uraian Banding adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    bahwa menurut pendapat Majelis, atas pendapat Terbanding dalam Surat Uraian Banding bahwa besarnya Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri adalah Rp 7.099.293.000,00, Pemohon Banding membuat bantahan dengan menyebutkan Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri menurut perhitungan Pemohon Banding yaitu Rp 0,00, sehingga sengketa sampai dengan Surat Bantahan adalah sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    Menimbang, bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Sengketa Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri sebesar Rp 7.099.293.000,00;

    Menimbang, bahwa hasil pembahasan pokok sengketa di atas adalah sebagai berikut:

    Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sebesar Rp 7.099.293.000,00

    Menurut Terbanding:

    bahwa merk usaha Pemohon Banding adalah “Restoran PB ”, terdaftar sebagai Wajib Pajak) dan telah membayar Pajak Restoran sebesar 10% dari omset ke pihak Pemda setelah dilakukan pemeriksaan lapangan, Terbanding melihat bahwa usaha wajib pajak termasuk dalam kategori Jasa Boga (katering) karena menyediakan makanan dan atau minuman lengkap dengan peralatan, petugas dan gedung untuk pesta / resepsi pernikahan;

    bahwa berdasarkan KMK Nomor: 418/KMK.03/2003 tanggal 30 September 2003 tentang PPN atas Jasa Boga atau katering (Jo. SE-29/PJ.53/2003 tanggal 6 November 2003), Pemeriksa mengambil kesimpulan bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak sehingga harus dikukuhkan sebagai PKP;

    Menurut Pemohon Banding:

    bahwa berdasarkan pemeriksaan pajak penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2006, Pemohon Banding telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dengan dan juga telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Daerah dengan dengan merk usaha “Restoran PB ”;

    bahwa dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, kesimpulan yang diambil oleh Terbanding bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak sehingga harus dikukuhkan sebagai PKP dan atas penghasilan yang telah dilaporkan merupakan obyek PPN dan terutang PPN 10%, atas omset tahun 2006 tersebut dikenakan PPN sebesar 10% berikut sanksi;

    bahwa pokok sengketa pajak yang terjadi adalah bahwa atas suatu jenis penghasilan dalam hal ini Penghasilan Bruto (omset) dari kegiatan usaha yang telah dilaporkan oleh Pemohon Banding dikenakan pajak 2 (dua) kali untuk obyek yang sama (Pajak Berganda), yaitu dikenakan pajak restoran sebesar 10% dan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 %;

    bahwa di dalam Surat Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan Nomor S-05/WPJ.16/BD.0601/2010 tertanggal 8 Pebruari 2010, Terbanding di dalam uraian atas dasar dilakukan koreksi dalam keberatan telah menyatakan: Wajib Pajak telah membayar Pajak Restoran atas Peredaran Usahanya sebagai restoran ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Manado, Peneliti berpendapat bahwa atas obyek pajak yang sama tidak dapat dikenakan pajak berganda (Pajak Daerah dan Pajak Pusat);

    Pendapat Majelis :

    bahwa menurut Pemohon Banding, pihak Terbanding berpendapat atas usaha Pemohon Banding tersebut terhutang PPN, sedangkan menurut Pemohon Banding, status Pemohon Banding masuk dalam kategori PB 1 (Pajak dipungut untuk kas Pemda melalui pajak pembangunan);

    bahwa menurut Terbanding jenis usaha Pemohon Banding merupakan objek PPN dan bukannya PB 1;

    bahwa menurut Terbanding usaha Pemohon Banding adalah menyewakan gedung beserta makanan dan minuman (catering), sehingga tidak terdapat “sifat restoran” yang merupakan objek PB 1;

    bahwa Majelis berpendapat sengketa banding ini adalah mengenai yuridis fiskal status Pemohon Banding apakah merupakan termasuk PB 1 atau dikenakan PPN;

    bahwa Terbanding menyatakan mendasarkan KMK Nomor: 418/KMK.03/2003 tanggal 30 September 2003 dimana dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan:
    Pasal 1
    Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
    1. Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan atau minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya, untuk keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau tidak tertulis.

    bahwa sedangkan definisi restoran sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah yaitu :
    Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.

    bahwa Terbanding menyatakan di tempat usaha Pemohon Banding harus berdasarkan pemesanan tempat terlebih dahulu dan digunakan untuk acara “resepsi dan sebagainya”;

    bahwa menurut Pemohon Banding tempat usaha Pemohon Banding juga terdapat tempat memasak (dapur) di dalamnya sehingga Pemohon Banding berpendapat karena makanan juga disajikan ditempat maka termasuk dalam kategori restoran, karena untuk tempat-tempat “resepsi”, secara umumnya memperoleh catering dari luar dan tidak juga memiliki tempat masak (dapur) untuk mengolah masakan, dan Pemerintah Daerah sendiri mengakui bahwa jenis ijin usaha Pemohon Banding adalah sejenis restoran;

    bahwa Pemohon Banding menyatakan jenis usaha adalah menjual makanan dengan memerikan fasilits semacam tempat duduk, meja dan ruangan dan segala fasilitasnya;

    bahwa Majelis menanyakan tanggapan Terbanding mengenai dikenakannya PB 1 dan PPN kepada Pemohon Banding;

    bahwa menurut Terbanding tidak terdapat pajak ganda, yang ada seharusnya akibat sengketa ini dapat diluruskan bahwa usaha Pemohon Banding sebenarnya adalah jasa boga dan catering yang dikenakan pajak pusat (PPN);

    bahwa Terbanding menyatakan jenis usaha Pemohon Banding lebih dekat ke arah jasa boga dan Pemohon Banding juga menyewakan gedung (hall), hal tersebut yang membedakan usaha Pemohon Banding dengan restoran biasa sehingga dapat dikategorikan sebagai jasa boga;

    bahwa menurut Terbanding berdasarkan definisi sebagaimana tercantum dalam KMK dan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi restoran dibatasi oleh definisi jasa boga dan catering;

    bahwa Majelis berpendapat untuk jasa boga dan katering terdapat sifat delivery (pengantaran);

    bahwa menurut Terbanding dalam KMK tersebut tidak menyatakan adanya ciri delivery tersebut;

    bahwa Majelis berpendapat akar kata Katering adalah “carry on/carrying” , dan sebagaimana diterapkan di restoran cepat saji dimana terjadi pembedaan pengenaan pajak atas makanan yang dibawa pulang atau d

  • priadiar4

    Member
    11 February 2013 at 8:51 am

    Lanjutan…[i][/i]

    bahwa Majelis berpendapat akar kata Katering adalah “carry on/carrying” , dan sebagaimana diterapkan di restoran cepat saji dimana terjadi pembedaan pengenaan pajak atas makanan yang dibawa pulang atau dimakan di tempat, yaitu untuk makanan yang dimakan di tempat maka akan dikenakan pajak restoran sedangkan makanan yang dibawa pulang maka akan dikenakan PPN, sehingga atas hal tersebut tidak terdapat pemajakan ganda;

    bahwa Terbanding menyatakan untuk kasus restoran cepat saji memang sudah jelas bahwa memang terdapat makanan yang dimakan di tempat maupun yang bisa di “delivery”, tetapi dalam kasus Pemohon Banding tidak dimungkinkan seseorang langsung datang dan memesan makanan;

    bahwa atas pernyataan Terbanding tersebut Majelis berpendapat, yang dinyatakan oleh Terbanding merupakan gaya (style) bisnis seseorang dan hukum pajak tidak dapat mengatur atas style bisnis tersebut;

    bahwa Majelis berpendapat substansi dari suatu hal mengalahkan bentuk (form) dari usaha tersebut, dan dalam persidangan ini yang diperiksa adalah substansi;

    bahwa menurut Terbanding nama dari usaha Pemohon Banding yang diklaim sebagai restoran oleh Pemohon Banding adalah PB Convention Hall;

    bahwa Majelis berpendapat jika dinyatakan sebagai convention hall tersebut disewakan maka tidak menjadi masalah, akan tetapi hal tersebut bukan merupakan isu dalam sengketa banding ini, yang menjadi isu adalah supplyng condition usaha Pemohon Banding apakah merupakan jasa restoran atau jasa catering;

    bahwa menurut Terbanding transaksi dilakukan dalam satu paket tanpa memisahkan penyewaan gedung, dekorasi maupun pemesanan makanan;

    bahwa Majelis berpendapat bahwa jika Terbanding mendalilkan itu sebagai katering maka harus dipisahkan terlebih dahulu antara penyewaan ruangan dan pemesanan makanan, namun kenyataannya tidak terdapat pemisahan antara penyewaan gedung, dekorasi maupun pemesanan makanan;

    bahwa Majelis berpendapat yang membedakan adalah terbuka atau tidaknya tempat tersebut untuk umum, dimana jika terbuka untuk umum dapat dinyatakan sebagai restoran sedangkan jika tidak terbuka maka dapat dikategorikan sebagai jasa catering (boga);

    bahwa Majelis berpendapat berdasarkan bukti pendukung berupa penetapan sebagai Wajib Pajak Daerah dengan dengan merk usaha “Restoran PB ” dan bukti Surat Setoran Pajak Daerah Januari sampai dengan Desember 2006 dan berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berpendapat dalil Terbanding yang menyatakan usaha Pemohon Banding sebagai jasa boga atau katering kurang mempunyai dasar yang kuat sehingga koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPN penyerahan yang harus dipungut sendiri adalah Rp 7.099.293.000,00 tidak dapat dipertahankan;

    Menimbang, bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

    Menimbang, bahwa dalam sengketa ini terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

    Menimbang, bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

    Menimbang, bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dengan perhitungan sebagai berikut:

    DPP PPN :

    DPP PPN menurut Terbanding Rp 7.099.293.000,00
    Koreksi Terbanding yang tidak dapat dipertahankan :
    – Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp 7.099.293.000,00
    DPP PPN menurut Majelis Rp 0,00

    Memperhatikan, Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan;

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
    2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000;
    3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
    4. Ketentuan Pelaksanaan Undang-undang yang bersangkutan;

    M E N G A D I L I :

    Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-43/WPJ.16/BD.06/2010 tanggal 11 Maret 2010 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00092/207/06/821/09 tanggal 23 April 2009 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 atas nama PB , dengan perhitungan sebagai berikut:

    Dasar Pengenaan Pajak :
    Ekspor Rp 0,00
    Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 0,00
    Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 0,00
    Jumlah Dasar Pengenaan Pajak Rp 0,00

    Pajak Keluaran :
    Pajak Keluaran seluruhnya Rp 0,00

    Pajak yang dapat diperhitungkan :
    Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 0,00
    PPN dibayar dengan NPWP sendiri Rp 0,00
    Dikurangi : PPN atas pembelian retur Rp 0,00
    Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Rp 0,00

    PPN yang kurang dibayar Rp 0,00
    Sanksi Administrasi :
    Pasal 13 (2) KUP Rp 0,00
    Pasal 13 (3) KUP 0,00
    Jumlah yang masih harus dibayar Rp 0,00

  • ekayanto

    Member
    11 February 2013 at 9:03 am
    Originaly posted by priadiar4:

    bahwa Majelis berpendapat akar kata Katering adalah “carry on/carrying” , dan sebagaimana diterapkan di restoran cepat saji dimana terjadi pembedaan pengenaan pajak atas makanan yang dibawa pulang atau d

    Saya setuju dengan pendapat majelis, ini juga sesuai dengan aturan pajak SE-05/PJ.53/2000 tapi masalahnya malah SE ini dicabut dengan SE – 28/PJ.53/2003 yang menurut saya sendiri nambah ga jelas definisinya…. jadi bingung neh ama PAJAK dinyatakan tidak berlaku (SE-05/PJ.53/2000) tapi definisinya di pake majelis…. kuatan mana ya??? majelis sendiri mendefinisikan jasa catering tetapi tidak menyebut dasar hukumnya…

    Salam

  • Faskal

    Member
    11 February 2013 at 12:03 pm

    Paket full board di hotel masuknya jenis jasa hotel yang tertutang pajak daerah, sehingga tidak dapat dikaitkan dengan status bendahara pemerintah yang menjadi pemungut PPN. Dasar hukumnya di UU PPN dan Peraturan Pemerintah tentang pajak daerah.

  • hanif

    Member
    11 February 2013 at 12:13 pm
    Originaly posted by aZwar8:

    4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa penyewaan Ballroom hotel XXX
    (PT BCA) oleh PT ABC untuk penyelenggaraan pertunjukan musik dalam bentuk banquet tidak
    termasuk dalam pengertian persewaan ruangan sebagaimana dalam butir 2 di atas, namun merupakan
    objek Pajak Daerah, sehingga tidak wajib dipotong PPh Pasal 23. Namun demikian atas imbalan yang
    diterima oleh PT BCA harus dilaporkan dalam SPT Tahunan pada tahun yang bersangkutan.

    maksudnya surat tersebut menurut saya gini.
    1. sewa ruangan hotel tersebut bukan objek pajak PPh 23, sehingga tidak ada pemotongan. namun, penghasilan tersebut harus dilapor oleh hotel di dalam SPT Tahunannya.
    2. sewa hotel adalah objek pajak daerah, sehingga bukan merupakan objek PPN.

    Salam

  • aZwar8

    Member
    11 February 2013 at 1:08 pm
    Originaly posted by hanif:

    maksudnya surat tersebut menurut saya gini.
    1. sewa ruangan hotel tersebut bukan objek pajak PPh 23, sehingga tidak ada pemotongan. namun, penghasilan tersebut harus dilapor oleh hotel di dalam SPT Tahunannya.
    2. sewa hotel adalah objek pajak daerah, sehingga bukan merupakan objek PPN.

    betul rekan hanif, pengusaha restoran "sama" dgn pengusaha hotel sama2 kena pajak daerah dan tidak kena ppn, yang jadi pertanyaan kenapa pengusaha restoran dipungut pph sedangkan pengusaha hotel tidak ? salam…

  • hanif

    Member
    11 February 2013 at 1:39 pm
    Originaly posted by aZwar8:

    kenapa pengusaha restoran dipungut pph sedangkan pengusaha hotel tidak ? salam…

    jawab pendeknya, ya ketentuannya sudah begitu…he he he
    Jawab panjangnya, karena yang dibeli dari restoran adalah makanan, maka dianggap sebagai pengadaan/ pembelian barang. Pengadaan barang oleh bendahara pemerintah telah diatur di dalam PMK 154 Tahun 2010 sebagai objek PPh 22.
    Sedangkan pengadaan dengan pihak hotel masuk kategori pengadaan jasa yang tidak termasuk dalam list PMK 244 sebagai objek PPh 23. PMK 244 menganut positive list.
    Dengan demikian, jasa2 yang tidak masuk dalam ketentuan tersebut dianggap bukan merupakan objek PPh 23.

    Demikian…

    Salam

  • priadiar4

    Member
    11 February 2013 at 2:14 pm
    Originaly posted by aZwar8:

    betul rekan hanif, pengusaha restoran "sama" dgn pengusaha hotel sama2 kena pajak daerah dan tidak kena ppn, yang jadi pertanyaan kenapa pengusaha restoran dipungut pph sedangkan pengusaha hotel tidak ? salam…

    maksudnya kenapa Restoran dikenakan PPh Final sewa sedangkan hotel tidak ya?

  • aZwar8

    Member
    11 February 2013 at 3:23 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    maksudnya kenapa Restoran dikenakan PPh Final sewa sedangkan hotel tidak ya?

    belanja makanan siap saji oleh Bendaharawan Pemerintah dipungut pph psl 22 (buku bendaharawan mahir pajak)

Viewing 31 - 40 of 40 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now