Forum Ortax Forums PPh Pemotongan/Pemungutan pengusaha konstruksi nonsertifikasi

  • pengusaha konstruksi nonsertifikasi

  • Onorus

    Member
    3 September 2008 at 3:08 pm
  • Onorus

    Member
    3 September 2008 at 3:08 pm

    Jika pengusaha konstruksi perorangan/badan tdk punya sertifikasi kualifikasi harus dipotong PPh Final berdasarkan PP-51 ato PPh ps 23 berdasarkan PER-70..

    Terima kasih penjelasannya…

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    3 September 2008 at 3:30 pm

    Dear Onorus at place:

    Yang membedakan Subyek Pajak yang perlakuannya dikenakan ketentuan PPh FINAL Pasal 4 Ayat (2) UU PPh jo PP No. 51 Th. 2008 dan PPh TIDAK FINAL Pasal 23 UU PPh jo PER-70/PJ/2000 adalah PEREDARAN USAHA DALAM SATU TAHUN TAKWIM/KALENDER/PAJAK apakah sd Rp. 1 milyar atau di atas Rp. 1 milayr.

    1. Pertedaran Usaha s/d Rp. 1 milyar adalah Subyek Pajaki yang Obyeknya dikenakan PPh FINAL Pasal 4 Ayat (2) UU PPh dan PP No. 51 Th. 2008;

    2. Peredaran Usaha di atas Rp. 1 milyar adalah Subyek Pajak yang Obyeknya dikenakan PPh TIDAK FINAL Pasal 23 UU PPh dan PER-70/PJ/2007.

    Dengan demikian maka Jasa Konstruksi yang dibedakan bersertifikasi dan tidak bersertifikasi saat ini berlaku bagi Jasa Konstruksi yang Peredarann Usahanya satu tahun takwim tidak lebih dari Rp. 1 milyar diatur dengan Pengenaan PPh Pasal 4 Ayat (2) UU PPh dan PP No. 51 Th. 2008, PPh FINAL.

    Demikian untuk diketahui.

    Wassallam,

    RITZKY FIRDAUS.

  • Koostadi S

    Member
    3 September 2008 at 3:30 pm

    jika kontraknya dilakukan sejak 1 Januari 2008 maka dipberlakukan dengan PP no 51 tahun 2008

  • POERBA

    Member
    3 September 2008 at 3:32 pm
    Originaly posted by RITZKY FIRDAUS:

    PEREDARAN USAHA DALAM SATU TAHUN TAKWIM/KALENDER/PAJAK apakah sd Rp. 1 milyar atau di atas Rp. 1 milayr

    Memangnya kualifikasi tsb masih digunakan di PP no 51???

  • Koostadi S

    Member
    3 September 2008 at 3:54 pm

    Saya kurang sependapat dengan saudara firdaus yg menyatakan:
    Dengan demikian maka Jasa Konstruksi yang dibedakan bersertifikasi dan tidak bersertifikasi saat ini berlaku bagi Jasa Konstruksi yang Peredarann Usahanya satu tahun takwim tidak lebih dari Rp. 1 milyar diatur dengan Pengenaan PPh Pasal 4 Ayat (2) UU PPh dan PP No. 51 Th. 2008, PPh FINAL

    menurut saya PPh Final jasa konstruksi sertifasi kualifikasi berlaku untuk perusahaan konstruksi tidak mengenal batas peredaran usaha hal ini tercermin dari tarif menurut PP nomor 51 tahun 2008 seperti :
    1. 2% utk pelaksanaan kostrusi yg dilakukan penyedia jasa yg berkualifikasi usaha kecil
    2. 4% utk pelaksanaan kostrusi yg dilakukan penyedia jasa yg tidak memilik berkualifikasi usaha.
    3. 3% utk pelaksanaan kostrusi yg dilakukan penyedia jasa yg berkualifikasi usaha menengah dan besar.
    4. 4% Utk perencanaan atau pengawasan konstruksi yg dilakukan penyedia jasa yg berkualifikasi usaha
    5. 6% Utk perencanaan atau pengawasan konstruksi yg dilakukan penyedia jasa yg tidak berkualifikasi usaha

    mudah-mudahan bermanfaat

  • POERBA

    Member
    3 September 2008 at 3:59 pm

    Kualifikasi rekan ritzky yg sebutkan itu adalah untuk pp no 140 tahun 2000. Sedangkan di PP no 51 PP tsb dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.. Di PP no 51 atas jasa usaha konstruksi yg dilakukan wajib pajak dalam negeri itu dikenakan pph final dengan tarif yg berbeda yaitu yg disebutkan oleh rekan koostadi diatas. Nah yg menjadi pertanyaannya sekarang, untuk menentukan kualifikasi usahanya gimana ya???
    Mohon koreksi..

  • suyanto99

    Member
    3 September 2008 at 4:05 pm

    Penentuan kualifikasi apakah termasuk kecil atau besar biasanya tertera di sertifikat dimana kontraktor tersebut terdaftar. Mohon Koreksinya.
    Semoga membantu..
    Salam ORTax…

  • Onorus

    Member
    3 September 2008 at 4:11 pm

    Ok, terima kasih rekan Ortax..

    U/ rekan Poerba untuk menentukan kualifikasi usaha dpt dilihat di alaman belakang Sertifikat Badan Usaha (SBU) yg dikeluarkan LPJK. SBU ini yg sy tahu berlaku selama 3 tahun.

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    3 September 2008 at 4:46 pm

    Dear all, attn: Koostadi S

    PP No. 51 / 2008 mencabut PP No. 140 / 2000, sedang yang diatur PP No. 140 / 2000 adalah Pengusaha Jasa Konstruksi Kecil sehingga untuk praktisnya di FINALKAN dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) walaupun bertentangan dengan Perikeadilan karena jika diperhitungkan kemungkinan terjadi Lebih Bayar tapi tidak dapat di klaim karena di FINALKAN.

    Untuk Jasa Konstruksi berskala besar diatur dengan Pasal 23 UU PPh dan PER-70/PJ/2007 TIDAK FINAL karena jika di FINALKAN maka Perikeadilan diabaikan otoritas Pajak.

    PPh Pasal 23 atas Jasa Konstruksi sekala besar masih tetap berlaku dan PER-70/PJ/2007 belum dicabut.

    Demikian informasi.

    Wassallam,

    RITZKY FIRDAUS.

  • POERBA

    Member
    3 September 2008 at 4:50 pm
    Originaly posted by RITZKY FIRDAUS:

    PPh Pasal 23 atas Jasa Konstruksi sekala besar masih tetap berlaku dan PER-70/PJ/2007 belum dicabut

    Originaly posted by Koostadi S:

    3% utk pelaksanaan kostrusi yg dilakukan penyedia jasa yg berkualifikasi usaha menengah dan besar

    Bukannya sudah digantikan dengan tarif yg ini pak firdaus???
    Mohon koreksi…

  • Onorus

    Member
    4 September 2008 at 7:39 am
    Originaly posted by RITZKY FIRDAUS:

    Untuk Jasa Konstruksi berskala besar diatur dengan Pasal 23 UU PPh dan PER-70/PJ/2007 TIDAK FINAL

    Originaly posted by POERBA:

    PPh Pasal 23 atas Jasa Konstruksi sekala besar masih tetap berlaku dan PER-70/PJ/2007 belum dicabut

    Memang benar PER-70/PJ/2007 blm dicabut, tetapi dalam konsideran 70/PJ/2007 menyebut PP 140 tahun 2000. Sedangkan PP 140 dah dicabut dgn PP 51.
    Kesimpulannya jasa konstruksi yang diatur dlm PER-70 lebih mengacu ke PP 51.
    Tetapi yg sy masih bingung adalah perlakuan thd pengusaha jasa konstruksi nonkualifikasi (spt pd awal postingan sy), krn thd pengusaha nonkualifikasi tdk diatur dlm PP 140 tahun 2000.

    Ada pendapat lain…?

  • POERBA

    Member
    4 September 2008 at 9:19 am

    Ini saya ambil dari Indonesian Tax Review..
    Penghasilan dari usaha jasa konstruksi ( PP 140/2000)
    Yang memenuhi kualifikasi usaha kecil dengan nilai pengadaan lebih dari 1 Milyar Atau WPDN/BUT pengusaha jasa konstruksi lainnya (tidak termasuk kualifikasi usaha kecil) yang melakukan penyerahan kepada badan pemerintah, SP badan dalam negeri,BUT, dan orang pribadi yg ditunjuk sebagai pemotong PPh, Dikenakan PPh pasal 23 dan bersifat tidak final
    Mohon tanggapan anda rekan onorus dan rekan yang lain.. Thx

  • wiguna

    Member
    4 September 2008 at 12:11 pm

    sekalian saya ingin bertanya..
    pada draft perubahan keempat UU PPh yang baru pasal 23 ayat 1 c disebutkan :
    c. sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
    1. ….
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
    konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21.

    Artinya jasa konstruksi masih diatur dalam PPh 23. sedangkan pada PP 51/2008 jasa konstruksi dikenakan secara final. Jadi yang mana harus digunakan? jangan-jangan PP 51/2008 mau berubah lagi. kata orang pusdiklat sih PP 51/2008 bakal dirubah setelah UU PPh yang baru disahkan

  • Koostadi S

    Member
    4 September 2008 at 12:14 pm

    Rekan.s kususnya utk Sdr Rtzky

    kalau menurut penfsiran saya maka :

    PP Nomor 140 Tahun 2000 hanya mengatur pengenaan Pajak Penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang memang dilakukan oleh pengusaha yang memiliki sertifikat sebagai pengusaha konstruksi. Apabila jasa konstruksi dilakukan oleh pengusaha yang tidak bersertifikat sebagai pengusaha konstruksi maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan melalui pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif yang berbeda sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007. Sementara itu, PP Nomor 51 Tahun 2008 ini nampaknya mengatur semua penyedia jasa konstruksi baik yang berkualifikasi sebagai konstruksi maupun tidak. Yang dimaksud dengan ”kualifikasi usaha” berdasarkan penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a PP ini adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

    Akibatnya, sebagian objek PPh Pasal 23 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 diambil menjadi objek pajak PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Begitu pula, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2008 menjadi kehilangan relevansinya karena dengan ketentuan baru ini, pengenaan PPh atas semua pengusaha jasa konstruksi menjad final dan tidak diperlukan lagi penghitungan laba bruto dengan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 138 Tahun 2000.

    Sebagai konsekuensinya, semestinya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2008 harus direvisi juga untuk menyelaraskan dengan PP Nomor 51 Tahun 2008 ini.

    silahkan menafsirkan mau pilih yang mana

Viewing 1 - 15 of 24 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now