Forum Ortax › Forums › Lain-lain › PKP dan Bendahara Pemerintah
mau tanya….
kalau WP perusahaan yang bukan PKP boleh gak ya bertransaksi dengan bendahara pemerintah…..
soalnya perusahaan bukan PKP katanya gak boleh nerbitin Faktur, sedangkan untuk pencairkan oleh bendahara memerlukan faktur…
sekalian kalo ada dasar hukumnya tolong ya….
thanx…..kalo bertransaksi dengan pemerintah wajib PKP,karena kalo kita mau nagih harus melampirkan Faktur Pajak.Jadi saran saya untuk rekan kotaway sebaiknya PKP saja.
Dasar Hukum PKP : UU PPN No.18 tahun 2000
- Originaly posted by ega_2504:
kalo bertransaksi dengan pemerintah wajib PKP
rekan ega…
dasar hukumnya apa ya yg mewajibkan harus pkp jika ingin bertransaksi dgn pem?
tks… Dasar hukumnya UU PPN No. 18 tahun 2000 kalo nerbitin faktur pajak harus PKP.
- Originaly posted by ega_2504:
Dasar hukumnya UU PPN No. 18 tahun 2000 kalo nerbitin faktur pajak harus PKP.
rekan ega…
bukan dsr hukum ppn-nya, tapi dasar hukum yg menyatakan bahwa jika bertransaksi
dgn pemerintah harus pkp.thanks again…
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 563/KMK.03/2003TENTANG
PENUNJUKAN BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA UNTUK
MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH BESERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYAMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka menyederhanakan sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 27 dari Pasal 16A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 1264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNJUKAN BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH BESERTA TATA CARA PEMUNCULAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.Pasal 2(1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.(3)
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dipungut oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dimaksud.
Pasal 3(1)
Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.(2)
Jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dihitung sesuai dengan contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.
Pasal 4(1) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
pembayaran untuk pembebasan tanah;
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
pembayaran atas rekening telepon;
pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pasal 5(1)
Pemungutan Pajak Pertumbuhan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.(2)
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan.(3) Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 6(1)
Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.(2)
Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 7Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib menolak permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 6 tidak dipenuhi.
Pasal 8
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah yang berada dalam wilayah kerjanya beserta daftar perubahannya setiap 3 (tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 9
Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.
Pasal 10(1)
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan kepada Badan-badan Tertentu yang ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-badan Tertentu, Instansi Pemerintah Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2003, tetap dipungut oleh Badan-badan Tertentu sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut diterbitkan sebelum tanggal 31 Januari 2004.(2)
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disetorkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat tanggal 31 Januari 2004.(3)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak dipenuhi, kepada PKP rekanan atau Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pasal 11Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Anggaran baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 12
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-badan Tertentu, dan Instansi Pemerintah Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pajak Pertambahan Nilai;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan-badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai,dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggaMaaf tambahan
Pasal 13
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2003
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,ttd.
BOEDIONOSehingga jelas bahwa bertransaksi dengan Bendaharawan pemerintah harus PKP.
Lihat ketentuan tsb pada Pasal 1 dan Pasal 2 (1)
Pasal 1Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.Pasal 2
(1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilairekan edisuyadi,
terima kasih tanggapannya…
tetapi aturan tsb kan mengatur jika pemerintah bertransaksi dgn pkp rekanan,
ya aturan pemungutan ppn-nya ya seperti tsb di aturan itu…maksud saya adakah aturan yg jelas2 melarang pengusaha yg bukan pkp
untuk tidak boleh bertransaksi dgn pemerintah (jadi harus pkp dulu baru boleh).jika memang ada aturan yg melarang, bukankah itu suatu diskriminasi…
thanks again…
Rekan ktfd memang tidak aturan yang melarang tetapi akan menjadi diskriminasi jika non PKP itu ikut proyek pemerintah. Sebab apa proyek pemerintah dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. Anggaran tsb bersumber sebagian dari Pajak yang kita bayar yaitu dari PPh ataupun PPN. Makanya kalau Pengusaha Non PKP ikut Proyek Pemerintah berarti pemerintah tidak menghargai Pengusaha yang sudah PKP. Ini yang disebut diskriminasi.
Bukan diskriminasi rekan ktfd tapi menumbuhkan minat u/ ber PKP.
terima kasih rekan semua atas pemjelasannya……
tp apakah ada sanksi yang jelas bagi WP non PKP bertransaksi dengan bendahara?
karena kalau dilihat dr peraturan diatas tidak dapat di jadikan alasan untuk melarang WP non PKP tsb.Sampai saat ini memang tidak ada satupun aturan yang melarang non PKP untuk bertransaksi dengan badan pemerintah. kalau itu terjadi sangat benar yang disampaikan oleh rekan ktfd, terjadi diskriminasi.
Yang perlu diketahui dalam hal ini adalah bahwa proses pengadaan barang dan jasa oleh badan pemerintah diatur di dalam KEPPRES No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya mengatur bahwa pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dilakukan dengan cara penunjukan langsung, pemilihan langsung atau tender. untuk transaksi sampai 5 Juta rupiah cara yang digunakan bisa menggunakan penunjukan kangsung. dalam cara ini pengadaan bisa dilakukan dengan siapapun, baik PKP maupun Non PKP. dokumen yang harus dilengkapi cukup faktur dan/ atau kwitansi pembayaran.
Sedangkan untuk mekanisme pemilihan langsung dan tender ada beberapa syarat lainnya yang harus dilengkapi oleh penyedia barang dan/ jasa. Diantaranya adalah berupa dokumen SIUP, SITU, TDR dan lain-lain.
Untuk memperoleh dokumen-dokumen tersebut ada yang mempersyaratkan harus punya NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP. kalau nggak salah untuk dokumen TDR/DRM (tanda daftar rekanan/daftar rekanan mampu) yang dikeluarkan oleh asosiasi perusahaan, seperti kadin, ardin dan lain sebagainya.Dengan demikian, bukan pemerintah yang mempersyaratkan bahwa rekanan pemerintah yang harus PKP. Keppres 80 Tahun 2003 dan perubahannya hanya mempersyaratkan keharusan punya NPWP.
Salam