Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Badan CSR masuk koreksi fiskal ga…

  • CSR masuk koreksi fiskal ga…

     kazam updated 16 years ago 9 Members · 15 Posts
  • wap_hendra

    Member
    5 May 2009 at 8:59 pm
  • wap_hendra

    Member
    5 May 2009 at 8:59 pm

    Corporate Social Responsibility (CSR) boleh masuk biaya ga ya…? ato masuk koreksi fiskal positif… ? klo acuan nya ke UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 tentang PPh pasal 6 (1)… CSR ga ada…..

  • begawan5060

    Member
    6 May 2009 at 7:03 am

    Tidak dapat dibebankan (non deductible)

  • handycipto

    Member
    6 May 2009 at 9:52 am

    setuju dengan saudara bengawan

  • Budianto

    Member
    7 May 2009 at 8:26 am

    semestinya para pembuat UU (DPR) memikirkan lebih jauh….
    bagaimana perusahaan mau membudgetkan dana u/CSR, apabila tidak bisa dibiayakan…..
    bukankah CSR adalah partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kesejahtraan bangsa.
    sekedar pendapat.

  • Mardiansyah

    Member
    7 May 2009 at 2:54 pm

    CSR kalo menurut UU PT wajib untuk PT yang usahanya berhubungan dengan lingkungan like pertambngan. Kalo selain itu sih gak wajib. Nah, kalo yg diwajibkan buat CSR apa masih tdk boleh dibiayakan ?????

  • kazam

    Member
    14 June 2009 at 9:52 pm

    menurut saya, CSR tidak boLeh dibebankan sebagai biaya, karena CSR tidak berhubungan dengan kegiatan memperoleh, menagih, memelihara penghasilan.. jadi CSR tidak dapt dibebankan sebgai biaya.
    terima kasih. mohon koreksi,

  • hanif

    Member
    14 June 2009 at 11:20 pm

    sampai saat ini belum ada ketentuan apakah CSR ini deductible atau non deductible. cuma saja, karena hal ini diharuskan oleh pemerintah seharusnya boleh

    Salam

  • harry_logic

    Member
    14 June 2009 at 11:25 pm
    Originaly posted by hanif:

    sampai saat ini belum ada ketentuan apakah CSR ini deductible atau non deductible. cuma saja, karena hal ini diharuskan oleh pemerintah seharusnya boleh

    Salam

    Setuju… mudah² ada keberanian kita utk mengimplementasikannya di laporan fiskal kita.

  • akinya_najmee

    Member
    17 June 2009 at 9:08 am

    ini saya ada makalah yg berkaitan dengan CSR dan perpajakannya, yg ditulis oleh pak Ronny Irawan (Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya), semoga bermanfaat.
    Kepada Bpk. Ronny Irawan, saya mohon ijinnya untuk mengutip makalah bapak, terima kasih.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008

    CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: TINJAUAN MENURUT
    PERATURAN PERPAJAKAN DI INDONESIA

    By: Ronny Irawan
    Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya

    "Corporate not only should concern about their achievement on profit, but also concern about their social
    responsibility to their people and environment. How they can give contributions to the people and their
    environment directly by increasing their quality of life. Furthermore, they have to obey the rules and
    regulations set by government for their sustainability. The different types of social responsibility
    programs need different treatments of their taxation. This paper described the various types of CSR
    programs, its patterns and treatments according to tax regulations in Indonesia.

    Key words: corporate social responsibility, taxation

    PENDAHULUAN
    Saat ini perusahaan tidak hanya dituntut mencari keuntungan/laba semata, tetapi juga
    harus memperhatikan tanggung jawab sosial di masyarakat. Dari segi ekonomi, memang
    perusahaan diharapkan mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Tetapi di aspek sosial,
    maka perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu
    meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Seperti kasus yang terjadi di
    PT Free port dan PT Newmont, gejolak-gejolak yang terjadi disebabkan karena masyarakat
    sekitar tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan masyarakat merasakan dampak
    negatif dari beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut.
    Dilihat dari aspek investasi, sebenarnya para investor juga memiliki kencederungan
    menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap masalah sosial,
    atau kepadea perusahaan yang mempunyai standar tinggi dalam masalah sosial dan lingkungan
    hidup (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Para investor juga memperhatikan masalah kepedulian
    sosial ke dalam proses pengambilan keputusan investasi, karena itu perusahaan-perusahaan yang

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    memiliki kepedulian sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai salah
    satu keunggulan kompetitif perusahaan. Manajemen perusahaan saat ini tidak hanya dituntut
    terbatas atas pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi dampak yang ditimbulkan
    oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial. Tanggung jawab sosial dapat digambarkan
    sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi
    organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya (Sembiring, 2006). Perusahaan
    dapat melaporkan dapat melaporkan informasi tersebut dalam laporan tahunan atau dalam
    laporan yang terpisah.
    Di aspek hukum, perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara ekonomis dan sosial,
    karena perusahaan harus taat atau tunduk kepada peraturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti
    keluarnya Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007 (UU PT), disahkan
    pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggungjawab
    sosial atau corporate social responsibility (CSR). Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan
    akan menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya.
    Dari aspek perpajakan, ternyata pelaksanaan program CSR ini memerlukan kajian lebih
    mendalam dalam penerapannya, karena program CSR yang diterapkan oleh perseroan bisa dalam
    berbagai bentuk program. Bentuk program yang dipilih oleh perusahaan menimbulkan masalah
    sendiri di aspek perrpajakannya, baik aspek Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai.
    Karena itu artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam berbagai bentuk program CSR dan
    pola CSR, serta bagaimana aspek perpajakannya menurut peraturan perpajakan di Indonesia.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    PEMBAHASAN
    Pengertian dan Jenis CSR
    Tanggungjawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan dapat
    didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
    perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
    stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum (Aggraini, 2006).
    Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan
    kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan
    atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam proses pengambilan keuntungan
    tersebut seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial
    lainnya.
    Tanggungjawab sosial mulai muncul pada tahun 1060-an saat dimana negara-negara telah
    pulih dari Perang Dunia II. Pada waktu itu, persoalan keterbelakangan dan kemiskinan mulai
    mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini mendorong berkembangnya tanggungjawab
    sosial sebagai cara untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan tersebut.
    Pada tahun 1070-an, muncul sebuah pemikiran bahwa bumi tempat kita tinggal memiliki
    daya dukung yang terbatas dimana manusia terus berkembang dan bertambah padat. Oleh karena
    itu, ekploitasi perlu dilakukan secara hati-hati (Wibisono, 2007). Pada dasarwarsa tersebut
    disadari timbulnya tanggungjawab sosial dengan pemikiran bahwea untuk meningkatkan sektor
    produksi perlu didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat. Peningkatan tersebut salah
    satunya dapat diperoleh dengan berubahnya masyarakat yang miskin menjadi mampu. Perubahan
    ini mungkin dapat dilakukan dengan adanya bantuan dari luar misalnya atas perbaikan sarana
    pendidikan dan kesehatan.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Pada tahun 1980-an terjadi perubahan atas bentuk kegiatan sosial dari yang berupa
    kegiatan pendermaan menjadi ke arah pemberdayaan masyarakat. Menurut Elkingto dalam
    Wibisono (2007) jika perusahaan ingin bertahan maka perlu memperhatikan 3P, yakni bukan
    hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat
    (people) dan ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan (planet).
    Perkembangan signifikan tanggungjawab sosial perusahaan-perusahan di Indonesia
    ditandainya dengan adanya Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007
    (UU PT), disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan
    tanggungjawab sosial (CSR). Pada pasal 74 Undang-Undang Perseroaan Terbatas menyatakan
    bahwa perseroaan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan
    sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Perseroan yang
    tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan. Dengan adanya ini, perusahaan khususnya perseroaan terbatas yang
    bergerak dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan
    tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat.
    Menurut Wibisono (2007) perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena
    menerapkan tanggunjawab sosialnya antara lain: untuk mempertahankan dan mendongkrak
    reputasi dan brand image perusahaan; layak mendapatkan ijin untuk beroperasi (social license to
    operate), mereduksi risiko bisnis perusahaan; melebarkan akses ke sumber daya;
    membentangkan akses menuju market; mereduksi biaya; memperbaiki hubungan dengan
    stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator; dan meningkatkan semangat dan
    produktifitas karyawan.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Menurut Gloutie dalam Zuhroh (2003) tema-tema yang diungkapkan dalam wanaca
    akuntansi tanggungjawab sosial adalah:
    1. Kemasyarakatan, tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
    perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni, serta
    pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
    2. Ketenagakerjaan, tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
    perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan
    tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
    3. Produk dan konsumen, tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara
    lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan,
    kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
    4. Lingkungan hidup, tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang
    meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
    perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi
    sumber daya alam.
    Sedangkan menurut Harahap (2002), keterlibatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan
    berdasarkan keadaan di negara Indonesia, yaitu:
    1. Lingkungan hidup, antara lain: pengawasan terhadap efek polusi, perbaikan
    pengrusakan alam, konservasi alam, keindahan lingkungan, pengurangan polusi
    suara, penggunaan tanah, pengelolaan sampah dan air limbah, riset dan
    pengembangan lingkungan, kerjasama dengan energi, yaitu antara lain: konservasi
    dan penghematan energi yang dilakukan oleh perusahaan dalam aktivitasnya.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    2. Sumber daya manusia dan pendidikan, antara lain: keamanan dan kesehatan
    karyawan, pendidikan karyawan, kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan,
    menambah dan memperluas hak-hak karyawan, usaha untuk mendorong partisipasi,
    perbaikan pensiun, beasiswa, bantuan pada sekolah, pendirian sekolah, membantu
    pendidikan tinggi, riset dan pengembangan, pengangkatan pegawai dari kelompok
    miskin, dan peningkatan karir karyawan.
    3. Praktek bisnis yang jujur, antara lain: memperhatikan hak-hak karyawan wanita, jujur
    dalam iklan, kredit, service, produk, jaminan, mengontrol kualitas produk,
    pemerintah, universitas, dan pembangunan lokasi rekreasi

  • akinya_najmee

    Member
    17 June 2009 at 9:11 am

    4. Membantu masyarakat lingkungan antara lainnya: memanfaatkan tenaga ahli
    perusahaan dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, tidak campur tangan
    dalam struktur masyarakat, membangun klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah,
    perbaikan desa atau kota, sumbangan kegiatan sosial masyarakat, perbaikan
    perumahan desa, bantuan dana, perbaikan sarana pengangkutan pasar.
    5. Kegiatan seni dan kebudayaan, antara lain: membantu lembaga seni dan budaya,
    sponsor kegiatan seni dan budaya, penggunaan seni dan budaya dalam iklan,
    merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olah raga.
    6. Hubungan dengan pemegang saham, antara lain: sifat keterbukaan direksi pada semua
    persero, peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan,
    pengungkapan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
    7. Hubungan dengan pemerintah, antara lain: menaati peraturan pemerintah, membatasi
    kegiatan lobbying, mengontrol kegiatan politik perusahaan, membantu lembaga
    pemerintah sesuai dengan kemampuan perusahaan, membantu secara umum

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, membantu proyek dan kebijakan
    pemerintah, meningkatkan produktivitas sektor informal, pengembangan dan inovasi
    manajemen.
    Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia
    (Said dan Abidin, 2004) sebagai berikut:
    1. Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung
    dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
    masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya
    menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public
    affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
    2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan
    yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi
    yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal,
    dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
    3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
    dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau
    media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
    sosialnya.
    4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium, perusahaan turut mendirikan,
    menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
    sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang
    mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan
    kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Aspek Perpajakan CSR
    Ditinjau dari sudut pandang perpajakan, program CSR yang dilaksanakan di perusahaanperusahaan
    dapat terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai
    (PPN). Dari sudut PPh, perusahaan biasanya harus memilih strategi sehingga semua biaya yang
    dikeluarkan untuk program CSR yang dipilih dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi
    laba kena pajak. Dari sudut pandang PPN, perusahaan biasanya memilih strategi sehingga barang
    atau jasa yang diberikan kepada pihak penerima tidak terhutang PPN atau kalaupun terhutang
    terhutang seminimal mungkin. Strategi ini diambil dengan asumsi bahwa semua program CSR
    yang dipilih oleh perusahaan adalah benar-benar untuk maksud yang mulia, peningkatan kualitas
    sumber daya alam, maupun peningkatan aspek sosial dan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian
    seyogyanya apapun bentuk program yang dipilih oleh perusahaan mendapat keringanan dan
    kemudahan dalam aspek pajaknya.
    Berikuti ini akan dibahas berbagai bentuk program CSR dan bagaimana perlakuan
    perpajakannya, baik PPh dan/atau PPN.
    Kemasyarakatan
    Perusahaan dapat melaksanakan program tanggung jawab sosialnya ke masyarakat
    berupa aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang dapat
    diberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswa-siswa berprestasi ataupun
    siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk penyediaan sarana dan prasana sekolah. Di
    bidang kesehatan, perusahaan biasanya memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana
    kesehatan seperti puskesmas, program khitanan masal, imunisasi untuk masyarakat umum dan
    program lainnya.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Apabila program CSR berupa pemberian beasiswa, maka dari sudut Pajak Penghasilan
    merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan pada laba perusahaan.
    Seperti yang tercantum dalam Undang Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 6 ayat 1 huruf g yang
    menyebutkan bahwa beasiswa, magang, dan pelatihan merupakan biaya yang dapat dikurangkan
    dari penghasilan bruto. Pemberian program beasiswa ini sangat membantu siswa-siswa
    berprestasi ataupun siswa-siswa yang berlatar belakang ekonomi tidak mampu. Karena itu
    perusahaan-perusahaan yang akan menerapkan program CSR, pemberian berupa beasiswa
    merupakan salah satu pilihan yang terbaik yang dapat dijalankan secara rutin. Dengan program
    pemberian beasiswa demikian sangat membantu masyarakat di dunia pendidikan secara
    langsung.
    Perusahaan yang memilih memberikan sumbangan untuk penyediaan sarana dan
    prasarana sekolah dan kesehatan, maka biaya yang dikeluarkan untuk sumbangan ini tidak dapat
    dikurangkan pada penghasilan bruto perusahaan (non deductible expenses), ini sesuai dengan
    Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 huruf g. Sedangkan bagi pihak penerima
    bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak
    seperti diatur dalam Undang-Undang No.17 pasal 4 ayat 1 huruf a. Sangat disayangkan jika
    sumbangan yang juga membantu negara dalam mengentas kebodohan dan meningkatkan
    kesehatan rakyat demikian tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pemerintah
    seharusnya memperbolehkan biaya ini dikurangankan dipenghasilan bruto, asalkan jelas kepada
    siapa sumbangan itu diberikan. Pemerintah mungkin menyediakan istitusi/organisasi miliki
    pemerintah atau non pemerintah yang dapat menampung sumbangan yang demikian.
    Bisa terjadi perusahaan memberikan sumbangan berupa barang yang diproduksi sendiri
    oleh perusahaan, misalnya berupa komputer, meja, kursi, atau lemari. Dari segi sudut pandang

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Pajak Penghasilan biaya tersebut tetap merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
    penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan dilihat dari aspek Pajak Pertambahan Nilai maka
    pemberian sumbangan dalam bentuk barang seperti diatas merupakan Obyek Pajak Pertambahan
    Nilai seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 251/KMK.03/2002 sebagai
    penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain yang
    dapat digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak, sehingga perusahaan harus menyetor PPN yang
    terhutang kepada kas negara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual atau penggantian
    setelah dikurangi laba kotor.
    Dilihat dari manfaat yang diperoleh oleh masyarakat pemberian sumbangan dalam bentuk
    penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat besar. Sesuai dengan amanat
    Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikat
    kesejahteraan bangsa, pemerintah belum mampu menyediakan sarana dan prasarana yang
    memadai untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga perlu campur tangan pihak swasta untuk
    membantu pencapaian tujuan tersebut. Tetapi merupakan dilema tersendiri bagi perusahaan
    karena jika mereka mau memberikan sumbangan tersebut dengan maksud yang tulus ternyata
    sumbangan yang mereka berikan ternyata tidak dapat diakui sebagai biaya yang mengurangi
    penghasilan bruto mereka. Kecuali sumbangan tersebut diperuntukkan bagi korban bencana alam
    gempa bumi yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagia Jawa Tengah
    pada tanggal 27 Mei 2006 serta gempa bumi dan tsunami yang terjadi di pesisir pantai selatan
    Pulau Jawa pada tanggal 17 Juli 2006 seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No
    95/PMK.03/2006. Melalui peraturan tersebut tersirat bahwa fasilitas pajak hanya hanya diberikan
    pada bencana alam semata. Hal ini menyebabkan kepedulian sebagian besar perusahaan menjadi
    bersifat insidental dan tidak merupakan program yang dilakukan secara terus menerus.

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Ketenagakerjaan
    Tema yang dapat diambil dalam program CSR inimerupakan semua aktivitas perusahaan
    yang ditujukan pada orang-orang dalam perusahaan sendiri. Aktivitas tersebut meliputi
    rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya. Karyawan
    merupakan sumber daya penting dalam pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu
    perusahaan berkewajiban untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas maupun
    kesejahteraan karyawan.
    Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah
    pengadaan pelatihan-pelatihan baik diselenggarakan sendiri oleh perusahaan maupun
    mengikutkan karyawan pada pelatihan atau seminar yang diadakan oleh pihak lain. Aspek
    perpajakan apabila pelatihan karyawan yang diadakan sendiri oleh perusahaan, misalnya
    mendatangkan pembicara dari luar, maka disini terkait dengan Obyek Pajak Penghasilan
    khususnya PPh pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh. Pelatihan yang diberikan oleh
    orang pribadi maka perusahaan harus memungut PPh pasal 21/Pasal 26 UU PPh atas honorarium
    yang diberikan. Jika pelatihan diberikan oleh badan, maka perusahaan diharuskan memotong
    PPh pasal 23/Pasal 26 UU PPh atas honorarium yang diberikan. Dari sudut Pajak Pertambahan
    Nilai, atas jasa profesional yang diberikan oleh orang pribadi atau badan terhutang Pajak
    Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Nilai penggantian yang diminta atas
    jasa yang diberikan.
    Perusahaan juga dapat menyertakan karyawan-karyawan untuk peningkatan kualitas
    karyaw

  • akinya_najmee

    Member
    17 June 2009 at 9:14 am

    Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah
    pengadaan pelatihan-pelatihan baik diselenggarakan sendiri oleh perusahaan maupun
    mengikutkan karyawan pada pelatihan atau seminar yang diadakan oleh pihak lain. Aspek
    perpajakan apabila pelatihan karyawan yang diadakan sendiri oleh perusahaan, misalnya
    mendatangkan pembicara dari luar, maka disini terkait dengan Obyek Pajak Penghasilan
    khususnya PPh pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh. Pelatihan yang diberikan oleh
    orang pribadi maka perusahaan harus memungut PPh pasal 21/Pasal 26 UU PPh atas honorarium
    yang diberikan. Jika pelatihan diberikan oleh badan, maka perusahaan diharuskan memotong
    PPh pasal 23/Pasal 26 UU PPh atas honorarium yang diberikan. Dari sudut Pajak Pertambahan
    Nilai, atas jasa profesional yang diberikan oleh orang pribadi atau badan terhutang Pajak
    Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Nilai penggantian yang diminta atas
    jasa yang diberikan.
    Perusahaan juga dapat menyertakan karyawan-karyawan untuk peningkatan kualitas
    karyawan melalui mengikutikan mereka pada pelatihan yang dilakukan di luar perusahaan. Biaya

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    yang dikeluarkan untuk pelatihan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan,
    sesuai yang diatur dalam Undang Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 6 ayat 1 huruf g.
    Program CSR perusahaan yang memilih meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui
    pemberian tunjangan atau fasilitas tertentu, maka perusahaan harus lebih hati-hati dengan aspek
    perpajakan yang terkait. Jika tunjangan tersebut menambah gaji bruto karyawan atau diberikan
    dalam bentuk uang, maka merupakan Obyek PPh pasal 21/Pasal 26, sehingga biaya yang
    dikeluarkan untuk tunjangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
    Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji bruto karyawan atau dalam bentuk
    kenikmatan atau natura (tidak merupakan Obyek PPh Pasal 21/Pasal 26), maka biaya yang
    dikeluarkan oleh perusahaan untuk tunjangan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
    bruto. Ini sesuai dengan prinsip taxability dan deductibility. Tetapi bila program tersebut
    berbentuk pemberian fasilitas misalnya perumahan karyawan, maka biaya tersebut merupakan
    biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan penggantian atau
    imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan seperti yang diatur dalam UU No
    17 Pasal 9 ayat 1 huruf e yang berbunyi sebagai beriktut” penggantian atau imbalan sehubungan
    dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
    penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
    dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaiatan dengan
    pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuagan” tidak dapat
    dikurangkan dari pengahsilan bruto.
    Produk dan Konsumen

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
    kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau
    kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. Perusahaan seharusnya memberikan kualitas produk
    dan jasa yang baik kepada masyarakat. Perusahaan tidak semata-mata mencari laba tetapi ada
    tanggung jawab etis kepada masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat
    menuntut perusahaan jujur dalam iklan atas produk dan jasa yang ditawarkan dan memberikan
    pelayanan yang baik kepada masyarakat.
    Perusahaan dihadapkan dengan beberapa pilihan untuk memberikan tanggungjawab
    sosialnya kepada masyarakat. Ada beberapa perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan
    dari penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan lain memilih memberikan
    produknya secara gratis kepada masyarakat. Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan
    sebagian dari hasil penjualannya untuk program CSR dari aspek PPN maka setiap kenaikan
    harga dari produk yang dijual karena program CSR terhutang PPN sebesar kenaikan harga dari
    produk tersebut. Ditinjau dari aspek Pajak Penghasilan, kenaikan pendapatan karena program
    CSR dengan sendirinya menambah penghasilan bruto kena pajak. Ketika dana yang dihasilkan
    dibagikan, maka harus diperhatikan dalam bentuk apakah program tersebut akan didistribusikan.
    Dalam bentuk apa pendapatan itu dibagikan, maka akan berbeda perlakuan perpajakannya.
    Dalam kegiatan ini perusahaan biasanya mengeluarkan banyak biaya untuk iklan atau
    promosi. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat dipisahkan mana yang benarbenar
    kegiatan iklan atau promosi dan mana yang bukan. Mengacu kepada Penjelasan Pasal 6
    ayat 1 Undang-Undang No.17 tahun 200 menyebutkan bahwa ” mengenai pengeluaran untuk
    promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benari-benar dikeluarkan untuk promosi dengan
    biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk

  • akinya_najmee

    Member
    17 June 2009 at 9:15 am

    promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto”. Perusahaan dalam kegiatan promosi dan
    iklannya dapat membagi-bagikan produk perusahaan ataupun memberikan hadiah tertentu untuk
    mendorong penjualan perusahaan.
    Perusahaan yang melakukan promosi dengan membagi-bagikan produknya sebagai sampel
    di masyarakat, di aspek Pajak Penghasilan biaya yang dikeluarkan bukan biaya yang dapat
    dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan pemberian kenikamatan atau natura
    seperti yang diatur dalam UU No.17 Tahun 2000 pasal 9 ayat 1 huruf e. Dari aspek PPN
    perusahaan juga terhutang PPN atas produk yang diberikan secara cuma-cuma dengan Dasar
    Pengenaan Pajak sebesar harga jual dikurangi laba kotor.
    Perusahaan juga dapat melaksanakan program tanggung jawab sosial dengan memberikan
    pelayanan kepada pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan misalnya dengan
    memberikan pelayanan setelah penjualan (service after sales). Misalnya perbaikan produk yang
    cacat atau penggantian produk atau sparepart. Biaya service yang dikeluarkan oleh perusahaan
    ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena termasuk dalam kategori biaya untuk
    mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.
    LingkunganHidup
    Perusahaan dalam menerapkan CSR dengan tema yang berkaitan dengan lingkungan
    hidup. Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian
    polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan
    akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Dilihat dari aspek Pajak
    Penghasilan Undang-Undang No.17 tahun 2000 pasal 6 ayat 1 berbunyi” biaya untuk
    mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    berkenaan dengan pekerjaan dan jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
    tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
    pengolahan limbah, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan” dapat mengurani
    penghasilan bruto. Dengan demikian apabila perusahaan mengeluarkan biaya pengolah limbah
    dan pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnisnya serta biaya yang dikeluarkan
    untuk pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan usaha
    mendapatakan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
    Perlu dicermati bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pegendalian polusi
    atau pencemaran lingkungan hidup mungkin sangat terkait dengan Pajak Penghasilan dan PPN.
    Sebagai contoh perusahaan harus membuat bak pengolahan limbah untuk mengolah limbah
    produksinya, maka semua biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran jasa pengerjaan dan semua
    material dapat dibebankan ke penghasilan bruto. Tetapi perlu diketahui bahwa atas pembayaran
    jasa atau imbalan akan terhutang PPh Pasal 21/Pasal 26 UU PPh atau Pasal 23/Pasal 26 UU PPh,
    sedangkan pengadaan materialnya terutang PPN yang harus dibayar oleh perusahaan.
    Model Corporate Social Responsibility
    Seperti telah dibahas model CSR pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat
    dilakukan melalui: keterlibatan langsung atau melalui yayasan atau organisasi sosial milik
    perusahaan, atau tidak terlibat secara langsung tetapi bermitra dengan pihak lain. Apabila
    sumbangan untuk program CSR dilakuan sendiri baik keterlibatan secara langsung perusahaan
    maupun diwakili oleh yayasan atau organisasi perusahaan, maka tidak ada aspek pemotongan
    Pajak Penghasilan yang harus dilakukan. Tetapi ingat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
    bukanlah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

  • akinya_najmee

    Member
    17 June 2009 at 9:16 am

    Perusahaan dapat memilih pemberian program CSR melalui pihak lain. Jika ini terjadi,
    maka terdapat aspek pemotongan PPh atas imbalan atas jasa pertolongan yang diberikan. Disini
    bentuk pemotongan PPh tergantung dari jenis jasa yang diberikan dan kepada siapa imbalan jasa
    itu diberikan. Jika imbalan jasa tersebut diberikan kepada orang pribadi, maka perusahaan harus
    memotong PPh Pasal 21/Pasal 26 UU PPh, sedangkan imbalan tersebut diberikan kepada badan
    maka perusahaan harus memotong PPh pasal 23/pasal 26 UU PPh.
    KESIMPULAN
    Saat ini perusahaan dituntut tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, tetapi
    juga dituntut memberikan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan di
    sekitarnya. Di pihak lain perusahaan khususnya perseroan terbatas harus mematuhi peraturan
    yang berlaku apabila ingin terus beroperasi. Disahkannya Undang-Undang Tentang Perseroaan
    Terbatas No 40 Tahun 2007 (UU PT) pada tanggal 20 Juli 2007 mewajibkan perseroan terbatas
    yang bergerak dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan
    tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat dan lingkungan. Jika perusahaan tidak mematuhi
    maka akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
    Perusahaan dalam menerapkan program CSR harus memperhatikan aspek perpajakan
    yang berlaku, baik dari aspek Pajak penghasilan maupun PPN. Suatu hal yang disayangkan jika
    bantuan atau sumbangan yang diberikan oleh perusahaan yang bertujuan untuk meningkatan
    kualitas kehidupan dan lingkungan ternyata tidak dapat diakui sebagai pengurang dari
    penghasilan bruto perusahaan. Di lain pihak pemerintah tidak mampu memenuhi semua
    kebutuhan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat baik dalam bidang pendidikan,
    kesehatan, dan kesejahteraan. Memang ada kemungkinan perusahaan akan menyalahgunakan

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    peraturan perpajakan mengenai tanggung jawab sosialnya seperti: bantuan atau sumbangan
    sehingga mengurangi pajak yang terhutang. Tetapi dengan memperjelas peraturan mengenai
    bentuk dan jenis sumbangan yang boleh dikurangkan, daftar nominatif, atau ketentuan lainnya
    tidak menghambat perusahaan untuk menunaikan tanggungjawab sosialnya.
    Pemerintah harus memperjelas aturan perpajakan yang berkaitan dengan pengeluaranpengeluaran
    dari program CRS, sehingga pemerintah mendapatkan banyak perusahaan yang mau
    terlibat dalam program ini. Jangan seperti peraturan perpajakan saat ini yang hanya
    memperbolehkan bantuan atau sumbangan hanya kalau terjadi bencana alam dan gempa bumi
    yang terjadi secara insidentil, seperti yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
    sebagia Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 serta gempa bumi dan tsunami yang terjadi di
    pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Ini menyebabkan keengganan perusahaan untuk menetapkan
    program CSR di dalam anggaran perusahaan yang bersifat bantuan atau sumbangan baik dalam
    bentuk uang ataupun barang secara konsisten dan periodik.
    DAFTAR REFERENSI
    Anggraini, F.R.R., 2006, Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
    Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada
    Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional
    Akuntansi 9 Padang
    Anonim, 2007, CSR dan Pajak, Indonesian Tax Review, Jakarta: Smartaxes Publishing, Vol.VI,
    Edisi 33/2007
    Fitriandi, T. Birowo, danY. Aryanto, 2005, Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap,
    Jakarta, Penerbit Salemba Empat
    Sembiring, E., 2006, Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi
    Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Maksi, Vol.6, No.1,
    hal:60-68

    The 2nd National Conference UKWMS
    Surabaya, 6 September 2008
    Harahap, S. S., 2002, Teori Akuntansi, Edisi Revisi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
    Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007
    Wibisono, Y., 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing
    Waluyo, 2007, Perpajakan Indonesia, Edisi 7, buku 1, Jakarta, Penerbit Salemba Empat
    Waluyo, 2007, Perpajakan Indonesia, Edisi 7, buku 2, Jakarta, Penerbit Salemba Empat
    Zuhroh, D., dan I.P.P.H Sukmawati, 2003, Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam
    Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor, Simposium Nasional Akuntansi
    VI

  • kazam

    Member
    25 June 2009 at 11:48 pm

    jadi,inti nya bagaimana???

Viewing 1 - 15 of 15 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now