Forum Ortax › Forums › Tax Amnesty › Dilema SPT 2015 dalam Tax Amnesty
Dilema SPT 2015 dalam Tax Amnesty
Selamat malam rekan-rekan Ortax,
Perkenalkan nama saya Hartono. Langsung saja saya ke pokok permasalahan saya.
Kejadiannya begini pada tanggal 24 Februari 2017, ada teman dari Ibu saya, umurnya 59 tahun, cewek juga. Jadi umur segitu sudah boleh dipanggil nenek ya. Jadi beliau datang ke rumah saya untuk nanya hal berkaitan dengan Tax Amnesty. Berhubung beliau mengetahui saya jurusan SE konsentrasi pajak dan tau saya cukp tau informasi mengenai tax Amnesty.
Jadi singkat ceritanya, beliau menanyakan kepada saya "kenapa saya mau ikut tax amnesty tetapi tidak dapat tarif 0,5% dan kenapa harus 5%". Karena sebelumnya terdapat orang lain (orang yang biasa mengurus perpajakan beliau, dapat dikatakan konsultan perorangan ilegal) mengaku bisa mengurus TA kepada beliau dengan tarif 0,5%, tetapi pada akhirnya melapor kepada beliau bahwa untuk perpajakan beliau harus kena 5%. Saya pun bingung mendengar cerita beliau. Dan saya curiga bahwa orang tersebut ingin membohongi beliau, karena ketidak tahuannya, dan mengambil keuntungan dengan mengambil sisa uang tebusan selisih 5% dan 0,5%.
Padahal omset dari beliau dibawah RP 4,8 miliyar dlam setahun. Beliau mempunyai usaha rakit becak bermotor roda tiga. Jadi usaha beliau adalah merakit becak, dengan cara las besi dan ditempelkan ke motor dan ditambah aksesorisnya.
Dari cerita mengenai usahanya saja, dalam hati saya, sya sudah menebak beliau berhak menggunakan tarif umkm.
Atas dasar kasihan, (karena beliau sudah mulai mengalami kemunduran bisnis, karena urusan keluarga, dan anak-anaknya yang "tidak berhasil menjadi orang"; saya ingin membantu beliau mengurus Tax Amnesty nya.Jadi pada tanggal 26 Februari 2017, saya berangkat ke KPP dan menuju ke TPT (Tempat Pelayanan Terpadu), dan tanya ke bagian NPWP mengenai NPWP beliau. Dan informasi dari petugas TPT, beliau terdaftar sebagai KLU pedagang eceran yang seharusnya membayar pajak 1% dari omset per bulan dan berhak atas TA tarif umkm.
Jadi saya dengan semangat pun melaporkan hal tersebut kepada beliau dan pada sore nya saya langsung mengurus dokumen2 TA dan melampirkan SPT 2015.Keesokan hari nya saya pun masuk ke ruangan TA di KPP, dan menyerahkan dokumen-dokumen TA termasuk lampiran SPT 2015.
Alangkah terkejutnya saya, saya ditolak petugas TA untuk ikut tarif umkm 0,5% , dan harus ikut 5%. Dikarenakan SPT 2015 yang saya lampirkan, tertulis bahwa usaha dari beliau : jasa perantara/komisioner. Diinformasikan dari petugas bahwa jasa perantara/komisioner tidak termasuk ke dalam tarif umkm. Baru sya membalas, kenapa di sistem TPT klian, NPWP beliau masi terdaftar sebagai pedagang eceran. Petugas tersebut menjawab : "Secara Undang-Undang, kami menggunakan SPT 2015, sehingga kesalahan dari WP sendiri kenapa menuliskan jasa perantara/komisioner. Dalam hati saya, saya merasa sangat tidak adil. Karena SPT 2015 dan sebelumnya diurus oleh orang (yang saya sebutkan sebelumnya) secara sembarangan. Dimana dari dokumen yang tersisa SPT 2011= MOCOK-MOCOK, SPT 2012 = JASA PERORANGAN (KLU : 97990), dan 2013 = DAGANG ECERAN. Baru pada 2015 = JASA PERANTARA/KOMISIONER.
Jadi saya secara pribadi merasa tidak setuju dengan perlakuan tersebut yang saya rasa tidak adil. Dimana seperti kita tahu, untuk Ibu seumuran 59 tahun, mana mengerti mengenai PPh yang dapat kita katakan ribet.
Jadi yang ingin saya tanayakan, bagaimana mengenai solusi atas permasalahan tersebut. Karena berdasarkan PMK 118/PMK.03/2016, WP tidak berhak mengubah SPT 2015. Padahal secara nyata beliau usaha becak sebelum 2015 sudah menjalan usaha tersebut.
Harta TA yang beliau ingin laporkan sebesar 1M, terdiri dari 3 rumah tempat tinggal, dan uang tunai 50 juta dan persediaan barang persediaan 100 juta. Pengakuan beliau jika tarif 5%, beliau tidak sanggup karena cash flow yang tidak cukup, dan beliau hanya mampu untuk tarif 0,5%.
Apakah kita dapat meminta AR untuk melakukan pemeriksaan lapangan, untuk membuktikan beliau merupakan umkm? Karena beliau setuju-setuju saja jika diperiksa oleh staff dari kantor pajak. Atau apakah ada solusi lain dari rekan-rekan yang lain?
Yang saya kesalkan juga tidak sinkronnya sistem TPT dengan SPT 2015 yang terakhir disampaikan. Harusnya sistem TPT sudah mengupdate sesuai dengan SPT 2015 terakhir. Sehingga saya tidak perlu mebantu beliau setor uang tebusan 0,5% tersebut dlu. Sekarang sudah tersetor ke kas negara, dan tidak dapat urus tarif umkm. Tambah kerjaan lagi untuk urusan restitusi kembali dan setau saya sangat ribet untuk restitusi.Maaf jika curhatan saya panjang, mohon dibantu ya rekan-rekan.. Thanks…
sudah lama tidak komen, makanya pak hartono. Lain kali lebih banyak diperbanyak lagi jam terbang ya untuk praktek TA di lapangan. Menurut saya hal itu sudah lumrah di setiap KPP. Di KPP saya juga seperti itu, dan kasus ini sudah dibahas sampai pusat… hasilnya nihil.
Jadi untuk kasus TA, harus diperbanyak jam terbang ya di lapangan ya… TA ini banyak jebakan betmen. Yang Anda sebut konsultan illegal tersebut, mungkin dengan banyak pengalaman yang dia alami, dia sudah tau hal yang boleh dilakukan/tidak boleh dilakukan. Dengan mengatakan bahwa Si Ibu kena 5% hanya, sudah sangat aman dan tidak berisiko bagi Dia.
Jadi kesimpulan kasus ini adalah sebaiknya mengunakan 5%, karena banyak WP yang terkena kasus ini juga sudah merelakan haknya (yang abu-abu) mengunakan 0,5%. Positifnya : penerimaan kas negara bertambah.Dear Ko Hartono,
SPT 2015nya sudah dilapor/belum ko?Iya Pak.. Banyak jebmen nya, kesal saya. Padahal di Undang-undang TA mengatakan Tax Amnesty dilakukan berdasarkan " KEADILAN". Berikut saya quote dari UU Tax Amnesty :
"Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
kepastian hukum;
keadilan;
kemanfaatan; dan
kepentingan nasional."Yang mau saya tanyakan, banyak WP baru yang mendaftarkan/membuat NPWP mulai dari bulan Juli 2016 dan diatasnya, tetapi diterima oleh petugas KPP nya. Dan mereka bahkan lebih mudah mengurus Tax Amnesty karena tidak ada data 2015 dan kebawahnya.
Sdangkan kejadiian Ibu ini, hanya karena SPT 2015 nya dibuat oleh orang lain.
Sama-sama lalai dalam membayar pajak. Tetapi yang diampuni yang sama sekali gk ada NPWP. Rasanya sangat tidak adil.
Ibu ini buat NPWP pada 2008 pun karena pada tahun tersebut, ada penerapan pajak untuk warga yang tidak mempunyai NPWP, dikenakan fiskal penerbangan ke luar negeri sebesar Rp 2juta ya klo tidak salah.Apakah masalah ini bisa dikonsultasikan dengan Pegawai dengan jabatan lebih tinggi di Kantor Wilayah tidak ya? Saya kasihan saya dengan Beliau, tidak mampu bayar 5%, sedangkan mau pengampunan pajak. Buah Simalakama, maju salah mundur salah.
Mohon sharingannya lebih lanjut ya..
Jangan pakai Ko, pakai Pak saja. Diskusi di forum ortax, pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar saja. hehehe.. 😀
Sudah, dilaporkan oleh pengurus lama via pos, dan sudah masuk ke sistem pada AR dari Ibu tersebut..
Pusing saya..
Dan rekan, tambahan.. hehe..
Pengurus pajak dari beliau, juga pada awalnya mengatakan bisa tarif 0,5%. Mungkin orang tersebut sudah ditolak oleh petugas TA, sehingga melaporkan kembali harus pakai tarif 5%.- Originaly posted by hartonohao:
Dan rekan, tambahan.. hehe..
Pengurus pajak dari beliau, juga pada awalnya mengatakan bisa tarif 0,5%. Mungkin orang tersebut sudah ditolak oleh petugas TA, sehingga melaporkan kembali harus pakai tarif 5%.Kemungkinan sih seperti yang rekan hartono bilang,itulah makanya kita harus cermat agar jangan kena jebakan betmen.
seperti contoh dibawah ini
http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&id topik=67974karena buru buru WP,jadinya runyam
Bisa kok pake tarif umkm.
Ajukan perubahan data jenis usaha(klu) lampirkan surat pernyataan melakukan usaha(materai) ke tpt.
Nanti dapet skt baru.
nah tinggal lapor ta dengan melampirkan skt tadi