Forum Ortax › Forums › PPN dan PPnBM › SSP sebagai dokumen pengganti Faktur Pajak
SSP sebagai dokumen pengganti Faktur Pajak
Rekan2,
Tolong bantu pecahkan kasus berikut :
PT. A membeli jasa dari B Ltd. di France.
Karena B Ltd. tidak memiliki BUT di Indonesia, maka transaksi berlangsung antar negara.
Dengan demikian PT. A berkewajiban menyetorkan PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.
Penyerahan jasa pada tanggal 6 Juli 2009, sedangkan pembayaran dari PT. A ke B Ltd dilakukan pada tangg 19 Agustus 2009.
Karena transaksi dengan luar negeri, otomatis Faktur Pajak tidak berlaku dalam transaksi ini, tetapi PT. A tetap berkewajiban menyetorkan PPN atas JKP dari luar daerah pabean tersebut sebesar 10% x Harga Beli. Dalam hal ini hanya dengan menggunakan form SSP yang dianggap sebagai Faktur Pajak sebagai bukti Pajak Masukan bagi PT. A.Pertanyaannya:
1. Bagaimana mekanisme pembayaran PPN tersebut?
2. Kapan PPN tersebut harus disetorkan dan dilaporkan?
3. Bagaimana Tata Cara Pengisian SSP tersebut?
4. Adakah peraturan yang mendukung transaksi tersebut?Terima kasih.
Anggap aja tagihan itu FP.Sederhana
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 568/KMK.04/2000TENTANG
TATA CARA PENGHITUNGAN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3A ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061);
4. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN.
Pasal 1
(1)Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau
2. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.(2)
Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
Pasal 2
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut.
Pasal 3
(1)Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini:
1. saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
2. saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
3. saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
4. saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya;
(2)Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1)Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan.
(2) Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran.
Pasal 5
(1)Bagi Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
(2)Bagi orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) dengan mempergunakan lembar ketiga bukti setoran Pajak ke Kas Negara paling lambat pada tanggal 20 bulan penyetoran ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut.
Pasal 6
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Desember 2000
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,ttd
PRIJADI PRAPTOSUHARDJOwess..udah lengkap tuh di ats!
Terima kasih rekan hanif atas pencerahannya, btw tata cara pnegisian SSP nya punya gk?
berarti bisa manjadi PPN masukan bagi PT.A yah?
- Originaly posted by alex_tax:
berarti bisa manjadi PPN masukan bagi PT.A yah?
Betul sekali rekan Alex.
Buat rekan2 lainnya tolong dijawab pertanyaan saya ini:
Originaly posted by alex_tax:tata cara pnegisian SSP nya punya gk?
Thanks.
Coba dirujuk pada SE-08 Tahun 1995. Meskipun telah dicabut dengan terbitnya KMK 568 Tahun 2000, tetapi teknis pengisian SSP yang terdapat pada SE-08 masih valid. Mohon Koreksinya.
Salam ORTax…Mantap rekan Suyanto
ni dia saya copykan buat semua
17 Maret 1995
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 08/PJ.5/1995TENTANG
SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 597/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Pengertian Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
1.1. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak hanya disebut sebagai berasal dari luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean. Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas penyerahan dalam negeri.
1.2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.
1.3. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
1. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.
2. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan jasa persewaan alat-alat berat.
3. Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean. Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.2. Saat terutang PPN dan saat dimulainya pemanfaatan
2.1. Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia.
2.2. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
1. Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara lain telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan tujuannya. Misalnya, dalam hal pemanfaatan merek dagang, telah dibuat label dan dijahit atau ditempel pada Barang Kena Pajak yang diproduksi.
2. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan bukti-bukti lain.
3. Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada pihak yang memanfaatkan.
4. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.
2.3. Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian.3. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dihitung sesuai dengan keadaannya, dengan salah satu cara diantara cara-cara penghitungan sebagai berikut :
3.1. 10 % x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000
3.2. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,apabila berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis diketahui bahwa jumlah tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Jumlah yang dibayarkan (termasuk PPN) = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000
3.3. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, dalam hal :
1. tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran termaksud, atau
2. ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000
4. Kewajiban orang pribadi atau badan uang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang atas wilayah tempat tinggal atau tempat kedudukan orang pribadi atau badan tersebut.
5. Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
5.1. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 4, harus disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. Tempat penyetoran dimaksud adalah Kantor Pos dan Giro, atau bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagai bank persepsi.
5.2. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
2. pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
3. pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.
5.3. Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
5.4. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak Wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5 selambat-lambatnya pada tanggal 2Mantap rekan Suyanto dan rekan Hanif..
Thanks all…atas pencerahannya..
Tapi nih peraturanOriginaly posted by hanif:SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 08/PJ.5/1995masih available kan?
- Originaly posted by rivan:
masih available kan?
Maksudnya apa masih berlaku yah rekan rivan?
Kita setiap bulan juga menyetor SSP PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sesuai dengan format di SE 08 Tahun 1995 dan sejauh ini tidak dipermasalahkan oleh fiskus.
Mohon Koreksinya.
Salam ORTax… - Originaly posted by suyanto99:
Kita setiap bulan juga menyetor SSP PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sesuai dengan format di SE 08 Tahun 1995
rekan Suryanto setiap bulan melakukan hal tersebut?
Klo boleh tau JKP apa?
saya ada pertanyaan yang berhubungan dengan transaksi pemanfaatan JKP, atas PPh nya bagaimana?
Thanks. Mohon maaf rekan rivan. Untuk hal tsb tidak dapat saya ungkapkan diforum karena bersifat private. Untuk PPh nya kami gross up karena dalam perjanjian tidak ada klausal bahwa atas JKP tsb akan dipotong PPh di Indonesia.
Salam ORTax…Saya mengerti rekan Suryanto..
Jadi begini kasusnya, apakah pihak yang memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean wajib memotong PPh Pasal 26, kecuali ditentukan lain di Tax Treaty?