Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Orang Pribadi Cara Hitung dan lapor PPh bonus yang diambil dari RE

  • Cara Hitung dan lapor PPh bonus yang diambil dari RE

     kaSSkus updated 14 years, 4 months ago 9 Members · 31 Posts
  • nurfa

    Member
    30 March 2011 at 4:28 pm

    Rekan2 saya mau tanya, jika bonus pegawai diambil dari Retained Earning cara hitung PPhnya apakah sama dgn bonus yg dibebankan pd tahun berjalan? Lalu bgmn cara pelaporannya di eSpt masa 1721? Kalau di SPT induk sepertinya tidak ada kolom yg tepat utk bonus dari RE tsb, krn kalau dimasukkan di bagian B Pegawai Tetap nanti di masa desember jadi tergabung dgn penghasilan lainnya, menurut saya bonus dari RE tsb bukankah bersifat final krn RE kan sebelumnya sdh terkena pajak. Dan apakah dlm SPT Badan 1771 bonus tsb akan dikoreksi fiskal? Mohon masukannya. Tksh

  • nurfa

    Member
    30 March 2011 at 4:28 pm
  • Consult

    Member
    2 April 2011 at 2:23 am

    Rekan Nurfa,

    Sepanjang saya tahu, bonus itu beda dengan deviden. Kalau Deviden memang pajak final 10% untuk WPOP. Kalau bonus tetap saja dihitung seperti biasa dan bebannya di biayakan pada tahun pajak berjalan.

  • Consult

    Member
    2 April 2011 at 3:37 pm

    Rekan Nurfa,

    Penghitungan PPh 21 selalu dibiayakan di tahun berjalan. Jika ingin membagi bonus tahun 2010 yang akan dibagikan atau dibayarkan di 2011 dan biayanya mau dicatat di tahun 2010, maka pada SPT PPh 21 tahun 2010 sudah dicatat terlebih dahulu atau diaccrued.

    Kalau belum diaccrued, maka biayanya langsung masuk tahun 2011.

    Kolomnya bisa masuk tantiem dan bonus (satu kolom).

    Bedakan dengan deviden. Kalau deviden memang berhubungan dengan RE. PPh 21 tidak pernah berhubungan dengan RE.

    Demikian penjelasan kami

  • Pakartax

    Member
    3 April 2011 at 12:18 am

    Bonus yg diambil dari RE bukan objek pajak, jd tidak perlu dipotong PPh. Tentunya biaya bonus itu tidak bisa di akui sebagai biaya fiskal lagi.
    Please koreksi kalau salah…..thanks

  • nurfa

    Member
    5 April 2011 at 3:42 pm

    Kalau mengutip SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 16/PJ.44/1992:

    Apabila Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi yang dibayarkan kepada karyawan maupun Direksi dan Komisaris dibebankan kepada Retained Earning maka pembayaran tersebut merupakan penggunaan Retained Earning, sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984.
    Dengan demikian pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi semacam ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak.

    Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak. Oleh karena itu pemberian Tantiem tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dan bagi si penerimanya merupakan penghasilan sehingga dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

    Mgkn bisa saya tarik kesimpulan :
    – Bonus dari RE tidak dipotong PPh 21.
    – Bonus diambil dari RE maka yg dijurnal debet adalah RE nya, karena bukan merupakan beban di tahun berjalan sehingga tidak perlu dikoreksi fiskal.
    Thx ya semuanya….. ada masukan lain mungkin?

  • hanif

    Member
    5 April 2011 at 4:24 pm
    Originaly posted by nurfa:

    Kalau mengutip SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 16/PJ.44/1992:

    Apabila Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi yang dibayarkan kepada karyawan maupun Direksi dan Komisaris dibebankan kepada Retained Earning maka pembayaran tersebut merupakan penggunaan Retained Earning, sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984.
    Dengan demikian pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi semacam ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak.

    Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak. Oleh karena itu pemberian Tantiem tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dan bagi si penerimanya merupakan penghasilan sehingga dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

    Mgkn bisa saya tarik kesimpulan :
    – Bonus dari RE tidak dipotong PPh 21.
    – Bonus diambil dari RE maka yg dijurnal debet adalah RE nya, karena bukan merupakan beban di tahun berjalan sehingga tidak perlu dikoreksi fiskal.
    Thx ya semuanya….. ada masukan lain mungkin?

    kan udah tau???

    Salam

  • hanif

    Member
    5 April 2011 at 4:30 pm

    yang perlu dikoreksi disini hanyalah bahwa, Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi dari RE yang diterima oleh OP adalah objek PPh Pasal 21

    Salam

  • muslih

    Member
    5 April 2011 at 4:43 pm

    sependapat rekan hanif
    tks,

  • nurfa

    Member
    6 April 2011 at 9:06 am

    Pak hanif, kalau mmg objek pajak lalu cara menghitung dan lapor SPT nya bgmn pak? Krn yg selama ini saya tau adalah kalau bonusnya dibebankan di tahun berjalan. Maaf nih masih bingung pak. Trims sebelumnya

  • iamtax

    Member
    6 April 2011 at 9:24 pm

    rekan nurfa, sya setuju sekali dengan rekan hanif,karena bonus merupakan taxable mnrut sya cara menghitung pot pph 21 trhdp ph brupa bonus maka anda harus menghitung gaji setahun di tambah dengan bonus dan menghitung pphnya misal RP 500.000,kmudian anda hrus menghitung kembali pph atas gaji namun tanpa bonus misal hasilnya adalah RP 300.000,baru anda bisa menghitung pph ps 21 atas bonus tersebut,yaitu dengan mengurangkan PPh termasuk bonus setahun – PPh yg tanpa bonus setahun atau = 500rb-300rb,maka anda akan menemukan hasil PPh atas bonus tersebut sebesar 200rb.
    mohon ralat jika salah..

  • nurfa

    Member
    7 April 2011 at 9:01 am

    Rekan iamtax terimakasih saya paham dengan hitungan seperti itu, pertanyaan saya apakah sama cara menghitungnya bila bonus diambil dari retaind earning? Baiklah kalo mmg sama krn saya tidak melihat ada contoh lain selain perhitungan seperti yg rekan iamtax kemukakan. (selama ini perusahaan selalu membebankan bonus pd thn berjalan, baru kali ini bonus diambil dari RE).
    Lalu laporan di eSPT 1721 nya bagaimana? masuk ke kolom yg mana? Mohon masukannya ya rekan2 krn saya harus membuat perhitungannya dalam waktu dkat ini. thnx all

  • nurfa

    Member
    7 April 2011 at 11:48 am

    Tadi saya tanya teman yg kerja di KPP, katanya kalau diambil dari RE/ laba ditahan berarti merupakan dividen shg terkena PPh final 10%.
    Pernah tanya juga ke teman lain di KPP juga katanya kena PPh 21 lalu di SPT badan nanti bonusnya di koreksi positif…(menurut saya jadi kena pajak 3 kali dong : Ketika menjadi laba bersih, ketika dibagikan bonusnya dan ketika dikoreksi positif).
    Haduhh…. Tulung dunk ada yg tau ga ya?

  • hanif

    Member
    7 April 2011 at 12:50 pm
    Originaly posted by nurfa:

    Pak hanif, kalau mmg objek pajak lalu cara menghitung dan lapor SPT nya bgmn pak? Krn yg selama ini saya tau adalah kalau bonusnya dibebankan di tahun berjalan. Maaf nih masih bingung pak. Trims sebelumnya

    ngitung dan lapornya, biasa saja kok.
    ragunya dimana?

    Salam

  • edisuryadi2

    Member
    7 April 2011 at 12:59 pm

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 974/PJ.313/2004

    TENTANG

    PEMBAYARAN BONUS KARYAWAN TAHUN 2003

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 06 Januari 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini
    disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
    a. Selama ini, bonus karyawan PT ABC dicatat secara akrual dan dibayarkan pada tahun yang
    sama dengan tahun pencatatan. Pada tahun 2003 telah dilakukan perubahan kebijaksanaan
    pembayaran bonus yaitu untuk karyawan level supervisor ke bawah, bonus dibayarkan pada
    akhir bulan Desember 2003 sedangkan untuk karyawan level manager ke atas, bonus
    dibayarkan pada bulan April 2004;
    b. Atas bonus yang dibayarkan kepada karyawan level manager ke atas tersebut telah dicatat
    secara akrual sebagai biaya bulan Desember 2003 berdasarkan estimasi dan baru akan
    dibayarkan pada bulan April 2004;
    c. Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, Saudara menanyakan :
    1) Apakah bonus yang dibayarkan kepada karyawan level manager ke atas tersebut
    terutang PPh Pasal 21 pada April 2004 sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
    Nomor SE-11/PJ.42/1992?
    2) Apakah dapat dibenarkan apabila bonus karyawan level manager ke atas tersebut
    dikoreksi positif (bukan pengurang) dalam SPT PPh Badan 2003, tetapi dikoreksi
    negatif (pengurang) dalam SPT PPh Badan 2004 mengingat rencana pembayaran
    bonus tersebut tidak mungkin dibatalkan dalam program SAP PT ABC?

    2. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
    Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
    16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, antara lain diatur bahwa pembukuan diselenggarakan dengan
    prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah suatu metode
    penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya
    diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu
    dibayar tunai.

    3. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa :
    a. Pasal 6 ayat (1) beserta penjelasannya, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
    dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
    biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya berkenaan
    dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
    tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
    Dalam memori penjelasan Pasal 6 ayat (1) tersebut ditegaskan bahwa beban yang
    mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang
    bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah
    dan sebagainya;
    b. Pasal 21, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan
    dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
    atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, pemberi kerja yang membayar gaji,
    upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
    pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

    4. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
    Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan dan penjelasannya,
    antara lain diatur bahwa pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya
    pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa
    yang terjadi terlebih dahulu. Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat
    pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut oleh pihak yang berkewajiban
    memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya, saat yang menentukan kapan
    kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan harus dilaksanakan adalah mana yang
    lebih dulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan.

    5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ.44/1992 tanggal 12 Mei 1992 tentang
    Pembagian Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi dan Tantiem jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
    Nomor SE-06/PJ.44/1999, antara lain ditegaskan sebagai berikut :
    a. Pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi kepada karyawan perusahaan termasuk
    dalam pengertian biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai
    dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984, sehingga dalam menghitung
    penghasilan kena pajak pembayaran Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi kepada karyawan
    tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto;
    b. Apabila Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi yang dibayarkan kepada karyawan maupun
    Direksi dan Komisaris dibebankan kepada Retained Earning maka pembayaran tersebut
    merupakan penggunaan Retained Earning, sehingga bukan merupakan biaya untuk
    mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
    ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984. Dengan demikian pembayaran Bonus, Gratifikasi
    dan Jasa Produksi semacam ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam
    menghitung penghasilan kena pajak;
    c. Dengan penegasan ini, maka ketentuan yang sudah ada yang bertentangan dengan Surat
    Edaran ini dinyatakan tidak berlaku.

    6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
    a. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 dan Surat Edaran
    Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ.44/1992 jo. SE-06/PJ.44/1999, maka perlakuan
    perpajakan atas bonus yang dibayarkan kepada karyawan tidak lagi mengacu pada Surat
    Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.42/1992;
    b. Perlakuan perpajakan atas pembayaran bonus karyawan PT ABC untuk level manager ke atas
    yang telah dicatat bulan Desember 2003 tetapi baru akan dibayarkan pada bulan
    April 2004 adalah sebagai berikut:
    1) Pada prinsipnya PPh Pasal 21 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
    atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung
    peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. Dengan demikian, apabila biaya bonus tersebut
    telah dicatat pada bulan Desember 2003 maka PT ABC wajib memotong PPh Pasal 21
    pada bulan tersebut dan bukan pada bulan pembayaran. Apabila hal ini dilakukan,
    maka biaya bonus tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung
    penghasilan kena pajak tahun 2003 sepanjang bonus tersebut bukan berasal dari
    Retained Earning;
    2) Apabila PT ABC bermaksud untuk melakukan koreksi positif atas biaya bonus
    karyawan level manager ke atas dalam SPT PPh Badan tahun 2003 karena
    pembayaran bonus baru akan dilakukan pada bulan April 2004, maka PT ABC tetap
    wajib memotong PPh Pasal 21 atas bonus pada bulan April 2004, tetapi pembayaran
    bonus dianggap dibebankan pada dan merupakan penggunaan Retained Earning
    tahun 2003 sehingga tidak dapat dibebankan sebagai biaya (tidak dapat dikoreksi
    negatif) dalam menghitung penghasilan kena pajak tahun 2004.

    Demikian agar Saudara maklum.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR,

    ttd

    HERRY SUMARDJITO

Viewing 1 - 15 of 31 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now