Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums Lain-lain skpkb pbb???

  • skpkb pbb???

     hanif updated 15 years, 7 months ago 2 Members · 5 Posts
  • adhitbhp

    Member
    13 December 2009 at 11:08 am
  • adhitbhp

    Member
    13 December 2009 at 11:08 am

    mohon bantuannya dari para ortax.
    ada beberapa pertanyaan nih mohon dijawab ya:
    1. apakah ada SKPKB untunk PBB???
    2. jika ada kapan terbitnya SKPKB PBB dan bagaimana pelaksanaannya???
    3. bagaimana pengurangan PBB bagi pensiunan dan ABRI???
    Terima kasih sebelumnya.
    Salam.

  • hanif

    Member
    13 December 2009 at 10:29 pm
    Originaly posted by adhitbhp:

    1. apakah ada SKPKB untunk PBB???

    tidak ada.
    Istilah yang digunakan SKP

    Originaly posted by adhitbhp:

    2. jika ada kapan terbitnya SKPKB PBB dan bagaimana pelaksanaannya???

    Pasal 9 Ayat 2 UU No. 12 Tahun 1985 Tentang PBB

    (2) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut :

    1. apabila Surat Pemberitahuan Obyek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah di tegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
    2. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.

    (3) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.
    (4) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b adalah selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terhutang.

    Originaly posted by adhitbhp:

    3. bagaimana pengurangan PBB bagi pensiunan dan ABRI???

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 110/PMK.03/2009

    TENTANG

    PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    1. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak untuk memperoleh pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
    2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
    2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

    1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
    2. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Pengurangan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB.
    3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah Surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
    4. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang PBB.
    5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah KPP Pratama tempat objek pajak terdaftar.
    6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP Pratama.

    Pasal 2

    (1) Pengurangan dapat diberikan kepada Wajib Pajak:

    1. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
    2. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

    (2) Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:

    1. Wajib Pajak orang pribadi meliputi:
    1) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya;
    2) objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah;
    3) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
    4) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; dan/atau
    5) objek pajak yang Wajib Pajak-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan;

    2. Wajib Pajak badan meliputi:

    objek pajak yang Wajib Pajak-nya adalah Wajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada Tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin.
    (3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
    (4) Sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman, dan/atau wabah hama tanaman.

    Pasal 3

    (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada Wajib Pajak atas PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT dan/atau SKP PBB.
    (2) PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi.
    (3) SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diberikan Pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB.

    Pasal 4

    Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan:

    1. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1);
    2. sebesar paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2), angka 3), angka 4), dan/atau angka 5), atau Pasal 2 ayat (2) huruf b; atau
    3. sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (4).

    Pasal 5

    (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
    (2) Permohonan Pengurangan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara:

    1. perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB; atau
    2. perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT.

    (3) Permohonan Pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diajukan:

    1. sebelum SPPT diterbitkan dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau
    2. setelah SPPT diterbitkan dalam hal:
    1) kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
    2) kondisi tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2), angka 3), angka 4), atau angka 5), dengan PBB yang terutang paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); atau
    3) objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (4) dengan PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    Pasal 6

    (1) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    1. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB;
    2. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas,
    3. diajukan kepada Kepala KPP Pratama;
    4. dilampiri fotokopi SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan;
    5. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk:
    a) Wajib Pajak Badan; atau
    b) Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
    2) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
    6. diajukan dalam jangka waktu:
    1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
    2) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKP PBB;
    3) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB;
    4) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadi

  • adhitbhp

    Member
    18 December 2009 at 9:38 am

    wah Terima kasih bnyk ya Mas Hanif/ Pak Hanif…
    infonya berguna sekali untuk revisi skripsi saya.
    Atas info yg kemarin2 saya telah berhasil menghadapi sidang skripsi…

  • hanif

    Member
    18 December 2009 at 5:41 pm

    wah selamat ya….

    Salam

Viewing 1 - 5 of 5 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now