Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums Perpajakan Internasional PPN LUAR NEGRI Daerah BAtam

  • PPN LUAR NEGRI Daerah BAtam

  • dona

    Member
    9 July 2009 at 5:13 pm
  • dona

    Member
    9 July 2009 at 5:13 pm

    Dear All,
    Please help dong, mo tanya niy… kebetulan perusahaan tempat saya bekerja mempunyai cabang di batam, di tahun 2009 setiap bulan kita selalu meyewa alat untuk pekerjaan bidang NDT dari singapore.
    Perntayaan nya, apakah setiap invoice yang saya terima dari LN (Singapore) tersebut terutang PPn LN ?? thanks atas bantuan nya

  • mta

    Member
    30 July 2009 at 1:28 pm

    coba rekan Dona lihat pada tax treaty antara Indonesia dan Singapura.

  • FSormin

    Member
    30 July 2009 at 1:38 pm

    setuju dengan bung Mta

  • prima07

    Member
    30 July 2009 at 1:46 pm

    Sesuai PP No.2/2009, jasa persewaan alat dari singapura tsb DIBEBASKAN dari pengenaan PPN.

    Ketentuan Tax Treaty Indonesia-Singapura tidak dapat diterapkan dalam kasus tsb karena hanya mengatur pemajakan atas penghasilan (PPh).

  • mta

    Member
    30 July 2009 at 2:00 pm

    bukan "bung" rekan Fsormin tapi "mbak" or sejenisnya. he,he…

  • hanif

    Member
    30 July 2009 at 2:03 pm

    yang diatur di dalam tax treaty hanyalah tentang pajak penghasilan.

    mungkin ketentuan ini bisa dipakai

    Salam

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 2 TAHUN 2009

    TENTANG

    PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN
    ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA
    BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN
    PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    1. bahwa berdasarkan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007, pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan pembebasan cukai;
    2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 115A ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Pasal 16B ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

    Mengingat :

    1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
    3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ke empat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
    4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
    5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
    7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan:

    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

    1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
    2. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
    3. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
    4. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
    5. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    6. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
    7. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
    8. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
    9. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
    10. Badan Pengusahaan Kawasan adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
    11. Dewan Kawasan adalah Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang ditetapkan oleh Presiden yang mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijaksanaan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan.
    12. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut dengan PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    13. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

    Pasal 2

    (1) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    (2) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara, yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan setelah mendapat persetujuan Menteri Perhubungan.
    (3) Untuk kepentingan pengawasan dan pelayanan, Menteri menetapkan Kantor Pabean dan Kawasan Pabean di pelabuhan dan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (4) Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
    (5) Pemberitahuan Pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di Kantor Pabean.
    (6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas yang tidak melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi di bidang kepabeanan.

    Pasal 3

    (1) Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
    (2) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
    (3) Jumlah dan jenis barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.
    (4) Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.

    Pasal 4

    (1) Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    (2) Penyerahan Barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.

    Pasal 5

    Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai.

    Pasal 6

    (1) Pemasukan barang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:

    1. dipungut bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22;
    2. dikeluarkan kembali (reekspor);
    3. dihibahkan kepada negara; atau
    4. dimusnahkan.

    (2) Pengeluaran kembali atau pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d dilakukan di bawah p

  • FSormin

    Member
    30 July 2009 at 2:03 pm

    hea.a.a. wah thanks koreksinya Mbak Mta hea.a..a .a.a.

  • hanif

    Member
    30 July 2009 at 2:05 pm

    Pasal 6

    (1) Pemasukan barang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:

    1. dipungut bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22;
    2. dikeluarkan kembali (reekspor);
    3. dihibahkan kepada negara; atau
    4. dimusnahkan.

    (2) Pengeluaran kembali atau pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d dilakukan di bawah pengawasan Badan Pengusahaan Kawasan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan di bidang kepabeanan.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22, serta tata cara pengeluaran kembali dan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

    Pasal 7

    (1) Terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dilakukan pemeriksaan pabean.
    (2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
    (3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

    Pasal 8

    (1) Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dilakukan penelitian dokumen.
    (2) Dalam hal tertentu, barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dapat dilakukan pemeriksaan fisik.
    (3) Ketentuan mengenai tata cara penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

    BAB II
    PENGANGKUTAN DAN PEMBONGKARAN BARANG

    Bagian Pertama
    Kedatangan Sarana Pengangkut

    Pasal 9

    (1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:

    1. luar Daerah Pabean;
    2. Kawasan Bebas lainnya; atau
    3. dalam Daerah Pabean,

    wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke Kantor Pabean tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
    (2) Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

    1. sebelum kedatangan untuk sarana pengangkut laut dan udara; atau
    2. pada saat kedatangan untuk sarana pengangkut darat.

    (3) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sarana pengangkutnya memasuki Kawasan Bebas wajib mencantumkan barang yang diangkutnya dalam manifesnya.
    (4) Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean, dari Kawasan Bebas atau datang dari dalam Daerah Pabean dengan mengangkut barang wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran.
    (5) Dalam hal tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan:

    1. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut;
    2. paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara; atau
    3. pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui darat.

    (6) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dikecualikan bagi pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan tidak melakukan pembongkaran barang.
    (7) Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu dan wajib:

    1. melaporkan keadaan darurat tersebut ke Kantor Pabean terdekat pada kesempatan pertama; dan
    2. menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran.

    (8) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
    (9) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (7) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    Bagian Kedua
    Keberangkatan Sarana Pengangkut

    Pasal 10

    (1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari Kawasan Bebas menuju:

    1. ke luar Daerah Pabean;
    2. ke Kawasan Bebas lainnya; atau
    3. ke dalam Daerah Pabean,

    wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
    (2) Pengangkut yang sarana pengangkutnya menuju ke luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, atau Daerah Pabean wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam manifesnya.
    (3) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    Bagian Ketiga
    Pembongkaran

    Pasal 11

    (1) Barang yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) wajib dibongkar di Kawasan Pabean di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (2) Pembongkaran barang di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelundupan dan dikenai sanksi di bidang kepabeanan.
    (3) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
    (4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
    (5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

    BAB III
    PEMASUKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS DAN
    PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE LUAR DAERAH PABEAN

    Bagian Kesatu
    Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas

    Pasal 12

    (1) Barang asal luar Daerah Pabean yang akan dimasukkan ke Kawasan Bebas wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.
    (2) Barang asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean.
    (3) Orang yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean setelah memenuhi semua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
    (4) Barang asal luar Daerah Pabean yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut ke Kawasan Bebas pada saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.
    (5) Barang asal luar Daerah Pabean yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai.
    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

    Bagian kedua
    Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean

    Pasal 13

    (1) Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.
    (2) Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean merupakan barang yang dikenai bea ke luar, bea ke luar wajib dibayar paling lambat pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan ke Kantor Pabean.
    (3) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
    (4) Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan di Kawasan Pabean di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (5) Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
    (6) Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika pengeluarannya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai.
    (7) Pengusaha yang tidak melaporkan pembatalan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
    (8) Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean yang merupakan barang yang dikenai bea ke luar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bea keluar.
    (9) Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas yang dilakukan di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penyelundupan dan dikenai sanksi di bidang kepabeanan.
    (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

    BAB IV
    PEMASUKAN BARANG DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN
    KE KAWASAN BEBAS DAN PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS
    KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN

    Bagian Kesatu
    Pemasukan Barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
    dan

  • hanif

    Member
    30 July 2009 at 2:09 pm

    dan seterusnya.
    soalnya masih panjang.
    mungkin bisa dilihat sendiri

    salam

  • b_ch11

    Member
    21 August 2009 at 6:59 pm

    rekan dona dan rekan ortax lainnya..

    boleh minta petunjuk biasanya ada pemotongan pph ga untuk penyewaan alat dari singapore ? Saya sudah mencoba untuk membaca tax treaty, tapi kok membingungkan, mohon bantuannya. thanks sebelumnya atas infonya.

  • kurnia

    Member
    21 August 2009 at 7:11 pm

    rekan b_ch11 untuk penyewaan alat dari singapore (masuk penghasilan lainnya)hak pemajakan ada di negara domisili….jadi tidak dilakukan pemotongan pph..

  • kurnia

    Member
    21 August 2009 at 7:14 pm

    itu berlaku jika perusahaan dari singapore tidak mempunyai but di indonesia..kalo ada but maka dilakukan pemotongan pph 23..

  • hanif

    Member
    21 August 2009 at 10:58 pm
    Originaly posted by kurnia:

    rekan b_ch11 untuk penyewaan alat dari singapore (masuk penghasilan lainnya)hak pemajakan ada di negara domisili….jadi tidak dilakukan pemotongan pph..

    Originaly posted by kurnia:

    itu berlaku jika perusahaan dari singapore tidak mempunyai but di indonesia..kalo ada but maka dilakukan pemotongan pph 23..

    ada dasar hukumnya?

    Salam

  • L3V1

    Member
    21 August 2009 at 11:59 pm

    Ada beberapa Surat S (surat penegasan), saya lupa nomornya… hehehehe
    tapi kasusny sewa alat dari perusahaan Amerika. disana dijawab oleh dirjen pajak bahwa sewa tsb. dianggap royalty..

    untuk PPN nya,
    perusahaan di Batam wajib memungut PPN sebesar 10% dengan cara disetorkan sendiri melalui SSP

Viewing 1 - 15 of 19 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now