Forum Ortax › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Sangsi Tidak Memotong PPh Ps.21 , PPh Ps.23 dan PPh Ps.4.2 (Final)
Sangsi Tidak Memotong PPh Ps.21 , PPh Ps.23 dan PPh Ps.4.2 (Final)
- Originaly posted by hanif:
berdasarkan hasil pemeriksaan bila WP tidak tidak memotong dan tidak menyetorkan pajak yang seharusnya dipotong/disetorkan dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100% yang akan ditagih dengan SKPKB..
Ketika SPT Tahunan disampaikan oleh WP, salah satu poin pertama yang dilihat adalah atas pengeluaran yang dilakukan yang seharusnya dipotong pajak apakah sudah dilaksanakan pemotongan dan penyetoran.
misalnya di dalam item pengeluaran ada pembayaran untuk sewa atau rental kendaraan. mereka akan lihat kewajiban pemotongan dan penyetoran apakh sudah dilaksanakan.
dengan demikian, ketahuannya bahwa ada kewajiban pemotongan dan penyetoran yang tidak dilaksanakan lazimnya tidak dalam waktu yang lama.Salam
bukannya syarat dalam pengenaan sanksi kenaikan itu :
1. SPT tidak disampaikan dan
2. sudah ditegur secara tertulis.jadi klo satu saja dari 2 syarat tersebut dipenuhi, pemeriksa tidak boleh mengenakan sanksi kenaikan.
Tq.
Pasal 13 UU No. 28 Tahun 2007
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:1. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
3. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
4. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
5. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).Pasal 13
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:1. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
3. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
4. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
5. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
(3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
1. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
2. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
3. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.salam
- Originaly posted by hanif:
100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
merupakan satu kesatuan dengan :
Originaly posted by hanif:(3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
saya mau tanya apa yang dimaksud dengan "sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d" ?
benar sekali opini yang disampaikan rekan wanna… bahwa sanksi kenaikan disebabkan SPT Tidak disampaikan dengan dua syarat yang kumulatif terpenuhi.
logika yang saya gunakan untuk menyatakan bahwa kalau tidak memotong atau menyetor akan dikenai sanksi kenaikan 100% bagi pemotong adalah bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP dapat disebabkan oleh berbagai hal. diantaranya adalah tidak menyampaikan SPT atau SPT lebih bayar atau terpilih secara acak.
dalam hal ini kenapa saya tidak menggunakan sanksi pada poin a (sanksi 2%)?, karena dalam poin a tersebut hanya diatur apabila WP pajak kurang bayar, bukannya pemotong.
dengan demikian, saya berpendapat bahwa untuk pemotong akan dikenai sanksi kenaikan 100%.mohon koreksinya
salam
- Originaly posted by hanif:
bahwa sanksi kenaikan disebabkan SPT Tidak disampaikan
kok ga nyambung dengan pernyataan yang ini :
Originaly posted by hanif:bahwa kalau tidak memotong atau menyetor akan dikenai sanksi kenaikan 100%
????
mungkin ini bisa membantu…
HUBUNGAN PPh PASAL 23/26 DENGAN BIAYA PERUSAHAAN
Surat Edaran Dirjen Pajak : SE-10/PJ.313/1992
Tanggal : 30-Mar-1992Dari hasil penelitian ataupun pemeriksaan sering dijumpai terjadinya kekhilafan ataupun kesalahan yang
dilakukan Wajib Pajak yaitu Wajib Pajak telah membayar/membebankan biaya bunga, sewa, royalty, technical
fee, management fee serta imbalan atas jasa lainnya sebagai pengurangan penghasilan bruto, tetapi Wajib
Pajak yang bersangkutan tidak memotong dan menyetor PPh Pasal 23/26.
Berhubung pihak yang menerima/memperoleh penghasilan tidak diberi bukti pemotongan PPh Pasal 23 oleh
pemotong, maka pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh pihak penerima penghasilan yang bersangkutan tidak
mencantumkan PPh Pasal 23 sebagai kredit pajak.
Atas kasus tersebut diatas, penanganan perpajakannya adalah sebagai berikut :
1. Biaya-biaya tersebut harus diteliti apakah memenuhi ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 7Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 dan tidak
bertentangan dengan Pasal 9 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991.
Dalam hal biaya-biaya tersebut telah dibebankan sebagai pengurang atas penghasilan bruto dan
memenuhi ketentuan Pasal 6 jo Pasal 9 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 maka tidak perlu dilakukan koreksi fiskal,
walaupun PPh Pasal 23/26 tidak dipotong dan atau tidak disetor oleh Wajib Pajak.
Perlu diingatkan kembali bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, dalam hal
pembayaran-pembayaran tersebut melibatkan dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa maka
apabila transaksi tersebut tidak wajar harus dilakukan koreksi.
2. Terhadap pemotong PPh Pasal 23/26 yang tidak memotong dan atau menyetorkan PPh Pasal 23/26,sesuai dengan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 harus diterbitkan SKP
dan atau STP.
Penerbitan SKP harus berpedoman pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-08/PJ.22/1989
tanggal 31 Januari 1989 dengan cara :
a. Mengirimkan Surat Tegoran dengan diberi batas waktu penyampaian SPT Masa PPh Pasal
23/26;
b. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Tegoran, maka diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) ditambah dengan sanksi 100% sesuai dengan Pasal 13 ayat (3) huruf b
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 dan denda administrasi Rp. 10.000,00 sesuai dengan
Pasal 7 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.
c. Apabila setelah menerima Surat Tegoran kemudian Wajib Pajak menyetor dan melaporkan
PPh Pasal 23/26, maka jika Wajib Pajak belum melunasi sanksi bunga karena terlambat
membayar, KPP harus menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas sanksi bunga ex
Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.
3. Bagi pemotong PPh Pasal 23/26, setelah membayar PPh Pasal 23/26 tersebut maka dapat membuatBukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 (Bentuk KP PPh 3.30/KP PPh 3.31) dan menyerahkan kepada
penerima hasil (pihak yang dipotong).
Atas jumlah PPh Pasal 23/26 yang seharusnya telah dipotong dari jumlah yang dibayarkan, tetapi
pemberi hasil belum melakukannya sehingga jumlah yang dibayarkan adalah jumlah bruto, maka
masalah tersebut hanya merupakan masalah perhitungan pembayaran antara pemberi hasil dan
penerima hasil.
4. Bukti pemotongan PPh Pasal 23 (Bentuk KP. PPh 3.30/dahulu KP.PPh 4b) yang diterima oleh pihakyang dipotong dapat dikreditkan dari PPh yang terutang pada SPT Tahunan PPh nya.
Apabila SPT Tahunan PPh dari pihak yang dipotong sudah dimasukkan, sedang Bukti Pemotongan
PPh Pasal 23 terlambat diterima, maka untuk dapat mengkreditkan PPh Pasal 23 tersebut, pihak
yang dipotong harus membetulkan SPT Tahunan PPh 1770/1771 sepanjang terhadap pihak yang
dipotong tersebut belum pernah dikeluarkan ketetapan pajak dalam tahun yang bersangkutan.
5. Apabila terhadap pihak yang dipotong sudah diterbitkan ketetapan pajak, maka pihak yang dipotongdapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas ketetapan pajak dimaksud karena terjadi
kesalahan tulis, kesalahan hitung sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983, dengan dilampiri Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 yang diterima terlambat tersebut.
Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD
saya sangat paham maksud dari rekan Wanna
bahwa sebab SPKB terbit untuk poin a sanksinya adalah 2% dari pajak kurang bayar, yang diketahui dari hasil pemeriksaan.
sedangkan sebab untuk poin b, c, d untuk WP kenaikan 50% kalau kurang bayar dan untuk pemotong pajak sanksi kenaikan 100% kalau tidak atau kurang setorlantas mengapa saya menggunakan sanksi kenaikan 100% bukannya sanksi 2%?.
alasan saya adalah sanksi 2% dikenakan untuk WP yang kurang bayar bukan untuk pemotong yang tidak atau kurang menyetor.bertemunya, kurang setor tersebut tidak hanya kalau WP tidak menyampaikan SPT dan setelah ditegur masih tidak menyampaikan, lantas diperiksa. bisa saja pemeriksaan dilakukan karena sebab-sebab lain. kalau bertemu kurang setor atau tidak setor pada saat pemeriksaan, sanksi yang dikenakan lazimnya adalah kenaikan 100%.
itu…..pendapat saya…, yang pasti bisa salah
salam
sebagai tambahan mungkin ini yang jadi alasan saya
penjelasan Pasal 13 ayat 1 UU No. 28 tahun 2007Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ini. Dengan demikian, hanya terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoieh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 5 (lima) tahun.
Menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar baru diterbitkan jika Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Diketahuinya Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya terutang.
Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan.
Surat Pemberitahuan yang tidak disampaikan pada waktunya walaupun telah ditegur secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b membawa akibat Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar secara Jabatan. Terhadap ketetapan seperti ini dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Teguran, antara lain, dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang beritikad baik untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapat disampaikannya Surat Pemberitahuan karena sesuatu hal di luar kemampuannya (force majeur).
Bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang mengakibatkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan kenaikan sebesar 100% (seratus person).
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak. Sebagai contoh:
1. pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;
2. dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji; atau
3. dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
salam
misalkan :
PT A tidak memotong PPh Pasal 23 (SPT Masa tidak disampaikan) atas beban sewa kendaraan milik PT B. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap PT A, ditetapkan pokok PPh Pasal 23 sebesar Rp1.500.000,-. Berarti pajak ymh dibayar pada SKPKB PPh Pasal 23 = Rp3.000.000,- ?kalau mendasarkan pada opini saya sebelumnya tentu iya. trus ditambah dengan sanksi tidak menyampaikan SPT Masa PPh 23 Rp. 100.000,00
menurut rekan wanna.. berapa sanksinya?. mungkin bisa dijelaskan.salam
barangkali yang lebih mendominasi pmikiran saya menggunakan sanksi kenaikan itu adalah karena fungsinya sebagai pemotong. sehingga pajak yang telah dipotong tapi tidak disetorkannya, dapat digunakan untuk memperkaya diri.
salam
- Originaly posted by hanif:
kalau mendasarkan pada opini saya sebelumnya tentu iya. trus ditambah dengan sanksi tidak menyampaikan SPT Masa PPh 23 Rp. 100.000,00
menurut rekan wanna.. berapa sanksinya?. mungkin bisa dijelaskan.salam
mengenakan sanksi 2% perbulan, dengan asumsi belum dilakukan Teguran. plus sanksi 100.000
- Originaly posted by wannabewongkpp:
PT A tidak memotong PPh Pasal 23 (SPT Masa tidak disampaikan) atas beban sewa kendaraan milik PT B. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap PT A, ditetapkan pokok PPh Pasal 23 sebesar Rp1.500.000,-.
saya sependapat dgn rekan wanna, sanksi bunga pasal 9 2(a) 2% / bln sampai dgn bln dilakukan pembayaran plus denda pasal 7 UU KUP 100rb
oke.
tampaknya semakin menarik diskusi ini.
barangkali rekan lain ada yang urung pendapatsalam
maaf rekan hanif OOT nih barangkali punya pendapat atau lebih bagus lagi pengalaman mengenai posting saya tentang batas pengkreditan pajak masukan
salam