Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › PPh 21 atau 26
Dipersh tempat saya bekerja sedang ingin melakukan perluasan bisnis, kami menambahkan beberapa jenis mesin baru yang penggunaanya butuh ketrampilan khusus, oleh karena itu pada saat membeli mesin tersebut kami juga membuat kontrak dengan penjual mesin tersebut u/ merekrut beberapa teknisi asing u/ panduan kepada teknisi lokal.
Teknisi ini akan ditempatkan di persh kami minimal 1 tahun ( agar proses transfer ilmunya lengkap dan jelas), salary atas teknisi tersebut tidak dibayar oleh persh kami, tapi memalui seller kami di luar negeri, kami membayar kepada seller kami diluar negeriberdasarkan kontrak tersebut, yaitu diawal persetujuan kontrak tersebut.
Berdasarkan hal diatassaya ingin menanyakan :
1.ijin kerja TKA apakah dibuat atas nama persh kami ?
2.Jenis Pph apa yang timbul dari transaksi ini ? Pph 21 atau 26 ??terima kasih
coba bantu jawab nih :
1. seharusnya ijin dibuat oleh pihak seller.
2. PPh 26 dong karena khan bayar ke seller di LN, lihat ada treatynya gak.
ada yg bisa bantu lagi…..Dear Friend Skydave:
1. Jika Para Teknisi tsb. tidak menerima Penghasilan berupa Gaji dan ikutannya dari Perusahaan Friend Skydave, dan para teknisi bekerja lebih dari 183 hari Di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan maka para Teknisi tsb. termasuk sebagai Bentuk Usaha Tetap atau ;
2. Perusahaan Friend Skydave sebagai lawan transaksi dapat dianggap dan ditentukan Dir Jen Pajak sebagai BUT dari Majikan para Teknisi tsb. di LN
2. Hal-hal tsb. di atas jangan lupa dibicarakan sebelum pembuatan kontrak.
3. Pembayaran dari Perusahaan Friend Skydave kepada majikan Teknisi di LN terutang PPh di Indonesia sebesar 0,44% FINAL
4. Sisanya yang ditransfer 99,56% terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% FINAL atau Tarif Tax Treaty FINAL (di bawah 20%) dengan syarat Fihak Lawan Transaksi di LN menyampaiakn Surat Keterangan Domisili dari Authoruty Pajak di Negaranya.
5. Melapor dan meminta NPWP atas kasus tsb. kepada KPP BADORA (Badan Dan Orang Asing).
Demikian pendapatku.
Regard's.
RITZKY FIRDAUS
saya kali ini tidak setuju dengan pendapat rekan2 diatas, setau saya itu bukan objek PPh.26 apalagi 21.. kenapa bukan PPh.26? ingat, bahwa teknisi tersebut 1 paket dengan mesin tersebut, jadi anggapannya kita membeli mesin tersebut saja.. pernah terjadi kasus ini di perusahaan saya dan kenyataanya saya menggangap itu seperti yang saya uraikan, kalo pph.26 berarti perusahaan saya yang membayar, tapi pada kenyataanya kan sesuai yang rekan sky tulis bahwa dibayarnya bukan oleh perusahaan rekan sky..
jadi lebih tepat kalo tenaga ahli tersebut tidak dikenakan pph.26 dan pph.21 karena itu termasuk paket denganmesin tersebut ( membayar PPn atas impor saja )coba liat treaty negara yg bersangkutan mengenai dependet/independent services mungkin disitu ada klausul pengenaan pajaknya (mungkin ada kata2 paid by/ siap yg membayar remunerasi nya)…………………..
cmiiwtapi dalam pembayarn atas pembelian mesin tersebut kami ada biaya pemeliharaan, dan atas biaya TKA tersebut digabung dengan biaya pemeliharaan tersebut….?
u/ diketahui saya membeli mesin tersebut dgn pihak hongkong.
terima kasih atas tanggapan dari rekan2 sekalian..
perlu dilihat apakah penjual mesin itu punya kantor di INA atau tidak ? untuk menentukan apakah masuk katagori BUT atau bukan
dari data saya kayaknya Hongkong belum punya perjanjian Tax Treaty dengan INA…
penjual tidak punya BUT di indo….
terima kasih
ya walaupun biaya pemeliharaan dipisah, tapi tetep aja Tenaga Kerja Asing tersebut kan bukan kita yang membayar.. jadi saya lebih setuju kalo tetep masuk ke harga mesin biaya pemeliharaan tersebut
Setuju dengan rekan surjono. karena sudah satu paket dengan pembelian mesinnya. dan pembayarannya adalah untuk pembelian dan pemeliharaan mesin, harusnya sich tidak terkait dengan PPh 21 dan 26. Tapi sepertinya rekan skydave tetap harus membuat laporan keberadaan trainner orang asing ini ke polisi, depnaker & imigrasi (kalau rekan yg HRD lebih tahu detail prosesnya). Bukan sebagai ijin kerja, tetapi semacam pemberitahuan.