Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Badan Bonus kepada customer sebagai apa?

  • Bonus kepada customer sebagai apa?

     jekday updated 10 years, 10 months ago 7 Members · 27 Posts
  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 3:23 pm
  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 3:23 pm

    Rekan2..minta saran nih…
    PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
    Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
    Pertanyaan saya:
    1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
    2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
    3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
    Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.

    Terima kasih

  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 3:23 pm

    Rekan2..minta saran nih…
    PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
    Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
    Pertanyaan saya:
    1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
    2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
    3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
    Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.

    Terima kasih

  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 3:23 pm

    Rekan2..minta saran nih…
    PT. ABC mempunyai customer PT. Z, karena pembayaran nya bagus, maka PT. ABC memberikan bonus kepada PT. Z.
    Atas bonus tsb, PT. ABC meminta PT. Z membuat Faktur Pajak dan PT. ABC membuat bukti potong pph 23.
    Pertanyaan saya:
    1. Apakah yang dilakukan PT. ABC tsb sudah benar?
    2. Apakah PT. Z bisa memasukkan bonus tersebut sebagai penghasilan/pendapatan lain2 di luar usaha di SPT tahunan PT. Z?
    3. PT. Z komplain karena adanya pemotongan pph 23 dan adanya PPN, menurut PT. Z, bonus ini bukan merupakan pendapatan tetapi merupakan keuntungan….bagaimana ya?
    Mohon bantuan rekan2 dan minta link aturan pajaknya.

    Terima kasih

  • evan212

    Member
    16 July 2014 at 3:31 pm

    bonusnya atas jasa apa ?

  • evan212

    Member
    16 July 2014 at 3:31 pm

    bonusnya atas jasa apa ?

  • evan212

    Member
    16 July 2014 at 3:31 pm

    bonusnya atas jasa apa ?

  • hendrioye

    Member
    16 July 2014 at 3:46 pm

    kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya

  • hendrioye

    Member
    16 July 2014 at 3:46 pm

    kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya

  • hendrioye

    Member
    16 July 2014 at 3:46 pm

    kenapa gak dimasukin jadi diskon aja, dibuat difaktur pajak berikutnya

  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 4:04 pm

    @ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
    @ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
    Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
    Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
    Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…

    Tks

  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 4:04 pm

    @ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
    @ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
    Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
    Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
    Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…

    Tks

  • SCORPION

    Member
    16 July 2014 at 4:04 pm

    @ rekan evan212: Bonus atas pembayaran karena pembayaran sebelum jatuh tempo.
    @ rekan hendrioye: Rekan…kalau dibuat discount bisa ya? dan atas discount tersebut apakah diperlukan penjelasan discount nya berapa persen? Karena bisa terjadi prosentase discount tsb tidak bisa stabil.
    Misal bulan Mei penjualan 100 juta dan dapat bonus 10 jut (10%), kemudian bonus ini dianggap sebagai discount di penjualan berikutnya, maka bila di bulan Juni total penjualan hanya 60 juta dan discont sebesar 10 juta (16,5%)…apakah tidak akan timbul pertanyaan ya? apakah bisa clear secara perpajakan?
    Karena bila ada potongan pph, ppn dll….customer komplain.
    Minta masukan rekan2…dan aturan perpajakannya…

    Tks

  • usd

    Member
    16 July 2014 at 4:34 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    30 Desember 2005

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 1112/PJ.322/2005

    TENTANG

    PERTANYAAN PENGENAAN PPN ATAS INSENTIF/BONUS

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 09 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada
    pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Surat Saudara pada dasarnya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
    a. Kenyataan di lapangan pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan yang terjadi pada
    beberapa produsen seperti ABC, BCA, PQR, dll kepada dealer/distributornya tidak
    diperhitungkan secara jelas dan transparan dengan jumlah yang signifikan. Atas pemberian
    insentif/bonus/hadiah dan penghargaan ini tidak dikenakan PPN tetapi hanya dipotong PPh
    Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi atau PPh Pasal 23 untuk Wajib Pajak Badan, berdasarkan
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi
    Kewajiban Pemotong PPh dan PPN Dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan;
    b. Saudara memohon penjelasan dan penegasan apakah atas pemberian insentif/bonus/hadiah
    dan penghargaan, merupakan objek PPN mengingat margin Laba Kotor yang diperoleh
    distributor hanya sekitar 5%. Seringkali terjadi margin tersebut lebih kecil bahkan hingga 0%,
    sehingga Pajak Keluaran = Pajak Masukan. Kondisi tersebut menyebabkan PPN terutang lebih
    kecil hingga nihil, padahal dealer menerima bonus/insentif/hadiah dan penghargaan.

    2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
    Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain:
    a. Pasal 1A ayat (1) huruf d, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
    adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena pajak.
    Dalam memori penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d disebutkan bahwa pemberian cuma-cuma
    diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri
    maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada
    relasi atau pembeli.
    b. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
    – Huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
    oleh Pengusaha;
    – Huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
    Pengusaha.

    3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian cuma-cuma
    Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur:
    a. Pasal 1 angka 3, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan
    pemberian cuma-cuma adalah Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa
    imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk
    pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
    b. Pasal 4:
    – Ayat (1), atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
    tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak Pertambahan Nilai
    dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
    – Ayat (5), Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak
    Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
    laba kotor.
    c. Pasal 5 ayat (1), disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas pemakaian sendiri dan
    atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak produksi sendiri yang tergolong mewah, juga
    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    4. Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan insentif adalah penghargaan yang diberikan
    terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan.

    5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 dengan ini
    kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
    a. Atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan dari main dealer kepada dealer/distributor
    sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya atau imbalan prestasi terutang PPN.
    b. Dalam hal bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk Barang Kena
    Pajak, maka atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut termasuk dalam
    kategori pemberian cuma-cuma dan atas penyerahannya terutang PPN dan PPnBM
    sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas, serta harus diterbitkan Faktur Pajak.

    Demikian disampaikan.

    DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,

    ttd.

    HERRY SUMARDJITO
    NIP 060061993

  • usd

    Member
    16 July 2014 at 4:34 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    30 Desember 2005

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 1112/PJ.322/2005

    TENTANG

    PERTANYAAN PENGENAAN PPN ATAS INSENTIF/BONUS

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 09 September 2005 hal sebagaimana tersebut pada
    pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Surat Saudara pada dasarnya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
    a. Kenyataan di lapangan pemberian insentif/bonus/hadiah dan penghargaan yang terjadi pada
    beberapa produsen seperti ABC, BCA, PQR, dll kepada dealer/distributornya tidak
    diperhitungkan secara jelas dan transparan dengan jumlah yang signifikan. Atas pemberian
    insentif/bonus/hadiah dan penghargaan ini tidak dikenakan PPN tetapi hanya dipotong PPh
    Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi atau PPh Pasal 23 untuk Wajib Pajak Badan, berdasarkan
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi
    Kewajiban Pemotong PPh dan PPN Dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan;
    b. Saudara memohon penjelasan dan penegasan apakah atas pemberian insentif/bonus/hadiah
    dan penghargaan, merupakan objek PPN mengingat margin Laba Kotor yang diperoleh
    distributor hanya sekitar 5%. Seringkali terjadi margin tersebut lebih kecil bahkan hingga 0%,
    sehingga Pajak Keluaran = Pajak Masukan. Kondisi tersebut menyebabkan PPN terutang lebih
    kecil hingga nihil, padahal dealer menerima bonus/insentif/hadiah dan penghargaan.

    2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
    Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain:
    a. Pasal 1A ayat (1) huruf d, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
    adalah pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena pajak.
    Dalam memori penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d disebutkan bahwa pemberian cuma-cuma
    diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri
    maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada
    relasi atau pembeli.
    b. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
    – Huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
    oleh Pengusaha;
    – Huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
    Pengusaha.

    3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian cuma-cuma
    Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, antara lain mengatur:
    a. Pasal 1 angka 3, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan
    pemberian cuma-cuma adalah Barang Kena Pajak adalah pemberian yang diberikan tanpa
    imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk
    pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
    b. Pasal 4:
    – Ayat (1), atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
    tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual terutang Pajak Pertambahan Nilai
    dan harus diterbitkan Faktur Pajak;
    – Ayat (5), Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak
    Pertambahan Nilai yang terutang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
    laba kotor.
    c. Pasal 5 ayat (1), disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, atas pemakaian sendiri dan
    atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak produksi sendiri yang tergolong mewah, juga
    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    4. Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan insentif adalah penghargaan yang diberikan
    terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan.

    5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 dengan ini
    kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
    a. Atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan dari main dealer kepada dealer/distributor
    sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya atau imbalan prestasi terutang PPN.
    b. Dalam hal bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk Barang Kena
    Pajak, maka atas pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan tersebut termasuk dalam
    kategori pemberian cuma-cuma dan atas penyerahannya terutang PPN dan PPnBM
    sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas, serta harus diterbitkan Faktur Pajak.

    Demikian disampaikan.

    DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,

    ttd.

    HERRY SUMARDJITO
    NIP 060061993

Viewing 1 - 15 of 27 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now