Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Biaya jabatan Bagi Karyawan Kontrak
Biaya jabatan Bagi Karyawan Kontrak
Rekan Ortax mohon penjelasan :
Bagi karyawan tidak tetap apa memang tidak dikenakan biaya jabatan :
kenapa harus dibedakan padahal sama2 karyawan…
thank'skaryawan kontrak kan dianggap pegawai tetap.
Coba baca per 31 tahun 2009 di pengertian pegawai tetap…Salam
seingat saya berbeda pada biaya jabatannya ajah…yang lain sama..
kita harus bedakan antara karyawan kontrak dengan pegawai tidak tetap rekan. klo pegawai tidak tetap memang tidak ada biaya jabatan, kalau tidak dibedakan, apa dong alasannya kenapa seharusnya disamakan?
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 31/PJ/2009TENTANG
PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADIDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi, dan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak
Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya
Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak
atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya
Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN
PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI.BAB I
KETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
2. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
3. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 26, adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
4. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak
atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
5. Badan adalah badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
6. Penyelenggara Kegiatan adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
7. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek
Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari Pemotong PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima
pensiun.
8. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek
Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari Pemotong PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima
pensiun.
9. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau
pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara
tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan
tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan
pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
10. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu
secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur
terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja
berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja
penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.- Originaly posted by wannabewongkpp:
kita harus bedakan antara karyawan kontrak dengan pegawai tidak tetap rekan. klo pegawai tidak tetap memang tidak ada biaya jabatan, kalau tidak dibedakan, apa dong alasannya kenapa seharusnya disamakan?
Setuju.
Karyawan kontrak dianggap sebagai pekerja lepas.
Jadi hanya berhak mendapatkan pengurang PTKP saja. Dengan acuan NOMOR PER – 31/PJ/2009 No.10 jadi kontradiksi dengan Biaya jabatan padahal dilapangan pegawai tidak tetap semakin banyak karena ada sistem outshourching (UU.no13 Disnaker) dan mereka ini yang pendapatannya pas-pasan dan banyak dikebiri oleh perusahaan outshourching kena beban pajak besar pula. jadi dimana azas keadilan untuk sebagian besar level buruh, seharusnya pegawai tetap yang tidak dikenakan biaya jabatan..
mohon koreksinya…
salam