
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai dikelompokkan menjadi dua, yakni bukan pegawai yang menerima penghasilan secara berkesinambungan dan menerima penghasilan tidak berkesinambungan. Bukan pegawai dengan penghasilan tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau terutang hanya satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Tarif dan DPP PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan
Tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan adalah sesuai tarif progresif pada Pasal 17 UU PPh, yakni 5%, 15%, 25%, 30% dan 35%. Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah penghasilan bruto.
Ketentuan Penghitungan Penghasilan Bruto untuk Bukan Pegawai
Menurut Pasal 10 ayat 5 PER- 16/PJ/2016 , dalam hal bukan pegawai, dengan penghasilan berkesinambungan maupun tidak berkesinambungan, memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21:
- mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan; dan/atau
- melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Baca Juga :Â
Contoh Penghitungan PPh 21 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan
Sandi Abdullah (ber-NPWP) melakukan jasa perawatan AC kepada PT Ortax Indonesia dengan imbalan Rp10.000.000,00. Sandi Abdullah mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp180.000,00. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar Rp4.500.000,00. Selain itu, Sandi Abdullah membeli spare part AC yang dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp1.000.000,00.
Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Sandi Abdullah, dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan oleh Sandi Abdullah dan biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Ortax Indonesia atas imbalan yang diberikan kepada Sandi Abdullah adalah sebesar imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang dipekerjakan Sandi Abdullah dan biaya spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:
Rp10.000.000,00 – Rp4.500.000,00 – Rp1.000.000,00 = Rp4.500.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Ortax Indonesia atas penghasilan yang diterima Arip Nugraha adalah sebesar:
5% x (50% x Rp4.500.000,00) = Rp112.500,00
Dalam hal PT Ortax Indonesia tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yang dilakukan atau dokumen yang diberikan oleh Sandi Abdullah mengenai upah yang harus dikeluarkan Sandi Abdullah atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Ortax Indonesia adalah jumlah sebesar:
5% x (50% x Rp10.000.000,00) = Rp250.000,00
Bukti Potong PPh Pasal 21 Bukan Pegawai dengan Penghasilan Tidak Berkesinambungan
Pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan bersifat tidak berkesinambungan yang diterima oleh bukan pegawai termasuk pemotongan PPh Pasal 21 non final. Bukti potong PPh Pasal 21 untuk bukan pegawai dengan penghasilan berkesinambungan menggunakan Formulir 1721-VI dengan kode objek pajak 21-100-09.
