Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums PPh Badan Pajak Hotel & Restoran

  • Pajak Hotel & Restoran

     ojihaloho updated 6 years, 9 months ago 15 Members · 43 Posts
  • phoska

    Member
    4 May 2010 at 11:20 pm

    Ilustrasi sederhana ini mungkin bermanfaat untuk bahan diskusi :

    Rumah Makan A dalam Nota Penjualannya tidak mencantumkan PHR/PP=1, dalam arti harga sudah termasuk PHR/PP-1 sebesar 10%. Pemda setempat setelah melakukan survey mewajibkan Rumah Makan A menyetorkan PHR/PP-1 setiap bulan Rp. 5 juta.

    Selama tahun 2009 omset/penjualan Rumah Makan A Rp. 800 juta (harga penjualan sudah termasuk PHR/PP-1 sebesar 10%).

    1. Jurnal penerimaan kas dalam tahun 2009 :

    Kas (debet) Rp. 800 juta
    ……… Pendapatan Rumah Makan (kredit) Rp. 727,27 juta
    ……… Hutang PHR/PP-1 (kredit) Rp. 72,73 juta
    (untuk mencatat penerimaan penjualan selama tahun 2009 sejumlah Rp.800 juta)

    Jurnal pengeluaran kas dalam tahun 2009 :

    Hutang PHR/PP-1 (debet) Rp. 60 juta
    ………. Kas (kredit) Rp. 60 juta
    (untuk mencatat pembayaran PHR/PP-1 tahun 2009 = 12 x Rp. 5 juta)

    3. Jurnal memorial dalam tahun 2009 :

    Hutang PHR/PP-1 (debet) Rp. 12,73 juta
    ………. Pendapatan Rumah Makan (kredit) Rp. 12,73
    (untuk memindahkan saldo akun Hutang PHR/PP-1 ke akun Pendapatan Rumah Makan, yaitu jumlah akun Hutang PHR/PP-1 Rp. 72,73 dikurangi realisasi pembayaran ke Pemda Rp. 60 juta)

    4. Dalam Laporan Laba Rugi akan tersaji :

    a. Tidak nampak Beban PHR/PP-1, sehingga Pendapatan Rumah Makan tercantum sebesar Rp. 740 juta (Rp. 727,27 juta + Rp. 12,73 juta = Rp. 740 juta)

    b. Disajikan dengan rincian ada Beban PHR/PP-1, sebagai berikut :

    Pendapatan Rumah Makan Bruto Rp. 800 juta
    Beban PHR/PP-1 Rp. 60 juta
    Pendapatan Rumah Makan Neto Rp. 740 juta

    DIPERIKSA FISKUS ??? TIDAK PERLU RISAU, FAKTA PENDAPATAN KOTOR DITERIMA SELAMA TAHUN 2009 Rp. 800 JUTA DAN BAYAR KE PEMDA PAJAK Rp. 60 JUTA, NETO TERIMA Rp. 740 JUTA.

    Silahkan rekan-rekan menanggapi ilustrasi saya ini untuk memperluas pengetahuan anggota forum ini.

  • phoska

    Member
    4 May 2010 at 11:36 pm

    Saya berpendapat, PHR/PP-1 yang dibayar oleh Pengusaha Rumah Makan boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang penghasilan bruto telah termasuk PHR/PP-1.

    PHR/PP-1 yang disetorkan ke Pemda tidak harus selalu sama dengan 10% dari DPP-nya, karena adanya kebijakan setoran bersifat lumpsum/bersifat tetap yang ditentukan dimuka secara berkala oleh Pemda.

    Kecuali Pengusaha Rumah Makan yang memilih menyetorkan PHR/PP-1 berdasarkan rekapitulasi omset/penjualan sebenarnya, sehingga PHR/PP-1 adalah sama dengan 10% dari DPP-nya. Setoran PHR/PP-1 setiap bulan akan naik turun, tidak lumpsum dan tidak ditentukan dimuka.

  • hanif

    Member
    5 May 2010 at 1:09 am
    Originaly posted by phoska:

    Saya berpendapat, PHR/PP-1 yang dibayar oleh Pengusaha Rumah Makan boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang penghasilan bruto telah termasuk PHR/PP-1.

    Secara akuntansi atau komersial hal ini sangat bisa diterima.
    Tapi dari sudut pandang pajak, apakah PHR tersebut masuk kategori pengeluaran 3 M?
    Esensinya, PHR tersebut bukan beban perusahaan.

    Analoginya adalah PPh 21 karyawan yang dibayarkan perusahaan.
    secara komersial boleh jadi biaya
    secara fiskal, dikoreksi. karena dianggap kenikmatan yang diberikan kepada karyawan.

    Originaly posted by phoska:

    PHR/PP-1 yang disetorkan ke Pemda tidak harus selalu sama dengan 10% dari DPP-nya, karena adanya kebijakan setoran bersifat lumpsum/bersifat tetap yang ditentukan dimuka secara berkala oleh Pemda.

    ini praktek dilapangan yang disebut dengan kebijakan. Tujuannya untuk kemudahan.
    Idealnya tidak begitu.

    Originaly posted by phoska:

    Kecuali Pengusaha Rumah Makan yang memilih menyetorkan PHR/PP-1 berdasarkan rekapitulasi omset/penjualan sebenarnya, sehingga PHR/PP-1 adalah sama dengan 10% dari DPP-nya. Setoran PHR/PP-1 setiap bulan akan naik turun, tidak lumpsum dan tidak ditentukan dimuka.

    idealnya seperti ini.

    Salam

  • phoska

    Member
    5 May 2010 at 9:18 am
    Originaly posted by hanif:

    Secara akuntansi atau komersial hal ini sangat bisa diterima.
    Tapi dari sudut pandang pajak, apakah PHR tersebut masuk kategori pengeluaran 3 M?
    Esensinya, PHR tersebut bukan beban perusahaan.

    Analoginya adalah PPh 21 karyawan yang dibayarkan perusahaan.
    secara komersial boleh jadi biaya
    secara fiskal, dikoreksi. karena dianggap kenikmatan yang diberikan kepada karyawan.

    Menurut pendapat saya, PHR/PP-1 tidak bisa disamakan dengan PPh Pasal 21.

    Sebab PPh Pasal 21 merupakan kesatuan dengan UU PPh (Pajak Pusat), sehingga peraturannya mengikuti dengan UU-nya, yang antara lain mengatur PPh Pasal 21 yang dibayar/ditanggung perusahaan termasuk kategori "kenikmatan" dan dikoreksi positif waktu menghitung penghasilan kena pajak.

    PHR/PP-1 adalah Pajak Daerah, tidak ada peraturan dalam UU PPh mengatur Pajak Daerah merupakan obyek koreksi positif. Yang dikoreksi positif adalah Pajak Penghasilan yang dibiayakan, bukan Pajak Daerah. Bahkan saya berpendapat, seluruh jenis Pajak Daerah boleh sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang dibayar oleh Wajib Pajak, karena masuk kategori 3 M (dalam rangka mendapatkan penghasilan, memelihara penghasilan dan menagih penghasilan). Jika Pengusaha Hotel dan Restoran tidak membayar Pajak Daerah, maka Pemda setempat berhak menutup. Bukankah PHR/PP-1 merupakan kategori 3 M ?

  • Ewed

    Member
    5 May 2010 at 11:45 am
    Originaly posted by phoska:

    Saya berpendapat, PHR/PP-1 yang dibayar oleh Pengusaha Rumah Makan boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang penghasilan bruto telah termasuk PHR/PP-1.

    sependapat…..meskipun saya tidak terlalu mengerti pajak daerah….. cuma asumsinya…
    1. pajak yang dikoreksi positif adalah pajak penghasilan… berarti selain itu dpt dibiayakan.
    2. PHR/PP-1 yang dibayar oleh Pengusaha Rumah Makan… dapat dibiayakan yang tujuannya agar harga dapat bersaing sehingga dapat menarik konsumen…saya rasa hal tsb berhubungan dengan 3 M

  • kevink

    Member
    5 May 2010 at 12:33 pm

    Rekan-rekan ortax,..
    Sebelumnya saya sangat berterima kasih sekali, atas sharing dan pembahasan dari rekan-rekan mengenai topik ini, mungkin semakin banyak yang memberikan masukan semakin baik, terutama mungkin dari rekan yang kebetulan yang berhubungan langsung dengan usaha tersebut ( Hotel & Restoran, artinya selain ada pajak hotelnya juga ada pajak restorannya), dari beberapa pendapat rekan-rekan, sudah hampir menuju kesimpulan tentang admin pajak daerah.
    Ada satu hal lagi yang belum saya ungkapkan, yaitu mengenai Pajak Hotel, kita mungkin semua tahu, dalam setiap reservasi hotel, kita menerima coupun breakfast, harga yang dibayarkan sudah termasuk coupon breakfast tersebut, hara coupun breakfast dipatok misalnya Rp.50.000,- / coupun ( mungkin coupon tersebut bisa termasuk biaya bagi departemen room dan menjadi penghasilan bagi departemen Makanan & Minuman ( istilah hotelnya F/B Departemen ) , setiap reservasi dapat 2 lembar coupon, harga kamar Rp.660.000,- include pajak hotel, mohon sharing dari rekan-rekan, bagaimana menghitung pajak hotelnya..
    Terima kasih, Salam.

  • kevink

    Member
    7 May 2010 at 11:57 am
    Originaly posted by kevink:

    Rekan-rekan ortax,..
    Sebelumnya saya sangat berterima kasih sekali, atas sharing dan pembahasan dari rekan-rekan mengenai topik ini, mungkin semakin banyak yang memberikan masukan semakin baik, terutama mungkin dari rekan yang kebetulan yang berhubungan langsung dengan usaha tersebut ( Hotel & Restoran, artinya selain ada pajak hotelnya juga ada pajak restorannya), dari beberapa pendapat rekan-rekan, sudah hampir menuju kesimpulan tentang admin pajak daerah.
    Ada satu hal lagi yang belum saya ungkapkan, yaitu mengenai Pajak Hotel, kita mungkin semua tahu, dalam setiap reservasi hotel, kita menerima coupun breakfast, harga yang dibayarkan sudah termasuk coupon breakfast tersebut, hara coupun breakfast dipatok misalnya Rp.50.000,- / coupun ( mungkin coupon tersebut bisa termasuk biaya bagi departemen room dan menjadi penghasilan bagi departemen Makanan & Minuman ( istilah hotelnya F/B Departemen ) , setiap reservasi dapat 2 lembar coupon, harga kamar Rp.660.000,- include pajak hotel, mohon sharing dari rekan-rekan, bagaimana menghitung pajak hotelnya..
    Terima kasih, Salam.

    Ada rekan-rekan yang bisa memberikan pencerahan?..

  • kamso

    Member
    7 May 2010 at 12:26 pm

    nimbrung aaah…
    rekan2, menurut saya phr dibayar oleh konsumen maupun ditanggung oleh hotel/resto
    sama2 tidak ada beban yg terjadi dari pihak hotel/resto tsb, jadi jelas dan tidak perlu
    diperdebatkan lagi apakah pajak hotel tsb deductible atau non.

    ilustrasi:
    harga jual=100
    phr=10
    terima kas=110

    jurnal:
    dr kas 110
    cr sales 100
    cr hut phr 10

    kalo gross up:
    harga 91
    phr 9
    kas 100

    jurnal:
    dr kas 100
    cr sales 91
    cr hut phr 9

    jadi jelas kan tidak ada unsur beban di sini.

    Originaly posted by kevink:

    bagaimana menghitung pajak hotelnya..

    nah… kalau yg ini ane kagak mudeng… krn ane blm pernah punya pengalaman
    di hotel… paling2 cuma nginep doang he3… tapi di hotel beneran lho… bukan hotel2an…

    salam.

  • arsyadarisandi

    Member
    5 January 2011 at 5:05 pm

    tolong lampirkan formulir atau contohnya yang sudah diisi pajak yang menyangkut pelaporan pajak

  • Kevan

    Member
    5 May 2012 at 7:19 pm

    Maaf, numpang tanya…..

    1. Pencatatan Restoran A (mencatat PP-1 sebagai Beban)

    Pada saat mencatat pendapatan restoran :
    Kas (debet) Rp. 132.000
    …… Pendapatan Restoran (kredit) Rp. 132.000

    Pada saat menyetorkan PP-1 ke Pemda setempat :
    Beban PP-1 (debet) Rp. 12.000
    ……..Kas (kredit) Rp. 12.000

    Bagaimana jika pencatatan 1. Pencatatan Restoran A (mencatat PP-1 sebagai Beban) tetapi pada saat SPT Tahunan nanti Beban PP-1 tersebut di KOREKSI, apakah dibenarkan? mohon pencerahan, terima kasih

  • hanif

    Member
    6 May 2012 at 12:41 am
    Originaly posted by Kevan:

    Maaf, numpang tanya…..

    1. Pencatatan Restoran A (mencatat PP-1 sebagai Beban)

    Pada saat mencatat pendapatan restoran :
    Kas (debet) Rp. 132.000
    …… Pendapatan Restoran (kredit) Rp. 132.000

    Pada saat menyetorkan PP-1 ke Pemda setempat :
    Beban PP-1 (debet) Rp. 12.000
    ……..Kas (kredit) Rp. 12.000

    Bagaimana jika pencatatan 1. Pencatatan Restoran A (mencatat PP-1 sebagai Beban) tetapi pada saat SPT Tahunan nanti Beban PP-1 tersebut di KOREKSI, apakah dibenarkan? mohon pencerahan, terima kasih

    malah rugi dong kalau dikoreksi.
    Sebab, artinya pendapatan 132 ribu.
    Padahal hanya 120 ribu

    Salam

  • yustwisnu

    Member
    12 September 2018 at 1:12 am

    saya rasa tergantung pengakuan di awal

    beda kasus beda persepsi

    Kata kuncinya ada di DPP

    kalau omset yang diakui termasuk PHR di dalamnya, pastilah harus dikeluarkan dulu PHRnya, mau pakai istilah dibiayakan atau apa, prinsipnya harus dikeluarkan dulu untuk dapat DPPnya

    kalau omset yang diakui tidak mengandung PHR di dalamnya dan PHR diakui sebagai hutang (titipan untuk disetorkan) ya sudah pasti omset itu jadi DPPnya..

    Salam

  • ojihaloho

    Member
    18 September 2018 at 3:09 pm

    Dijadikan sebagai Hutang Pajak jika bersifat Cash Basis. Dijadikan Biaya jika sistem akuntansi Accrual Basis.

Viewing 31 - 43 of 43 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now