Forum Ortax › Forums › PPN dan PPnBM › PPN terutang untuk penjualan tiket pesawat & Voucher hotel untuk Agen/ Biro perjalanan Wisata.
PPN terutang untuk penjualan tiket pesawat & Voucher hotel untuk Agen/ Biro perjalanan Wisata.
Sebagai perusahaan yg baru berdiri dan baru memulai penjualan hendaknya sudah memulai sistem pemotongan, pemungutan, pembayaran, penyetoran serta administrasi yg baik dalam bidang Perpajakan. Nah, pertanyaan saya yang berhubungan dengan Biro Perjalanan Wisata adalah :
Bagaimana PPN terutang untuk penjualan tiket pesawat & Voucher Hotel?? apakah pada saat penjualan tiket atau voucher tersebut harus memungut PPN lagi dari Tamu/ Custumer? sedangkan kita membelinya dari wholeseller yang lebih besar (kemungkinan mereka sudah menyertakan PPN dalam tiket/ Voucher hotel tersebut). Berbeda untuk Paket Tour yang kita buat, jelas terutang (PPN 10% x DPP) dimana DPP = 10 % dari nilai penyerahan jasa tour (atau = 1 % dari nilai penyerahan jasa tour). thks untuk yg mau bantu and kasih solusi.
yah, udah 3 hari belum ada yg ngomentarin 🙁
betul banget saya juga lagi bingung masalh PPN untuk tiket pesawat
dari Pengalaman selama ini memproses Transaksi Tiket Pesawat tidak ada tercantum PPN nya..
- Originaly posted by presiden2014:
Bagaimana PPN terutang untuk penjualan tiket pesawat & Voucher Hotel??
kalo setahu saya voucher hotel sudah kena PP 1, jadi udah gak kena PPN
salam
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 18/PJ.3/1989TENTANG
PENGENAAN PPN ATAS JASA PERUSAHAAN PERJALANAN SERI PPN – 140
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 khususnya yang menyangkut masalah pengenaan PPN atas Jasa Perusahaan Perjalanan, maka setelah memperhatikan saran dan pendapat dalam pertemuan antara ASITA (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies) atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Pajak Tidak Langsung pada tanggal 11 dan 18 April 1989 maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
1.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 maka Jasa Perusahaan Perjalanan adalah tergolong Jasa Kena Pajak. Oleh karena itu baik Biro Perjalanan Umum maupun Agen Perjalanan adalah Pengusaha Kena Pajak. Sesuai dengan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No.: PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989 maka selambat-lambatnya tanggal 26 April 1989 mereka sudah harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
2. Kegiatan usaha Perusahaan Perjalanan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
2.1. Kegiatan yang dilakukan oleh Biro Perjalanan Umum yang antara lain terdiri dari:
1. Membuat dan menjual produk Biro Perjalanan Umum sendiri yang berupa Paket Wisata, Komponen dari Paket Wisata terdiri dari tiket pesawat, akomodasi termasuk makan, angkutan darat/laut, jasa tour atau tour services (terdiri dari: menjemput dan mengantar tamu atau meeting service, mengurus dokumen re-ekspor barang atau handling service, dan jasa pendamping/penunjuk jalan atau guide service serta tontonan atau performance service);
2. Menjualkan produk pihak lain seperti Paket Wisata luar negeri, tiket pesawat, kapal dan mengurus dokumen perjalanan dsb.;
3. Mengorganisir konperensi atau Professional Conference Organizer (PCO);
2.2. Kegiatan Agen Perjalanan yang dapat berupa:
1. Menjual produk pihak lain seperti menjual Paket Wisata dalam maupun luar negeri, tiket pesawat, angkutan laut maupun kereta api dsb.;
2. Mengurus dokumen perjalanan dsb.3.
Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak menurut Pasal 1 huruf p adalah penggantian yakni: Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Namun demikian mengingat jasa Perusahaan Perjalanan ini mempunyai sifat yang khusus yang antara lain menjualkan produk berupa jasa yang dikecualikan dari PPN, jasa yang sudah dikenakan PPN atau jasa yang akan dikonsumsi di luar negeri maka menerapkan Pasal 1 huruf p secara harfiah akan menyebabkan ketidakadilan serta menyebabkan persaingan yang tidak sehat yang bertentangan dengan asas netralitas yang dianut PPN. Seperti diketahui jasa angkutan udara dalam negeri telah dikenakan PPN atas seluruh harga tiket termasuk komisi untuk Biro Perjalanan, sedang jasa hotel, jasa angkutan darat/laut dikecualikan dari PPN. Sementara itu Paket Wisata luar negeri yang dijual di Indonesia pada dasarnya jasa tersebut akan dikonsumsi di luar negeri.
4.
Sehubungan dengan itu untuk menghilangkan keraguan dan agar ada keseragaman dalam perhitungan PPN yang terutang serta untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda dan menghindarkan pengenaan jasa yang seharusnya tidak terutang PPN maka ditetapkan pengaturan sebagai berikut:
4.1. Dasar Pengenaan Pajak:
4.1.1. Dasar Pengenaan Pajak atas penjualan Paket Wisata baik dalam atau luar negeri, dan penjualan produk pihak lain seperti jasa angkutan udara/laut dan darat ditetapkan sebesar 10% dari nilai peredaran atau omzet (nilai invoice) tidak termasuk omzet dari penjualan tiket angkutan udara dalam negeri.
4.1.2. Dasar Pengenaan Pajak untuk kegiatan lainnya seperti pengurusan dokumen perjalanan, mengorganisir konperensi (PCO) adalah seluruh nilai peredaran atau omzet (nilai invoice) dikurangi dengan pungutan yang dibayar kepada Instansi Pemerintah yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak tersebut di atas sudah memperhitungkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dengan demikian maka Pajak Masukan dari Biro Perjalanan Umum maupun Agen Perjalanan tersebut tidak dapat dikreditkan lagi dan oleh karenanya tidak diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya perusahaan.
4.2. Perhitungan PPN yang terutang dan harus disetor adalah sebagai berikut:
4.2.1. Atas kegiatan penjualan Paket Wisata = 10% x 10% (nilai invoice – tiket angkutan udara dalam negeri) = Rp. X
4.2.2. Atas kegiatan lainnya seperti PCO =
10% x (nilai invoice – Pungutan yang dibayar kepada Instansi Pemerintah) = Rp. Y
PPN yang harus disetor = Rp. X + Y5.
Karena penerima Jasa Perusahaan Perjalanan pada umumnya konsumen perorangan maka kepada Perusahaan Pelayaran ini diizinkan membuat Faktur Pajak Sederhana yang dapat berupa business invoice yang bersangkutan atau kwitansi.
6.Saat terutangnya PPN adalah pada saat penagihan atau saat penerbitan invoice, yang sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak Sederhana. Oleh karena itu saat penyetoran PPN selambat-lambatnya adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah diterbitkannya invoice tersebut, sedang saat melaporkan perhitungan PPN dengan SPT Masa PPN adalah selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah diterbitkannya invoice.
Demikian kiranya Saudara maklum dan agar dilaksanakan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMADbagaimana dengan transaksi ini rekan :
pikak hotel menjual voucher hotel (tanpa PPN) ke agen perjalanan, dimana hasil penjualan voucher hotel tsb dilaporkan juga oleh pihak hotel ke Dispenda (PP1).
sehingga saya melihatnya terjadi double tax jika agen perjalanan tsb juga memungut PPN.salam
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
22 Oktober 2002SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 1081/PJ.53/2002TENTANG
PPN ATAS PENJUALAN VOUCHER HOTEL OLEH BIRO PERJALANAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 19 Juli 2002 hal Tarif PPN Atas Penjualan Voucher
Hotel Oleh Biro Perjalanan untuk Voucher Hotel yang berada di Indonesia dan untuk Voucher Hotel yang
berada di luar Indonesia, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa:
a. Perusahaan biro perjalanan menjual voucher hotel yang berlokasi di Indonesia maupun di luar
Indonesia. Voucher hotel adalah dokumen pemesanan kamar pada suatu hotel tertentu dan
pada suatu tanggal tertentu yang dikeluarkan oleh biro perjalanan atas permintaan pembeli,
dan dipakai oleh pemegang voucher (pembeli) sebagai tanda masuk atas penggunaan hotel.
Dalam hal ini biro perjalanan menjalin kerja sama dengan hotel dan hotel memberikan
contract rate (harga yang harus dibayar oleh biro perjalanan kepada hotel).b. Saudara menanyakan:
– Ketentuan mana yang diterapkan atas kegiatan penjualan voucher hotel tersebut :
Pasal 5 huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000, ataukah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-01/PJ.32/2000;
– Atas penjualan voucher hotel domestik/dalam negeri dikenakan PPN atau tidak? Jika
dikenakan, berapa tarifnya?
– Atas penjualan voucher hotel yang berlokasi di luar Indonesia dikenakan PPN atau
tidak? Jika dikenakan apakah tarifnya sama dengan tarif atas penjualan voucher
hotel domestik?2. Pasal 4 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
– jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
– penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
– penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.4/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002,
antara lain mengatur:
a. Pasal 1 menyatakan bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan
Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
b. Pasal 2 huruf h menetapkan bahwa Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk
penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.4. Butir 8 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.32/2000 tanggal 4 Mei 2000 hal
Penegasan PPN atas Jasa Keagenan (Penjualan Tiket), menyatakan bahwa penegasan dalam Surat
Edaran ini berlaku untuk penyerahan jasa keagenan penjualan tiket angkutan darat, angkutan udara
dan angkutan laut termasuk angkutan sungai dan danau.5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4, dan memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
a. Ketentuan yang berlaku atas kegiatan penjualan voucher hotel oleh perusahaan biro
perjalanan adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain
Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002. Pasal 5 huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun
2000 tidak tepat diterapkan karena kegiatan penjualan voucher hotel bukan merupakan jasa
di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut;
sedangkan SE-01/PJ.32/2000 tidak tepat diterapkan atas kegiatan yang Saudara tanyakan
karena Surat Edaran tersebut hanya berlaku untuk kegiatan jasa keagenan penjualan tiket
angkutan darat, angkutan udara dan angkutan laut termasuk angkutan sungai dan danau.
b. Atas penjualan voucher hotel yang berada di Indonesia dikenakan PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 3 di
atas, sehingga PPN yang terutang adalah sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang diminta
atau seharusnya diminta oleh PT XYZ kepada pembeli voucher.
c. Atas penjualan voucher hotel yang berada di luar negeri dikenakan PPN karena merupakan
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan pada butir 2
di atas. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah sebesar 1% dari jumlah yang ditagih
atau seharusnya ditagih oleh PT XYZ kepada pembeli voucher.Demikian disampaikan untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLLttd
I MADE GDE ERATA
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
12 Agustus 2004SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 708/PJ.53/2004TENTANG
PERLAKUAN PPN ATAS KEGIATAN AGEN PERJALANAN WISATA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor 123/KopkarPersat/VI/2004 tanggal 2 Juni 2004 hal Penjelasan PPN
Nilai Lain, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. Koperasi KarReplacement Stringan Pertamina Kantor Pusat (Kopkar Persat) adalah sebuah
koperasi yang beranggotakan para karReplacement Stringan Kantor Pusat PT Pertamina
(Persero) (Pertamina), yang salah satu bidang usahanya sebagai agen perjalanan wisata
(APW) dari biro perjalanan wisata (BPW) Smailing Tour, dengan kegiatan usaha :
a.1. menjual tiket pesawat baik untuk penerbangan dalam maupun luar negeri;
a.2. menjual paket wisata baik dalam maupun luar negeri;
a.3. kegiatan keagenan biro perjalanan lainnya.
b. Saat melakukan penagihan pembayaran kepada Pertamina, Pertamina meminta untuk
dikenakan PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dengan alasan bahwa Kopkar Persat bukan
perusahaan pemberi jasa/penyelenggara perjalanan dan atau penjualan tiket.
c. Dengan menunjuk Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/1994, Saudara
meminta penegasan :
c.1. Apakah PPN dengan DPP Nilai Lain untuk penyerahan jasa biro perjalanan hanya
berlaku untuk penyerahan yang dilakukan oleh perusahaan/agen perjalanan?
c.2. Dalam hal Kopkar Persat yang melakukan penyerahan yang sama (termasuk
penyerahan kepada Pertamina), apakah PPN-nya sebesar 10%?2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
b. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
c. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
d. Pasal 1 angka 22 menyatakan bahwa penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau
seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
e. Pasal 3A ayat (1) antara lain menyatakan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
f. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
g. Pasal 4A ayat (3) menetapkan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,
namun jasa keagenan penjualan tiket dan jasa keagenan perjalanan wisata tidak termasuk di
antara jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002,
antara lain mengatur :
a. Pasal 1 menyatakan bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan
Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
b. Pasal 2 huruf h menetapkan bahwa Nilai Lain untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa
biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.4. Butir 7 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.32/2000 tanggal 4 Mei 2000 hal
Penegasan PPN atas jasa Keagenan (Penjualan Tiket), menegaskan bahwa Dasar Pengenaan Pajak
atas jasa keagenan adalah jumlah imbalan jasa keagenan yang diterima atau seharusnya diterima
oleh perusahaan jasa keagenan. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% (sepuluh persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak tersebut.5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3, penegasan pada butir 4, serta memperhatikan isi
surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Dasar Pengenaan Pajak sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih berlaku untuk setiap penyerahan jasa biro perjalanan/jasa biro pariwisata
oleh Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya adalah BPW atau APW, meskipun badan
usahanya berbentuk koperasi. Namun demikian, mengingat keunikan posisi APW dalam
menjualkan produk-produk BPW yang diageninya (khususnya yang berupa paket wisata),
maka :
a.1. Dalam hal Kopkar Persat menjualkan produk BPW atas dasar imbalan/komisi dari
BPW tersebut, PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain atas produk BPW
yang dijualkan oleh Kopkar Persat tersebut tidak dipungut oleh Kopkar Persat,
melainkan dipungut oleh BPW yang diageni oleh Kopkar Persat. Atas penyerahan
jasa keagenan menjualkan produk-produk BPW, Kopkar Persat wajib mengenakan
PPN sebesar 10% dari imbalan/komisi yang diterima atau yang seharusnya diterima
dan menerbitkan Faktur Pajak kepada BPW tersebut;
a.2. Dalam hal Kopkar Persat membeli produk BPW untuk kemudian menjualnya kembali
kepada pembeli dengan harga/penggantian yang ditetapkan sendiri oleh Kopkar
Persat (atas dasar bukan imbalan/komisi), maka :
– Kopkar Persat berposisi sebagai pembeli produk BPW yang diageninya
sehingga BPW yang bersangkutan memungut PPN kepada Kopkar Persat
dengan DPP sebesar 10% dari penggantian yang diminta atau seharusnya
diminta oleh BPW dari Kopkar Persat;
– Pada saat Kopkar Persat menjual produk tersebut kepada
pembeli/konsumen, Kopkar memungut PPN dengan DPP sebesar 10% dari
penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh Kopkar Persat dari
pembeli/konsumen.
b. Sedangkan Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa keagenan penjualan tiket adalah
sebesar 100% (seratus persen) dari imbalan jasa keagenan yang diterima atau seharusnya
diterima oleh Kopkar Persat dari perusahaan penerbangan atau biro perjalanan/biro pariwisata
yang diageni oleh Kopkar Persat.Demikian disampaikan untuk dimaklumi.
a.n. Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL,ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Peraturan Perpajakan;
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen- Originaly posted by fadhilrachman:
bagaimana dengan transaksi ini rekan :
pikak hotel menjual voucher hotel (tanpa PPN) ke agen perjalanan, dimana hasil penjualan voucher hotel tsb dilaporkan juga oleh pihak hotel ke Dispenda (PP1).
sehingga saya melihatnya terjadi double tax jika agen perjalanan tsb juga memungut PPN.Originaly posted by hanif:PPN ATAS PENJUALAN VOUCHER HOTEL OLEH BIRO PERJALANAN
bagaimana dengan pihak hotel rekan, karena surat diatas ditujukan untuk biro perjalanan…………apakah tetap tidak memungut PPN ke biro perjalanan tsb dan tetap melaporkan PP1 ke Dispenda, atau penjualan voucher hotel ke biro perjalanan tsb tidak perlu dilaporkan ke Dispenda karna sudah dipungut PPN…..demikian rekan hanif mohon pencerahannya
salam