Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Orang Pribadi OP Buka usaha salon

  • OP Buka usaha salon

     dennyy updated 11 years, 2 months ago 3 Members · 5 Posts
  • dennyy

    Member
    13 May 2014 at 3:35 pm
  • dennyy

    Member
    13 May 2014 at 3:35 pm

    Dear Rekan2 Ortax,

    teman saya mau buka usaha salon,
    salon ini atas nama orang pribadi sudah berNPWP, nah kira – kira apakah perlu di daftarkan ke KPP usahanya ini? atau usahanya tidak perlu daftar ke KPP dan langsung saja tiap bulan di potong PPh Final 1% ?
    lalu kira – kira perlu ga di daftarin usaha salonnya ini jadi PKP ?

  • priadiar4

    Member
    13 May 2014 at 3:53 pm
    Originaly posted by dennyy:

    teman saya mau buka usaha salon,
    salon ini atas nama orang pribadi sudah berNPWP, nah kira – kira apakah perlu di daftarkan ke KPP usahanya ini?

    jika salon atas nama OP bersangkutan tidak perlu

    Originaly posted by dennyy:

    langsung saja tiap bulan di potong PPh Final 1% ?

    bukan dipotong tapi disetor

  • Sadikin

    Member
    13 May 2014 at 4:28 pm

    Utk Pajak 1% harap baca aturannya yang jelas, jgn maen bayar ajah krn ini usaha baru.

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR : SE – 42/PJ/2013

    TENTANG

    PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK
    PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
    WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    A. Umum
    Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, perlu diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan ketentuan penerapan tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
    B. Maksud dan Tujuan
    1. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
    2. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan agar pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat berjalan dengan baik dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.
    C. Ruang Lingkup
    Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
    D. Dasar
    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
    4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
    E. Materi
    1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
    a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
    b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
    3. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
    a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
    b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
    c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
    d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
    4. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
    a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
    b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
    5. Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:
    a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
    b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
    6. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
    7. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
    8. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
    9. Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
    10. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada butir 6 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
    11. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 10 wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
    12. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 10 dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 11, sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
    13. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 11 diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.

    F. Hal-Hal Khusus Terkait Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final
    Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final diatur sebagai berikut:
    1. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha Wajib Pajak dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
    2. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial, pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final selanjutnya untuk Wajib Pajak yang bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya.
    3. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
    4. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
    a. kolom Uraian diisi dengan "Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu";
    b. kolom KAP/KJS diisi dengan "411128/420".
    5. Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
    6. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 dapat diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.
    7. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut:
    a. atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan:
    1) dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan; atau
    2) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
    3) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

    b. atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti pem

  • dennyy

    Member
    14 May 2014 at 3:06 pm

    @priadiar4 : nahh salon ini juga kan dia ada gaji karyawannya, apakah perlu di lapor juga pph 21 nya?

    @sadikin : setelah membaca surat edarannya, saya rasa ga da yg aneh dan kegiatan usaha ini juga termasuk yg di kenakan pph final 1%, kalo menurut anda gmn? apa yg mesti saya perhatikan atas usaha salon ini?

Viewing 1 - 5 of 5 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now