Forum Ortax Forums Pajak Bumi dan Bangunan PPh 22 impor atas perusahaan konstruksi

  • PPh 22 impor atas perusahaan konstruksi

  • Bianconeri

    Member
    24 July 2017 at 10:15 am

    Pagi rekan2 ortax.

    mau tanya dong, kl wajib pajak PPh final (konstruksi) dan dia melakukan import barang dan bayar PPh 22. Apakah PPh 22 nya bisa dikreditkan? Apakah bisa PPh 22 nya dibebaskan karena dia wp final? mohon pencerahannya ya rekan yg mengerti atau mungkin sudah pernah pengalaman. Terimakasih banyak.

  • Bianconeri

    Member
    24 July 2017 at 10:15 am
  • hendrioye

    Member
    7 August 2017 at 10:06 am
    Originaly posted by bianconeri:

    PPh 22 nya bisa dikreditkan?

    tidak bisa

    Originaly posted by bianconeri:

    Apakah bisa PPh 22 nya dibebaskan karena dia wp final?

    coba pelajari ini rekan ..

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER – 1/PJ/2011

    TENTANG

    TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU
    PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang:

    bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
    Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, perlu
    menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari
    Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;

    Mengingat:

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
    2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4999);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4893);
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan
    Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor
    161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5138);

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan:

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI
    PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN.

    Pasal 1

    (1) Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
    a. mengalami kerugian fiskal;
    b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
    c. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan
    terutang,
    dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
    oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2) Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan
    permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat
    dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (3) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
    Penghasilan yang bersifat final.

    Pasal 2

    (1) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas.
    (2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan
    Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 3

    Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada:
    a. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak
    Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a,
    dalam hal:
    1) Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
    2) Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
    3) Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
    b. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak
    Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 1 ayat (1) huruf b, dengan memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya
    yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
    Penghasilan atau surat ketetapan pajak.
    c. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari
    Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c.
    d. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 1 ayat (2).

    Pasal 4

    (1) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
    Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
    Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 1).
    (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau
    pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan
    menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
    yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan
    yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, dan huruf c.

    Pasal 5

    (1) Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan dengan
    menerbitkan:
    a. Surat Keterangan Bebas; atau
    b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
    dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
    (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak
    belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
    (3) Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala
    Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari
    kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.

    Pasal 6

    Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 2 berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang
    bersangkutan.

    Pasal 7

    Bentuk formulir Surat Keterangan Bebas untuk:
    a. pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 adalah sebagaimana dimaksud dalam
    Lampiran II,
    b. pemungutan PPh Pasal 22 impor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan
    bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

    Pasal 8

    Dalam hal permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 4 ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan kepada
    Wajib Pajak dengan mempergunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur
    Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

    Pasal 9

    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
    KEP-192/PJ/2002 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau
    Pemungutan Pajak Penghasilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 10

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2011.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 10 Januari 2011
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    ttd.

    MOCHAMAD TJIPTARDJO
    NIP 195104281975121002

  • abrahamchandra

    Member
    7 August 2017 at 10:53 am

    kalau perusahaan yang bersifat final, maka tidak bisa mengkreditkan kredit pajak.. atas hal tersebut, pengusaha bisa mengajukan SKB PPh 22 agar tidak dipotong pajak..

Viewing 1 - 4 of 4 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now