Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Forum Ortax Forums Perpajakan Internasional Tax Treaty Indonesia-Singapura berbahasa Indonesia

  • Tax Treaty Indonesia-Singapura berbahasa Indonesia

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:45 am

    melakukan dalam Negara pihak yang disebut pertama itu, wewenang
    untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya dibatasi untuk
    pembelian barang atau barang dagangan bagi perusahaan; atau
    (b) ia biasa mengurus dalam Negara yang disebut pertama suatu persediaan barang atau barang
    dagangan milik perusahaan dimana ia secara teratur menyerahkan barang atau barang
    dagangan untuk atau atas nama perusahaan.

    6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari
    suatu Negara pihak pada Persetujuan kecuali yang berhubungan dengan re-asuransi, dianggap
    mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan jika perusahaan asuransi
    tersebut memungut premi di wilayah Negara pihak lain tersebut atau menanggung resiko-resiko yang
    terjadi di sana melalui seorang pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang bertindak
    bebas seperti dimaksud pada ayat 7.

    7. Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di
    Negara pihak lain pada Persetujuan hanya karena perusahaan tersebut menjalankan usahanya
    melalui seorang makelar, komisioner atau setiap agen lainnya yang bertindak bebas, selama orang
    orang itu bertindak dalam rangka usahanya.

    Namun, bila kegiatan-kegiatan agen tersebut secara keseluruhan atau hampir secara keseluruhan
    diperuntukkan bagi kepentingan perusahaan itu, ia tidak akan merupakan suatu agen yang berdiri
    sendiri seperti yang diartikan oleh ayat ini.

    8. Bila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan mengawasi
    atau diawasi oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk dari Negara pihak lain pada
    Persetujuan, atau yang menjalankan usahanya di Negara pihak lain tersebut (baik melalui suatu
    bentuk usaha tetap atau cara lain), tidak akan dengan sendirinya menjadikan salah satu perseroan
    tersebut bentuk usaha tetap dari yang lainnya.

    Pasal 6
    PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

    1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta
    tak gerak yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara
    lain tersebut.

    2. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan
    perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada.
    Istilah tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang
    dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan-
    ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak
    gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk
    pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber
    kekayaan alam lainnya. Kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak

    3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan
    secara langsung, dari penyewaan, atau dari penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.

    4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari
    harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan
    dalam menjalankan jasa-jasa profesional.

    Pasal 7
    LABA USAHA

    1. Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara
    itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui
    suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud
    di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian
    laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.

    2. Jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak
    lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan
    diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang
    diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan
    bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang
    sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang
    memiliki bentuk usaha tetap itu.

    3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang
    dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan
    dan biaya-biaya administrasi umum, yang dapat dikurangkan seandainya bentuk usaha tetap adalah
    perusahaan yang berdiri sendiri, sepanjang biaya-biaya tersebut dialokasikan secara wajar terhadap
    bentuk usaha usaha tetap, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut
    berada atau dimanapun.

    4. Seandainya informasi yang tersedia pada pihak yang berwenang tidak mencukupi untuk menentukan
    keuntungan-keuntungan yang diperoleh bentuk usaha tetap atau perusahaan, Pasal ini tidak akan
    mempengaruhi berbagai ketentuan dari negara tersebut sehubungan penentuan pajak yang terhutang
    terhadap orang atau badan dengan suatu kebijaksanaan atau berdasarkan suatu taksiran oleh
    pejabat berwenang, sepanjang undang-undang memungkinkannya dan informasi yang tersedia
    memungkinkannya, asalkan sesuai dengan prinsip yang dianut oleh Pasal ini.

    5. Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara
    yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan
    penyimpangan.

    6. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada pasal-
    pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh
    ketentuan-ketentuan Pasal ini.

    7. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh
    suatu bentuk usaha tetap untuk perusahaan, tidak dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.

    Pasal 8
    PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

    1. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari
    pengoperasian pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara
    tersebut.

    2. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari
    pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak
    lain pada Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangi
    sebesar 50%.

    3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap bagian laba dari pengoperasian kapal-
    kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan
    melalui penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu
    perwakilan untuk operasi internasional.

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:46 am

    Pasal 9
    PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI
    HUBUNGAN ISTIMEWA

    Apabila

    (a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan baik secara langsung maupun
    tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di
    Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau
    (b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam
    manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan
    dan suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

    dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan
    keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara
    perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima
    oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-
    syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

    Pasal 10
    DIVIDEN

    1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
    Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di
    Negara lain tersebut.

    2. Namun demikian, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana
    perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan, dan sesuai dengan perundang-
    undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang
    menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
    (a) 10 persen dari jumlah kotor dividen apabila penerima dividen tersebut adalah perseroan yang
    memegang secara langsung paling sedikit 25 persen dari modal perseroan yang membagikan
    dividen itu;
    (b) 15 persen dari jumlah bruto dividen dalam hal-hal lainnya.

    Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara
    penerapan dari pembatasan ini dengan persetujuan bersama.

    Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba perseroan
    darimana pembayaran dividen dibayarkan.

    3. Menyimpang dari ketentuan ayat 2 Pasal ini sepanjang Singapura tidak mengenakan pajak atas
    dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atas keuntungan
    perusahaan, dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk Singapura
    kepada penduduk Indonesia dibebaskan dari pemungutan pajak di Singapura yang dapat dikenakan
    pada dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau keuntungan
    perusahaan. Namun demikian apabila Singapura mengenakan pajak atas dividen sebagai tambahan
    terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau keuntungan perusahaan, tarif yang berlaku adalah
    sesuai dengan ketentuan ayat 2 Pasal ini.

    4. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, atau
    hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba,
    maupun penghasilan lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara di
    mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan pajaknya
    diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham sesuai perundang-undangan Negara
    dimana perusahaan yang mendistribusikan berkedudukan.

    5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan
    penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara
    pihak lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan,
    mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam
    hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.

    6. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh
    laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara lain tersebut tidak boleh
    mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu kepada orang atau
    badan yang bukan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, juga tidak boleh mengenakan
    pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak
    dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari negara
    lain tersebut.

    Dividen dianggap timbul :
    (a) di Singapura :
    jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Singapura; atau
    (b) di Indonesia
    jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.

    Pasal 11
    BUNGA

    1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk
    Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada
    Persetujuan tersebut.

    2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
    tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi
    apabila penerima dan pemilik bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak
    yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga.

    3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal di suatu Negara pihak pada
    Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya dari Persetujuan hanya dapat
    dikenakan pajak di Negara pihak lain tersebut, apabila bunga yang dibayarkan berasal dari :
    (a) obligasi, surat-surat hutang atau obligasi lainnya yang sejenis dari Pemerintah Negara pihak
    yang disebut pertama atau suatu bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya; atau
    (b) pinjaman, garansi atau jaminan atau kredit yang dijamin oleh Badan Keuangan Singapura
    atau Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia) atau institusi pemberi pinjaman lainnya, yang
    dikhususkan dan disetujui dalam pertukaran nota diantara pejabat yang berwenang Negara
    pihak pada Persetujuan.

    4. Pejabat-pejabat berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara
    penerapan pembatasan-pembatasan pada ayat-ayat sebelumnya berdasarkan persetujuan bersama.

    5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 dan 3, bunga diterima oleh Pemerintah Negara pihak
    pada Persetujuan yang berasal dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan dibebaskan dari
    pengenaan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

    6. Untuk keperluan-keperluan ayat 5, istilah "Pemerintah" :
    (a) dalam hal Singapura berarti Pemerintah Singapura dan meliputi :
    (i) Badan Keuangan Singapura atau Dewan Komisi yang bersangkutan;
    (ii) Pengelola Singapore Investment Corporation Pte. Ltd.
    (iii) (aa) Port of Singapore Authority;
    (bb) Public Utilities Board;
    (cc) Badan Telekomunikasi Singapura dan
    (iv) setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang disetujui oleh Pejabat
    yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.
    (b) dalam hal Indonesia berarti Pemerintah Republik Indonesia dan mencakup :
    (i) pemerintah daerah;
    (ii) Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia);
    (iii) setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang disetujui oleh Pejabat
    yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

    7. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang,
    baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian
    laba maupun yang tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan
    surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-
    surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut.

    8. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati
    bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di
    Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha
    tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan
    yang efektif dengan suatu bentuk usaha tetap. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
    berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.

    9. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga
    adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, badan hukum publiknya
    atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga
    itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak,
    mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di
    mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut,
    maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha
    tetap atau tempat usaha tetap itu berada.

    10. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang
    menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan
    besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi
    jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya
    hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah
    yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap
    dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,
    dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

    Pasal 12
    ROYALTI

    1. Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu
    Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut.

    2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
    dimana royal

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:47 am

    ti tersebut berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, tetapi
    apabila penerima royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti, pajak yang dikenakan tidak akan
    melebihi 15 persen dari jumlah bruto royalti tersebut.
    Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara
    penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.

    3. Istilah "royalti" dalam pasal ini berarti segala jenis pembayaran yang diterima atas penggunaan, hak
    penggunaan, setiap karya tulisan, kesusasteraan atau karya ilmiah termasuk film-film bioskop dan
    film-film atau rekaman untuk siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, disain atau
    model, rencana rumus atau cara pengolahan, atau penggunaan, atau cara menggunakan, peralatan
    industri, alat-alat perdagangan atau pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman di
    bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.

    4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 dari Pasal ini tidak berlaku apabila pihak yang memiliki hak
    menikmati royalti, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan tempat royalti
    berasal, memiliki suatu bentuk usaha tetap, dimana hak atau harta yang menghasilkan royalti itu
    mempunyai hubungan efektif. Dalam hal demikian berlaku ketentuan Pasal 7.

    5. Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah
    Negara itu sendiri, suatu bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah, badan hukum publik atau
    penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan
    royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan,
    memiliki bentuk usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayar
    royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka royalti itu
    dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada.

    6. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 5 Pasal ini dapat diterapkan untuk penghasilan yang diterima dari
    pemindahan hak atas hak cipta dari ilmu pengetahuan, hak paten, merek dagang, disain atau model,
    perencanaan, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan.

    7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati
    atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau
    keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah
    yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa,
    maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.
    Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai
    dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan
    ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

    Pasal 13
    PEKERJAAN BEBAS

    1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
    jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu
    kecuali apabila ia berada di Negara pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa-masa yang
    melebihi 90 hari dalam masa dua belas bulan. Apabila ia berada di Negara pihak lainnya itu selama
    masa atau masa-masa tersebut di atas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara
    Pihak lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan itu dianggap berasal dari tempat usaha tetap
    tersebut atau diperoleh di Negara lain itu selama masa atau masa-masa tersebut di atas.

    2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan,
    kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran yang dilakukan secara independen, demikian
    juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi,
    arsitek dan para akuntan.

    Pasal 14
    PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

    1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 15, 17, 18, 19 dan 20 gaji, upah dan
    imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan karena
    pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan
    tersebut dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan
    yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu.

    2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh penduduk dari
    suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada
    Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :
    (a) penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam suatu masa atau masa-masa
    yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun takwim yang bersangkutan; dan
    (b) imbalan itu dibayarkan oleh atau atas nama pemberi kerja yang merupakan penduduk
    Negara pihak yang disebut pertama tersebut; dan
    (c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di
    Negara pihak lain tersebut.

    3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan
    yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
    internasional oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan
    pajak di Negara tersebut.

    Pasal 15
    IMBALAN PARA DIREKTUR

    1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk suatu
    Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur suatu
    perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak
    di Negara pihak lainnya tersebut.

    2. Imbalan yang diterima atau diperoleh seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dari perseroan
    sehubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan
    pajak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 14.

    Pasal 16
    PARA ARTIS DAN ATLIT

    1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 13 dan 14, penghasilan yang diperoleh penduduk
    dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai artis, seperti artis teater, film, artis radio atau televisi,
    atau pemain musik, atau sebagai atlit, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara
    pihak lainnya pada persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negera lainnya tersebut.

    Penghasilan tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan
    jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik keseluruhan maupun sebagian oleh pemerintah
    yang berasal dari dana masyarakat suatu Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah
    daerah atau badan hukum publiknya.

    2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh artis atau
    atlit tersebut diterima bukan oleh artis atau atlit itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain,
    menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 13 dan 14, maka penghasilan tersebut dapat
    dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan artis atau atlit itu
    dilakukan.

    Penghasilan tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan
    jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik keseluruhan maupun sebagian oleh pemerintah
    yang berasal dari dana masyarakat suatu Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah
    daerah atau badan hukum publiknya.

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:47 am

    Pasal 17
    PENSIUN

    Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 18, pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang bersumber
    dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak lain
    pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak di Negara
    pihak yang disebut pertama.

    Pasal 18
    PEJABAT PEMERINTAH

    1. (a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada Persetujuan atau
    bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik di bawahnya
    kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut
    atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau kepada badan hukum
    publik dibawahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
    (b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada
    Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
    dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu yang :
    (i) merupakan warganegara dari Negara itu; atau
    (ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud memberikan
    jasa-jasa tersebut.

    2. Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk oleh suatu Negara pihak
    pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik
    dibawahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu
    atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya hanya akan
    dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.

    3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 14, 15 dan 17 akan berlaku terhadap imbalan dari jasa-jasa
    yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan
    atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya.

    Pasal 19
    GURU DAN PENELITI

    1. Seseorang yang menjadi penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sesaat sebelum
    mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang atas undangan sebuah universitas,
    perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan sejenis, mengunjungi Negara lainnya untuk masa
    tidak lebih dari 2 tahun semata-mata dengan maksud untuk mengajar dan melakukan penelitian atau
    keduanya pada lembaga pendidikan tersebut, akan dibebaskan dari pajak atas semua pembayaran
    yang diterima dari kegiatan mengajar dan penelitian tersebut.

    2. Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut untuk
    kepentingan seseorang atau orang-orang tertentu.

    Pasal 20
    PELAJAR DAN PESERTA LATIHAN

    Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan segera sebelum
    mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tinggal untuk sementara di Negara lain semata-mata:
    (a) sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga
    pendidikan lain yang diakui di Negara tersebut;
    (b) sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang; atau
    (c) seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud belajar, riset atau latihan dari
    Pemerintah dari salah satu Negara atau dari organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau
    dalam rangka program bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu Negara;

    akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas :
    (a) seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan, belajar, riset atau
    latihan;
    (b) seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan; dan
    (c) setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 dolar Amerika per tahun dalam hubungan dengan jasa
    yang diberikan di Negara lain, asalkan jasa tersebut dilakukan sehubungan dengan kegiatan
    belajarnya, riset atau latihan atau perlu untuk membiayai hidupnya.

    Pasal 21
    PENGHASILAN YANG TIDAK DIATUR
    SECARA TEGAS

    Undang-undang yang berlaku di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan masih berlaku untuk
    mengatur masalah pengenaan pajak atas penghasilan di Negara pihak pada Persetujuan kecuali bila
    ditentukan lain dalam Persetujuan ini.

    Pasal 22
    PEMBATASAN DARI PUNGUTAN

    Jika persetujuan ini menetapkan (dengan atau tanpa kondisi-kondisi lainnya) bahwa penghasilan yang berasal
    dari Negara pihak pada Persetujuan dapat dikecualikan dari pengenaan pajak, atau dikenakan pemungutan
    pajak dengan pengurangan tarif di Negara tersebut dan sesuai hukum yang berlaku di Negara pihak pada
    Persetujuan lainnya yang menyatakan penghasilan sebagai subyek pajak berdasarkan acuan dari jumlah yang
    dikirimkan atau diterima di Negara pihak lainnya dan bukan berdasarkan acuan dari jumlah keseluruhan, maka
    pengecualian atau pengurangan dari pemungutan pajak yang diperbolehkan berdasarkan Persetujuan ini di
    Negara pihak yang disebut pertama diterapkan sebatas jumlah penghasilan yang dikirimkan atau diterima di
    Negara pihak lainnya tersebut.

    Pasal 23
    METODE PENGHINDARAN
    PAJAK BERGANDA

    1. Tunduk kepada perundang-undangan Indonesia mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak
    Indonesia, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar Indonesia (sepanjang tidak mempengaruhi
    prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Singapura dan sesuai dengan
    Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan
    yang bersumber dari Singapura akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan
    di Indonesia dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah
    diperhitungkan pajaknya di Singapura. Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi
    jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut di
    berikan.

    2. Tunduk kepada perundang-undangan Singapura mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak
    Singapura, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar singapura (sepanjang tidak mempengaruhi
    prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Indonesia dan sesuai dengan
    Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan
    yang bersumber dari Indonesia akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan
    di Singapura dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah
    diperhitungkan pajaknya di Indonesia. Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi
    jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut
    diberikan.

    Pasal 24
    NON DISKRIMINASI

    1. Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban
    apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang
    berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang
    bersangkutan dengan itu, yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara
    pihak lainnya dalam keadaan yang sama.

    2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada
    Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang
    menguntungkan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut, dibandingkan dengan pengenaan
    pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak
    lainnya yang menjalankan kegiatan yang sama.

    3. Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki
    atau dikuasai baik secara langsung atau tidak langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada
    Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan
    pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan
    pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap
    perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.

    4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, 2 dan 3 dari Pasal ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan
    atas :
    (a) mewajibkan salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan bantuan kepada
    penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya pada Persetujuan setiap kelonggaran
    pribadi, keringanan dan pengurangan yang mana bantuan ini diberikan juga kepada
    penduduknya sendiri;
    (b) mempengaruhi ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan pajak dari Negara pihak
    pada Persetujuan tentang penipuan pajak oleh orang atau badan yang bukan penduduk;
    (c) mewajibkan salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan bantuan kepada
    yang berkebangsaan Negara pihak pada Persetujuan lainnya potongan pribadi, keringanan
    dan pengurangan untuk kepentingan perpajakan yang diberikan kepada warga negaranya
    sendiri yang bukan penduduk Negara pihak tersebut atau kepada orang atau badan lain yang
    dirinci dalam Undang-undang pajak Negara tersebut; dan
    (d) mempengaruhi ketentuan-ketentuan Undang-undang pajak dari Negara pihak pada
    Persetujuan mengenai setiap konsesi pajak yang diberikan kepada orang atau badan yang
    memenuhi kondisi-kondisi tertentu.

    5. Dalam Pasal ini istilah "pajak" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

    Pasal 25
    TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

    1. Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua
    Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang
    tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh
    perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya
    kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana ia berkedudukan.
    Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan
    yang mengakibatkan pen

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:49 am

    genaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.

    2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia
    tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang tepat, untuk menyelesaikan masalah itu melalui
    persetujuan bersama dengan Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dengan maksud untuk
    menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Apabila telah dicapai
    kesepakatan, kesepakatan tersebut harus diterapkan tanpa memandang batas waktu yang diatur
    dalam perundang-undangan pajak Negara pihak pada Persetujuan.

    3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan
    bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam
    penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah
    pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.

    4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan
    langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat
    sebelumnya.

    Pasal 26
    PERTUKARAN INFORMASI

    1. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar
    menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini
    atau untuk mencegah tindak pidana fiskal atau penggelapan pajak. Setiap informasi yang
    dipertukarkan akan diperlakukan secara rahasia dan hanya akan diungkapkan kepada orang atau
    badan atau yang berwenang (termasuk pengadilan atau pejabat penilai), dalam penetapan, penagihan
    pelaksanaan atau penyidikan atau yang memberi keputusan atas banding dalam kaitannya dengan
    pajak-pajak yang termasuk dalam ketentuan Persetujuan ini.

    2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan untuk mewajibkan suatu Negara pihak
    pada Persetujuan :
    (a) untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-
    undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara itu atau di Negara pihak lainnya
    pada Persetujuan;
    (b) untuk memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan
    atau praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara pihak lainnya pada
    Persetujuan;
    (c) untuk memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia apapun di bidang perdagangan,
    usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya
    yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan Negara.

    Pasal 27
    PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

    Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi
    diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum internasional atau berdasarkan
    ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

    Pasal 28
    BERLAKUNYA PERSETUJUAN

    1. Persetujuan ini akan diratifikasi oleh Pemerintah-pemerintah dari Negara pihak pada Persetujuan dan
    instrumen ratifikasi akan dipertukarkan di Singapura secepat mungkin.

    2. Persetujuan ini akan diberlakukan pada saat pertukaran instrumen ratifikasi dan berlaku :
    (a) di Singapura :
    mengenai pajak Singapura untuk tahun ketetapan pajak yang dimulai pada atau setelah
    1 Januari dalam tahun kalender kedua, tahun berikutnya sesudah pertukaran instrumen
    ratifikasi berlangsung dan tahun-tahun ketetapan pajak berikutnya;
    (b) mengenai pajak Indonesia untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam
    tahun kalender, tahun berikutnya sesudah pertukaran instrumen ratifikasi berlangsung dan
    tahun-tahun pajak berikutnya.

  • aji_21

    Member
    1 May 2009 at 8:49 am

    Pasal 29
    BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

    Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan. Masing-
    masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran
    diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau
    sebelum tanggal tigapuluh bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
    sejak berlakunya Persetujuan. Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
    (a) di Singapura :
    mengenai pajak Singapura untuk tahun ketetapan pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
    dalam tahun kalender kedua, tahun berikutnya dimana pemberitahuan diberikan dan tahun ketetapan
    pajak berikutnya;
    (b) di Indonesia :
    mengenai pajak Indonesia untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam tahun
    kalender, tahun berikutnya dimana pemberitahuan diberikan dan tahun-tahun pajak berikutnya.

    DENGAN KESAKSIAN para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh kuasa yang sah telah
    menandatangani Persetujuan ini.

    Dibuat dalam rangkap dua di Singapura pada tanggal 8 Mei 1990, dalam Bahasa Inggis.

    Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
    Republik Indonesia Republik Singapura

    ttd. ttd.

    TUK SETYOHADI HSU TSE-KWANG

    PROTOKOL

    1. Pada saat penandatanganan Persetujuan penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
    pajak yang berhubungan dengan pajak penghasilan, antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
    Pemerintah Republik Singapura, kedua Pemerintah telah bermufakat bahwa ketentuan-ketetuan yang
    berikut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini.

    2. Sehubungan dengan ayat 2 (h) Pasal 5 "Bentuk Usaha Tetap" disepakati bahwa batas waktu 3 bulan
    diterapkan untuk suatu proyek perakitan atau proyek instalasi yang dilakukan oleh suatu orang atau
    badan selain kontraktor utama.

    3. Sehubungan dengan Pasal 7 "Laba Usaha", Pasal ini tidak akan mencegah Negara pihak pada
    Persetujuan dari pengenaan, bagian dari pajak penghasilan usaha, pajak tambahan setelah pajak atas
    keuntungan dari bentuk usaha tetap, ditetapkan bahwa pengenaan pajak ini tidak akan melebihi 15 %.

    4. Dalam hubungan dengan Pasal 10 "Dividen" :

    (a) Pasal ini tidak mengatur ketentuan-ketentuan yang termuat dalam setiap kontrak Bagi Hasil
    yang berhubungan dengan eksploitasi dan produksi minyak dan gas alam yang telah
    dirundingkan dengan Pemerintah Indonesia atau Perusahaan Minyak Negara Indonesia yang
    berhubungan, ditetapkan bahwa perusahaan yang berkedudukan di Singapura menerima
    penghasilan dari kontrak bagi hasil tidak akan diperlakukan dengan cara yang kurang
    menguntungkan dalam hubungan dengan perpajakan dari pada yang terhutang atas badan
    usaha dari negara ketiga penerima penghasilan dari suatu kontrak bagi hasil yang sama.

    (b) Pasal VII dari Persetujuan antara Pemerintah Republik Singapura dengan Pemerintah
    Malaysia atas Penghindaran Pajak Berganda dan Penghindaran Pengelakan atas Pajak
    Penghasilan yang ditandatangani di Singapura tanggal 26 Desember 1968, yang akan menjadi
    suatu pertimbangan.

    SEBAGAI BUKTI para penanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah, telah menandatangani
    Persetujuan ini.

    DIBUAT dalam rangkap dua di Singapura pada tanggal 8 Mei 1990 dalam Bahasa Inggris.

    Untuk Pemerintah Untuk Pemerintah
    Republik Indonesia Republik Singapura

    ttd. ttd.

    TUK SETYOHADI HSU TSE-KWANG

  • lady blue

    Member
    6 May 2009 at 10:19 am

    pa wiguna saya juga mau donk dalam versi bahasa indonesia ke email saya
    ***edited by admin

    terima kasih

  • diendien

    Member
    8 September 2009 at 5:36 pm

    selamat sore.

    saya membutuhkan Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat dalam Bahasa Indonesia, apakah ada yang memiliki terjemahannya?
    mohon kirim ke email saya:
    ***edited by admin

    terima kasih =)

  • lamsihar

    Member
    19 February 2010 at 4:56 pm

    dear P'Wiguna..
    Jika tidak keberatan..please kirim ke ***edited by admin , thanks.

  • yennyfu

    Member
    29 March 2010 at 11:34 am

    Pak Wiguna, sy boleh minta tax treaty Indonesia-singapura dlm versi bhs indonesianya jg?
    thks a lot.
    Yenny

Viewing 16 - 25 of 25 posts

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now