Forum Ortax Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Dipotong PPh 23 atau 4 (2) ?

  • Dipotong PPh 23 atau 4 (2) ?

  • Otong

    Member
    8 September 2008 at 2:02 pm

    Saya juga sependapat

  • handy hovin

    Member
    8 September 2008 at 2:14 pm

    jadi menurut rekan poerba, jasa konstruksi adalah berdasarkan pada saat terjadi tanda tangan kontrak dan bukan pada saat pembayaran ya??

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    8 September 2008 at 2:17 pm

    Dear all Attn: Suryanto 99

    Batasan mengenai Peredaran Usaha memang dalam peraturan yang terakhir tidak lagi dijelaskan.

    Untuk itu maka kronologis terbitnya peraturan harus diikuti terus karena peraturan perapajakan bersifat dinamis.

    Pada saat kita berhadapan dengan otoritas pajak kadang-kadang merekapun kurang memahami maka bersyukurlah kita yang lebih memahami.

    Coba dicari batasan Peredaran Usaha tsb. ada pada PP No. 140 Th. 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No. 255 dan Tambahan LN RI Nomor 4057)

    Demikian untuk diketahui.

    Regard's

    RITZKY FIRDAUS.

  • Otong

    Member
    8 September 2008 at 2:21 pm
    Originaly posted by handy hovin:

    jadi menurut rekan poerba, jasa konstruksi adalah berdasarkan pada saat terjadi tanda tangan kontrak dan bukan pada saat pembayaran ya??

    Maaf klu boleh ikut nimbrung, iya untuk pembayaran yang dilakukan tahun 2008

  • POERBA

    Member
    8 September 2008 at 2:29 pm

    Nambahin pendapat rekan otong..
    Kontrak yang ditandatangani sebelum 1 january 2008 dan pembayaran yang masih dilakukan sampai 31 Desember 2008…

  • suyanto99

    Member
    8 September 2008 at 2:39 pm

    Dear Rekan Ritzky, terima kasih atas solusinya.
    Meskipun saya lebih sependapat pada pendapat rekan lainnya. Coba rekan Ritzky lihat di arsip bloggers cornernya Bpk Dudi Wahyudi. Saya melihat artikel Bpk Dudi dapat menjembatani perbedaan persepsi akan jasa konstruksi.
    Salam ORTax….

  • yasin

    Member
    9 September 2008 at 7:48 am
    Originaly posted by RITZKY FIRDAUS:

    Justru keliru, jika WP Jasa Konstruksi Besar yang Peredaran Usahanya dalam satu tahun takwim / tahun kalender / tahun pajak di atas Rp. 1 milyar maka ybs adalah WP Jasa Konstruksi dalam Kriteria Subyek Pajak yang Obyek Pajaknya terkena sistem Pemotongan dimuka /advance payment / witholding Tax PPh Pasal 23 TIDAK FINAL (PER-70/PJ/2007) bukan PP 140/2000 jo PP 51/2008

    to : pak rizky,
    saya kurang bisa memahami yang bpk tulis tsb, karena pemahanman saya sementara bahwa seluruh jasa konstruksi adalah mengacu PP 51 tahun 2008 tsb,
    apakah pemahaman ini salah?
    tks atas sharingnya, atau juga rekan ortax yang lain.
    salam

  • evan212

    Member
    9 September 2008 at 8:02 am

    kalo saya cenderung semua jasa konstruksi itu final (PP 51), karena aturan ini digodok hampir 1 tahun s/d pengesahan di DJP yg intinya untuk lebih memudahkan pemotongan pajak dari jasa konstruksi. Ada gosip Dirjen Pajak sekarang demennya yg simpel aja, kalo perlu Pajak balik lagi ke Official Assessment biar perencanaan APBN lebih simpel.

  • Otong

    Member
    9 September 2008 at 8:05 am

    Iya sepertinya pemahaman pak ritzy masih keliru coba baca lagi PP 51 tahun 2008…

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    9 September 2008 at 8:37 am

    Dear All, Attn: SUYANTO 99

    Permintaan dari "friend" Sdr. Suyanto 99 tsb. di bawah:

    "Dear rekan Ritzky, saya lihat baik di PER-70 maupun di PP 51 tidak ada mengatur tentang batasan mengenai jumlah peredaran usaha. Bisa di tolong untuk diberitahukan dipasal berapa?
    Thanks atas bantuannya
    Salam ORTax… "

    Tanggapan:
    PP No. 51 Tahun 2008 mencabut dan mengganti PP No. 140 Tahun 2000, maka dalam PP No. 140 "friend" dapat temukan Klasifikasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang peredaran Usahanya s/d Rp. Rp. 1 milyar.
    Untuk memudahlkan "friend" bersam ini disampakan PP No. 140 Th. 2000 tolong lihat Pasal 1 Ayat (2) – nya.

    PERATURAN PEMERINTAH
    Nomor 140 Tahun 2000
    Ditetapkan Tanggal 21 Desember 2000
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Menimbang :
    bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
    Mengingat :
    1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
    2.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
    3.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);
    4.Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
    5.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955);
    MEMUTUSKAN :
    Menetapkan :
    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.
    Pasal 1
    (1)Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
    (2)Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    Pasal 2
    (1)Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) :
    a.dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn;
    b.dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a.
    (2)Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) :
    a.dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan Pasal 3 oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn;
    b.dikenakan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan Pasal 3, dengan cara menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran uang muka dan termijn, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a.
    Pasal 3
    Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :
    a.4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;
    b.2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi;
    c.4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi.
    Pasal 4
    Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
    Pasal 5
    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3664), dinyatakan tidak berlaku.
    Pasal 6
    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
    Ditetapkan di : Jakarta
    pada tanggal : 21 Desember 2000
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    ABDURRAHMAN WAHID
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 21 Desember 2000
    SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    DJOHAN EFFENDI
    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 255
    ————————————————– ————————————————– ———————————————
    PENJELASAN
    ATAS
    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 140 TAHUN 2000
    TENTANG
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
    DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
    UMUM
    Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, dipandang perlu untuk mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, dengan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996.
    PASAL DEMI PASAL
    Pasal 1
    Yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi. Adapun pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
    Ayat (1)
    Atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh dari usaha di bidang jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan, kecuali Wajib
    Pajak dengan kualifikasi usaha kecil termasuk orang perseorangan.
    Ayat (2)
    Atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan kualifikasi usaha kecil termasuk orang perseorangan yang diterima atau diperoleh dari usaha di bidang jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    Dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, tetapi nilai pengadaannya lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atas penghasilan yang diterima
    atau diperolehnya dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
    Pasal 2
    Cukup jelas
    Pasal 3
    Berdasarkan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi yang dimaksud dengan :
    1.Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
    2.Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa terdiri dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
    Pasal 4
    Cukup jelas
    Pasal 5
    Cukup jelas
    Pasal 6
    Cukup jelas
    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4057

    Best Regard's for all,

    RITZKY FIRDAUS, Akt.

  • suyanto99

    Member
    9 September 2008 at 8:52 am

    Rekan Ritzky,
    Bukannya dengan terbitnya PP 51 maka PP 140 dicabut? (Kecuali untuk kontrak di ttd sebelum thn 2008 dan di bayar di thn 2008)
    Apabila PP 140 telah dicabut, apakah masih relevan kita memakai PP tsb sedangkan PP yg baru telah terbit.
    Mohon koreksinya…

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    9 September 2008 at 9:22 am

    Dear All, Attn: Suyanto 99.

    Untuk memudahkan "friend" perihal "batasan" / "klasifikasi" Pengusaha Jasa Kontraktor yang dimaksud lihat Pasal 1 Ayat (2) PP No. 140 Tahun 2000 sbb:

    PERATURAN PEMERINTAH
    Nomor 140 Tahun 2000
    Ditetapkan Tanggal 21 Desember 2000
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
    Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
    2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
    3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);
    4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955);
    MEMUTUSKAN :
    Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.
    Pasal 1
    (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
    (2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    Pasal 2
    (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) :
    a. dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn;
    b. dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a.
    (2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) :
    a. dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan Pasal 3 oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn;
    b. dikenakan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan Pasal 3, dengan cara menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran uang muka dan termijn, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a.
    Pasal 3
    Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :
    a. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;
    b. 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi;
    c. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi.
    Pasal 4
    Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
    Pasal 5
    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3664), dinyatakan tidak berlaku.
    Pasal 6
    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
    Ditetapkan di : Jakarta
    pada tanggal : 21 Desember 2000
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    ABDURRAHMAN WAHID
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 21 Desember 2000
    SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    DJOHAN EFFENDI
    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 255
    ————————————————– ————————————————– ———————————————
    PENJELASAN
    ATAS
    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 140 TAHUN 2000
    TENTANG
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
    DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
    UMUM
    Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, dipandang perlu untuk mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, dengan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996.
    PASAL DEMI PASAL
    Pasal 1
    Yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi. Adapun pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
    Ayat (1)
    Atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh dari usaha di bidang jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan, kecuali Wajib
    Pajak dengan kualifikasi usaha kecil termasuk orang perseorangan.
    Ayat (2)
    Atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan kualifikasi usaha kecil termasuk orang perseorangan yang diterima atau diperoleh dari usaha di bidang jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    Dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, tetapi nilai pengadaannya lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atas penghasilan yang diterima
    atau diperolehnya dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan.
    Pasal 2
    Cukup jelas
    Pasal 3
    Berdasarkan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi yang dimaksud dengan :
    1. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
    2. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa terdiri dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
    Pasal 4
    Cukup jelas
    Pasal 5
    Cukup jelas
    Pasal 6
    Cukup jelas
    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4057

    Demikian disampaikan untuk dipelajari dalam rangka pemahaman kronologis atas PP No. 51 Tahun 2008.

    Best Regard's.

    RITZKY FIRDAUS, Akt.

  • suyanto99

    Member
    9 September 2008 at 9:30 am

    Dari posting saya sebelumnya bukankah PP 140 telah dicabut dengan terbitnya PP 51?
    Jadi yang berlaku kan PP 51 tahun 2008, sedangkan dalam PP 51 tidak melihat pembatasan "jumlah peredaran" atas pengenaan PPh final tsb.
    Pendapat dari setiap individu dapat berbeda dan sangat saya hargai dalam forum ini.
    Salam ORTax…

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    9 September 2008 at 9:44 am

    Dear All Friend's and Attn. Suyanto 99 & Yasin.

    Untuk memahami Peraturan yang berlaku saat ini maka dianjurkan memperhatikan kronologis dan rangkaian peraturan sebelumnya supaya kita mengerti, memahami dan menghayati peraturan yang berlaku saat ini secara utuh dan bulat dan tidak bersifat partial (sepotong-sepotong) sehingga menimbulkan salah persepsi.

    Walaupun PP No. 140 Tahun 2000 sudah tidak berlaku dan dicabut dengan PP No. 51 Tahun 2008, tapi jika kita tidak mengerti maka seolah-olah semua Pengusaha Jasa Konstruksi "dipukul rata" dan "diperlakukan sama" terkena PPh FINAL PPh Pasal 4 Ayat (2) UU PPh.

    Padahal saat ini masih berlaku Ketentuan bagi Pengusaha Jasa Konstruksi yang menjadi Obyek PPh Pasal 23 "TIDAK FINAL" diatur lebih lanjut dengan PER-70 /PJ/2007 lihat Lampiran II Angka II dan Lampiran II Angka III Nomor 20.
    PER-70/PJ/2007 sampai saat ini belum dicabut walaupun kedudukannya lebih rendah dari PP.
    Untuk itu maka sebaiknya Otoritas Pajak sebagai Konseptor PP No. 51 Tahun 2008 jika menghendaki semua Jasa Konstruksi di FINALKAN maka PER-70/PJ/2007 sebaiknya turut dicabut

    Jika dibiarkan maka Wajib Pajak salah persepsi dan jika dirugikan dapat meminta keadilan kepada Pengadilan Pajak, Mahkamah Agung dan yakin bahwa di atas langit masih ada langit.

    Demikian sekedar "Sumbangan" pendapat (brainstorming).

    Best and warm regard's

    RITZKY FIRDAUS, Akt.

  • zhw

    Member
    9 September 2008 at 10:18 am

    maaf, bukannya dalam PP 51 pukul rata semua final,tanpa terkecuali??
    hukum pajak tidak berlaku surut kan? pun begitu dengan peraturan penunjangnya??
    mohon penjelasan nih, mau ujian..

Viewing 16 - 30 of 38 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now