Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Jasa Instalasi Mesin
Dear Rekan ORTAX,
mau tanya dong mengenai jasa instalasi atas pembelian mesin, kami melakukan pembelian mesin2 dan atas mesin2 tersebut akan dilakukan instalasinya.
1. Apakah Instalasi atas mesin tersebut bisa dikapitalisasi kepada mesinnya, karena ada temen auditor yg bilang kalau Instalasi atas mesin tersebut bisa ditambahkan kepada harga perolehan Aktivanya??
2. jika menambah nilai perolehan aktivanya apakah kita tetep potong PPH 23 nya atas jasa instalasi mesin tersebut??
terima kasih sebelumnya…- Originaly posted by henlou:
1. Apakah Instalasi atas mesin tersebut bisa dikapitalisasi kepada mesinnya, karena ada temen auditor yg bilang kalau Instalasi atas mesin tersebut bisa ditambahkan kepada harga perolehan Aktivanya??
bisa.. di tempat saya bekerja juga seperti itu ( dikapitalisasi ) , jika belum selesai semua masih masuk ke akun machinery under installation. jika sudah selesai baru masuk ke asset.
Originaly posted by henlou:2. jika menambah nilai perolehan aktivanya apakah kita tetep potong PPH 23 nya atas jasa instalasi mesin tersebut??
iya , tetep potong PPh 23..
trimss.. - Originaly posted by Fredy0819:
iya , tetep potong PPh 23..
yang digunakan sebagai DPP yang mana?
kalau menurut saya pribadi, tergantung apakah harga mesin dan jasa instalasi dipisahkan pada invoice dan faktur pajak atau tidak..
jika tidak dipisahkan, maka tidak perlu memotong PPh 23 karena kita tidak tahu berapa nilai atas jasa instalasi tersebut..Mohon koreksinya..
- Originaly posted by Fredy0819:
iya , tetep potong PPh 23..
trimss..jika yang instalasi adalah WP Kontraktor bagaimana rekan??
- Originaly posted by yovi:
kalau menurut saya pribadi, tergantung apakah harga mesin dan jasa instalasi dipisahkan pada invoice dan faktur pajak atau tidak..
Justru itu rekan yovi, kalau di invoice sudah dipisahkan antara jasa dan materialnya maka kita menghitung PPh 23 nya mudah, dan peng kapitalisasian nya juga gampang, yg jadi masalah jika harga meisin sudah berikut instalasi tanpa ada break down nya.
ini yg jadi esensi pertanyaan saya sebenarnya rekan.
mohon pencerahannya.. - Originaly posted by yovi:
tergantung apakah harga mesin dan jasa instalasi dipisahkan pada invoice dan faktur pajak atau tidak..
jika tidak dipisahkan, maka tidak perlu memotong PPh 23 karena kita tidak tahu berapa nilai atas jasa instalasi tersebut..rekan yovi,
biasanya kalu di tmpt saya dipisah sih antara material dengan jasa..
tetapi kalau tidak dipisahkan antara material dengan jasanya, bukan kah kita potong semuanya / sekaligus dengan PPh 23 ?
Mohon koreksinya.. 🙂 menurut saya tidak perlu memotong PPh 23..
karena tidak dilakukan breaK down antara harga mesin dan jasa instalasi..Mohon koreksinya..
saya sependapat dengan rekan fredy0819 kalo tidak dibreak maka dipotong semuanya.
CMIW
thx
- Originaly posted by Fredy0819:
tetapi kalau tidak dipisahkan antara material dengan jasanya, bukan kah kita potong semuanya / sekaligus dengan PPh 23 ?
jika harga mesin 25.000.000 (include instalasi)
karena tidak ada jasa yang tercantum ( tidak di break down), apakah kita akan memotong PPh 23 dengan perhitungan 2% x 25.000.000?
apakah mesin merupakan objek PPh 23 rekan?
mohon koreksinya..
- Originaly posted by yovi:
apakah mesin merupakan objek PPh 23 rekan?
memang mesin bukan kita potong PPh 23, tetapi kalau ada jasa yang tidak dipisahkan di invoicenya, kita potong semuanya.. 🙂 he he he.. seharusnya supplier itu sudah memisahkan antara barang dan jasanya,…
mohon koreksinya… trims. - Originaly posted by Fredy0819:
memang mesin bukan kita potong PPh 23, tetapi kalau ada jasa yang tidak dipisahkan di invoicenya, kita potong semuanya..
boleh minta dasar hukumnya rekan?
- Originaly posted by yovi:
boleh minta dasar hukumnya rekan?
Surat Edaran Dirjen Pajak – SE – 53/PJ/2009, namun hanya berlaku utuk pemotongan PPh 23, Jika pemberi jasa instalasi adalah WP dengan kualifikasi jasa konstruksi maka dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) atas seluruh jumlah tagihan tanpa perlu mempertimbangkan adanya pemisahan jasa dan material.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=&nomor=&q=jumlah bruto&q_do=macth&cols=isi&hlm=2&page=show&id=13797 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 53/PJ/2009TENTANG
JUMLAH BRUTO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1)
HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PENGHASILAN
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1.Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
2.Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
a.pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
b.pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c.pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
d.pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
3.Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tidak berlaku :
a.atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;atau
b.dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 1, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
4.Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan :
a.kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
b.faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
c.faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c;
d.faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d.
5.Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Mei 2009
Direktur Jenderal,ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098terima kasih rekan yuniffer..